"Elang?"
Matthias yang biasa menyebut nama sahabatnya dengan nada lembut itu seketika berubah penuh emosi. Kepalanya bergerak melihat ke arah calon istrinya lagi lalu ke arah Elang yang masih tertidur pulas. Mata hazel Matthias mengedar, melihat jas yang tergeletak di lantai, dasi dan juga gesper.
Nyala api amarah seketika melingkupi hatinya, mulai meraba kejadian yang telah dilalui saat ini.
"b******n!"
Matthias melangkah lebar-lebar menuju ke arah ranjang. Tanpa kompromi menarik tangan Elang begitu kasar lalu melayangkan pukulan telak pada pria itu hingga terbangun seketika.
Elang menggelengkan kepalanya yang masih sangat berat. Rahangnya nyeri luar biasa karena pukulan telak dari Matthias. Ia masih kebingungan, mencoba bangkit meski sempoyongan.
"Matthias!" teriak Heera berlari menahan tangan kekasihnya.
"Minggir!" Matthias menghardik kasar, menepis tangan Heera sampai wanita itu terjatuh ke lantai. Dengan penuh amarah, Matthias menarik kemeja Elang sangat kuat. "b******n kau! Apa yang sudah kau lakukan dengan Heera!" Tanpa ingin berbasa-basi, Matthias memukul Elang lagi. Kali ini lebih brutal dan tanpa ampun.
Elang semakin tak mengerti. Memaksakan diri untuk mencerna semuanya meski kepala berdenyut tak karuan. Ditambah pukulan bertubi-tubi dari Matthias membuat tubuhnya menghantam benda-benda di sekeliling dan juga tembok.
"Matthias hentikan! Ini tidak seperti yang kau lihat. Tolong!" Heera berteriak-teriak, mencoba memisahkan Matthias dan Elang.
Sayangnya, Matthias yang sudah sangat gelap hatinya tak kenal ampun. Pria itu jelas punya stamina luar biasa hingga membuat Elang kewalahan. Bibirnya terlihat robek, pelipis dan perutnya seperti terkena tendangan.
"Tolong! Matthias, hentikan! Tolong!" Heera berlari keluar kamar, berharap ada yang bisa menghentikan pertengkaran itu.
Nindy yang baru saja keluar kamarnya dibuat kaget akan teriakan Heera. Kamar mereka semua memang berada di satu lantai dan bersampingan hingga suara Heera yang sangat kencang itu membuat semua orang kaget.
Tak lama kemudian terlihat Marka keluar bersama Dinara dan akhirnya semua keluarga keluar.
"Matthias dan Elang bertengkar."
Semua anggota keluarga kaget mendengarnya. Pasalnya hal itu pasti hal yang sangat mustahil mengingat persahabatan mereka sangat dekat sejak kecil. Mendengar kata bertengkar membuat orang tua mereka panik. Akhirnya semua anggota keluarga masuk ke kamar Heera dan melihat kedua pria itu bertengkar dan saling memaki.
"Dengarkan penjelasanku b******k!" Elang yang mulai sadar menahan tangan Matthias, ia membalas memukul pria itu karena tidak terima.
"Aku tidak butuh penjelasanmu, b*****t! Beraninya kau meniduri calon istriku!" Suara teriakan Matthias menggelegar ke seluruh penjuru ruangan.
Bertepatan dengan itu semua anggota keluarga masuk dan Matthias sudah melompat mendorong Elang ke lantai. Memukul pria itu seolah ingin membunuhnya tak peduli Elang adalah sahabatnya atau tidak. Matthias benci jika miliknya disentuh orang lain, selain dirinya.
"Matthias!"
"Elang!"
Jayden berlari menarik bahu Matthias dengan begitu kuat agar melepaskan Elang. Anak laki-lakinya itu sudah mencekik Elang hingga wajahnya memucat.
Ethan sendiri membantu menjauhkan Matthias dari anaknya. Tak diragukan lagi jika tentang bela diri, Matthias sangat susah dikalahkan. Elang pun sebenarnya jauh lebih kuat, hanya saja pria itu masih tidak mengerti aap yang terjadi dan kepalanya masih sangat berat.
"Matthias hentikan!" Jayden membentak begitu keras dan memiting leher anaknya. Membawanya menjauh sehingga Elang bebas.
"Elang." Nindy berlari membantu anaknya. Mata wanita itu sudah basah oleh air mata, melihat anaknya yang baru saja pulang ke tanah air malah babak belur tak karuan seperti itu.
"Biarkan aku membunuh b******n itu!" Matthias masih merangsek maju, matanya sudah memerah dan gelap sekali auranya. Hilang sudah wajah lemah lembutnya saat melihat sahabatnya berkhianat dengan calon istrinya.
"Matthias, sebenarnya ada apa? Kenapa kalian bertengkar?" Kenanga mendekati anak laki-lakinya—Matthias. Mencoba menenangkan dengan memeluknya.
"Papa dan Mama tahu? b******n ini." Matthias menunjuk Elang dengan penuh emosi. "b******n ini sudah meniduri Heera!"
Ucapan Matthias itu berhasil membuat semua orang terkejut luar biasa. Begitu pun orang yang tertuduh, Elang. Pria itu bingung, kenapa ia bisa meniduri Heera?
Semua pasang mata seketika menatap ke arah Elang dan Heera bergantian. Di tambah posisi mereka saat ini berada di kamar hotel Heera, membuat tuduhan itu semakin menjadi-jadi.
"Elang, apa benar itu?" Ethan langsung bertanya pada putranya. Sorot matanya jauh lebih tajam. Meskipun anaknya, jika salah tidak akan ia membelanya.
Elang menggeleng pelan seraya mengingat apa yang terjadi semalam. "Aku rasa ini hanya salah paham. Aku semalam minum dan aku merasa pusing. Bagaimana bisa aku dengan Heera?" ujar Elang benar-benar tidak mengingat apa pun.
"Omong kosong!" sergah Matthias. "Kalau kau tidak ingat apa pun, kenapa kau ada di kamar calon istriku dan aku menemukan kau tidur di sana!"
Pandangan semua orang mengedar, melihat kamar yang sangat kacau itu. Jayden dan Ethan saling pandang, merasa sepertinya memang telah terjadi sesuatu.
"Lebih baik tanyakan saja pada Heera, kenapa kalian menghakimi Elang? Di dalam kamar ini ada dua orang yang terlibat." Serena—anak perempuan Marka tiba-tiba nyeletuk sehingga pandangan semua orang teralih kepada Heera.
Heera menelan ludahnya gugup dan reflek menggenggam tangannya sendiri. Karena rasa takut yang luar biasa membuatnya tiba-tiba menangis.
Nindy yang sangat peka segera mendekati Heera, memegang tangan wanita itu lembut. "Heera, tidak apa-apa. Coba jelaskan kepada kami, apa yang sebenarnya terjadi?" tutur Nindy lembut tanpa menghakimi. "Apa anak Tante melakukan sesuatu padamu?"
Heera semakin menangis tersedu-sedu tanpa bisa menjawab. Hal itu sukses membuat semua orang yang ada di sana cemas. Karena kemungkinan besar memang terjadi sesuatu antara Elang dan Heera.
"Heera, tolong katakan. Bagaimana bisa aku ada di kamar ini? Katakan, aku tidak melakukan sesuatu bukan?" Elang mencoba mendekati Heera, bermaksud bertanya dengan pasti.
"Jangan mendekati calon istriku!" Matthias merangsek maju mendorong Elang dengan kasar.
"Aku perlu bertanya karena aku juga tidak tahu apa yang terjadi. Semalam ada yang mencampurkan sesuatu ke minumanku dan kepalaku pusing. Setelah itu aku—"
"Elang yang memaksaku ke kamar." Heera tiba-tiba memotong perkataan Elang, sehingga rajut wajar tegang kembali menghiasi wajah semua orang. "Semalam aku hanya ingin membantunya untuk istirahat karena dia sakit, tapi tiba-tiba dia ...." Heera tak mampu menyelesaikan ucapannya, wanita itu menangis tersedu-sedu di pelukan Nindy. Menunjukkan sikap jika Elang memang telah melakukan sesuatu pada wanita itu.
"Kau memang b******k! Akan ku bunuh kau!" Matthias yang sudah begitu marah langsung menghantam Elang kembali.
"Hentikan!" Jayden kembali menarik tangan Matthias. Ia meminta bantuan Marka dan Xander agar pria itu tidak semakin menjadi-jadi.
"Biarkan aku membunuhnya! Ternyata kau sangat licik, kau ingin merebut Heera dariku? b******n!" Matthias berteriak marah. Siapa pria yang terima jika wanita yang akan dinikahinya seminggu lagi malah tidur dengan sahabatnya sendiri.
"Berhentilah menyalahkan Kakakku! Bisa jadi wanitamu itu yang murahan. Kenapa dia tidak pergi setelah menolong Kakak?" Zoya sampai ikut bicara karena tak terima Kakaknya terus disudutkan.
"Zoya, jangan ikut campur!" Ethan memperingati anak perempuannya.
"Tidak bisa, Ayah. Kenapa hanya Kakakku yang disalahkan? Benar kata Kak Serena, di kamar ini ada dua orang yang artinya mereka sama-sama salah!" sergah Zoya tak kalah emosinya.
Heera semakin menangis di pelukan Nindy. Ia pun takut dihakimi semua orang karena dirinya adalah korban.
"Zoya, apa menurutmu aku tega melakukan ini? Seminggu lagi aku akan menikah dengan Matthias. Semalam aku sudah ... " Heera tak sanggup lagi karena mengingat kejadian semalam.
Zoya memutar bola matanya malas. Wanita seperti Heera selalu menangis tanpa bisa mencari solusi.
"Baiklah." Ethan akhirnya angkat bicara. "Jika memang putraku Elang bersalah, maka dia akan tanggung jawab," putus Ethan.
"Tanggung jawab gimana?" Jayden mendesis pelan. "Matthias akan menikah seminggu lagi dengan Heera."
"Lalu? Apakah Matthias masih mau menerima Heera?"
Kali ini semua pandangan berpusat pada Matthias. Mereka sebagai orang tua jelas berpikir realistis, jika memang Heera benar-benar tidur dengan Elang artinya bisa terjadi banyak kemungkinan kedepannya. Tetapi, memisahkan kedua orang yang sudah menjalin hubungan begitu lama juga bukan pilihan yang nyaman.
Matthias memandang Heera dengan sendu. Perasaannya benar-benar campur aduk tak karuan. Marah, takut dan juga sangat kecewa dengan kejadian ini. Wanita yang diidam-idamkan menjadi isterinya, kenapa tega berbuat seperti itu? Sudah banyak sekali hal yang mereka lalui, apakah harus musnah begitu saja?
"Aku akan tetap menikahi Heera." Matthias menjawab pelan. Dalam hati kecilnya masih menyimpan kepercayaan itu kepada Heera.
Terdengar suara tawa kecil dari bibir Serena. Wanita itu melipat kedua tangannya di atas perut.
"Dramanya ditutup dengan seperti ini? Bravo, Matthias. Semoga saja Heera tidak hamil anaknya Elang," celetuk Serena lalu pergi begitu saja. Meninggalkan ketegangan lagi bagi semua orang.
Bersambung~