"Iya tadi pagi. Dia cewek. Siapa dia?" Jawab Amel yang diakhiri oleh kalimat tanya.
"Oh, dia bukan siapa-siapa, “ jawab Angga datar seraya membaringkan tubuhnya di ranjang.
“ Kalau dia bukan siapa-siapa, kenapa bisa nerima telepon masuk di ponsel Kak Angga? Bukannya itu namanya lancang? “ tanya Amel lagi
“ Dia itu sekretaris aku. Tugas Dia membantu saat aku merasa kerepotan. Jadi aku sibuk, dan dia berusaha untuk membantuku menerima telepon dari kamu. Lagian Kenapa kamu jadi cerewet seperti ini? Aku nggak suka kamu mencecar dengan berbagai pertanyaan seperti ini. "Ujar Angga yang mulai terdengar kesal karena ia seperti merasa Amel mengintrogasi dirinya.
“ maaf, Kak. kalau begitu Kak Angga istirahat saja. “Ujar Amel mencoba untuk mencari aman, dan sebenarnya Amel masih ada beberapa pertanyaan yang ingin ia ajukan pada Angga, tapi melihat Angga sepertinya tidak suka mendengar pertanyaan yang ia ajukan, akhirnya Amel memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan kalimatnya tersebut.
“ Kenapa? Curiga? Takut aku menghianatimu? "Tanya Angga yang langsung mendapat gelengan kepala cepat pada Amel.
"Tidak, Kak. Aku percaya sama Kak Angga. Aku tidak mencurigai Kak Angga. Aku Hanya penasaran saja siapa yang nerima telepon dari aku tadi pagi. Itu saja. "Ujar Amel yang langsung percaya pada Angga dan tetap memperlihatkan senyum termanisnya pada Angga. Angga menganggukan kepalanya pelan, lalu mulai memejamkan matanya untuk istirahat, karena Angga juga merasa tidak perlu melayani setiap pertanyaan yang diajukan oleh Amel.
Sekilas Amel teringat akan kata-kata Bian, namun dengan secepat nya Amel melupakan atau menggeser setiap kalimat yang terucap dari bibir Bian, agar tidak mengganggu dirinya.
Amel tidak ikut tidur dengan Angga, Amel diam saja di depan jendela kamarnya namun pandangan Amel tetap tertuju pada ranjang dimana Angga berada. Setelah Amel memastikan Angga sudah tidur nyenyak, Amel mulai mengambil hodinya dan celana panjangnya, lalu keluar dari rumah tanpa berpamitan pada Angga.
Amel pergi ke mana, semua masih menjadi teka-teki atau masih menjadi tanda tanya, karena Amel tidak menunjukkan tanda-tanda Iya ada pertemuan dengan seseorang, atau tanda-tanda Amel memiliki tujuan kemana.
Jam 11.00 malam, Amel masih belum ada di rumah. Dan tentang hamil pulang jam berapa ke rumah, yang jelas pagi-pagi Amel sudah menyiapkan sarapanku untuk Angga. Jadi Angga tidak tahu kalau semalam Amel pergi, dan bahkan tidak tahu Amel pulang jam berapa, Karena dari awal hingga tidur, hingga menjelang pagi, Angga tidak bangun sama sekali, hingga Angga tidak menyadari kepergian dan bahkan kepulangan Amel.
Saat Amel Tengah menata makanan di atas meja, tiba-tiba Pian datang dan mengucapkan selamat pagi dengan wajah cerianya apa Amel.
“ Selamat pagi! Tidak keberatan aku ikut sarapan bersama? " tanya Bian Dengan nada santainya, membuat kening Amel langsung berkerut karena tiba-tiba saja Bian datang hanya untuk sarapan. Bersamaan dengan itu juga, Angga mulai menuruni Anak tangga dan ikut bergabung di ruang makan.
“ Papa ingin bergabung bersama kita, apa tidak apa-apa? "Tanya Amel
“ Namanya kenapa? Tidak cukup kalau menambah satu orang? Lagian bahan-bahan untuk masak masih ada kan? Aku tidak sermiskin itu, sampai tidak bisa menambah satu orang saja untuk sarapan bersama kita. “ujar Angga yang membuat hati Amel merasa sakit, pasalnya sebenarnya Amel bertanya seperti itu bukan karena masakan yang dimasak oleh Amel itu sedikit, melainkan menghormati Angga sebagai seorang suami karena kalau tidak pamit terlebih dahulu, takutnya Amel dianggap sebagai istri yang tidak menghargai keberadaan suami. Namun sayang, niat baik Amel malah dianggap tidak baik oleh sang suami, karena sang suami menganggap kalau dirinya keberatan menampung atau membiarkan Sang papa mertua untuk sarapan bersama. Karena angin tidak ingin memperpanjang masalah, Amel hanya diam saja dan tidak mencari pembelaan diri.
Amel mulai melayani dua pria dengan status yang berbeda itu dengan penuh telatin. Suapan pertama Amel bisa menelan makanannya dengan nikmat, namun untuk suapan kedua Amel merasa kesusahan untuk menelan makanan tersebut dikarenakan kaki Bian selalu mengelus kaki Amel. Amel mencoba untuk tenang dan tidak banyak protes, karena takut mengganggu Angga atau malah membuat masalah, karena Amel yakin Angga pasti marah atau bisa saja menyalahkan dirinya Karena mengganggu waktu sarapannya.
Amel benar-benar sangat geram dengan sikap apa mertuanya tersebut, karena tidak melihat situasi.
Sebenarnya Amel sangat ingin segera menyelesaikan makanannya aku mah Tapi karena Bian yang selalu mengganggunya, itu membuat Amel merasa kesulitan untuk melahap makanannya dengan cepat hingga Amel tidak bisa menyelesaikan makanannya secara bersamaan dengan Angga. Sedangkan Bian sendiri, ia sengaja memperlambat untuk menyelesaikan makanannya, karena melihat piring Amel juga masih penuh. Setelah Angga menghabiskan sarapannya, Angga langsung berpamitan untuk pergi ke kantor.
“ Aku pergi dulu. “ Pamit Angga pada Amel, namun tidak dengan Biian. Angga tidak pamit pada Bian. Yah sebenarnya antara Bian dengan Angga itu tidak begitu akrab atau tidak begitu dekat, dan mereka sulit untuk bicara Berdua Saja. Jadi kalau di luar mereka itu seperti orang yang tidak kenal, dan sekalipun di dalam rumah, mereka hanya bicara seperlunya saja.
Amel berniat untuk mengantar Angga sampai pada mobilnya, namun dengan cepat Dian menahan tangan Amel, dan menyentak tangan Amel secara kasar hingga Amel berada dalam pelukannya.
“ Apa yang Papa lakukan? Kak Angga juga belum pergi? Gimana kalau kakak Angga marah dan salah paham sama kita? "Tanya Amel dengan paniknya, membuat Bian langsung tertawa.
" Jadi apa saja yang boleh dilakukan setelah Angga pergi, boleh aku melakukan apa saja, atau bahkan bisa aku melakukan hal yang lebih dari ini? “tanya Bian yang membuat hamil langsung menggerakkan kepalanya cepat karena Pian menyalahartikan kalimatnya tadi.
“Pah, lepas! “ pinta Amel seraya berontak karena tubuhnya ditahan dengan begitu kuatnya dalam pelukan Bian.
Bian mendorong tengkuk leher belakang Amel, lalu membisikkan sesuatu pada Amel, hingga Amel langsung menampar pipi Bian dengan begitu kuatnya.
Pyar
“Pah, tolong hormati aku sebagai menantu Papa! “ bentak Amel tepat didepan wajah Bian, namun Bian tidak merasa sakit hati meski Amel sudah menamparnya. Justru Bian tersenyum sambil mengelus pipinya, bekas tamparan Amel tadi.
Bian menggendong tubuh mungil Amel, dan mendudukkan tubuh Amel di atas meja makan, lalu menjepit kedua pipi Amel dengan kuat, hingga Amel tidak bisa banyak gerak.
Mata Bian fokus pada bibir sexi Amel, yang selalu membuat Bian merasa tergoda.
Tanpa banyak bicara lagi, Bian langsung melahap bibir Amel dengan begitu semangatnya, tidak peduli meski Amel berontak, Bian tetap melahap bibir Amel dengan penuh minat.
“Emmmhhh… . Emmmh… emmmm..