Siapa Kacung Sebenarnya?

1187 Words
“Kacung, jangan!” Teriakan ini cukup ampuh membuat tangan yang terayun di udara berhenti di tempat, terlihat Kakek Dante mendekat bersama seorang gadis cantik bertubuh langsing. Florist Anastasya, perempuan muda yang merupakan pemilik kios bunga yang berdampingan dengan toko Kakek Dante tersebut harus memekik saat melihat suasana mengerikan di depan mata. Semua orang terlihat terluka parah, terlebih tubuh si Kacung dan Belva. Gadis itu sudah memejamkan mata dengan kondisi memprihatinkan. “Turunkan tanganmu!” perintah Kakek Dante memaksa senyum apatis terlihat di wajah Kacung, dia tak mendengarkan. Bermaksud melanjutkan tikaman. “Kacung!” sentak Florist kembali menahan pergerakan yang dilakukannya, “jangan lakukan hal jahat, aku mohon!” Tiba-tiba sesuatu seperti sedang menikam, menancap kuat di ulu hati. Selama ini, dia belum pernah merasakan sakit, sebanyak apa pun mereka melukainya. Pria tampan dengan wajah tak terawat itu memang tidak bisa kesakitan sejak terbangun dari koma dua tahun lalu. Namun, kini, semua menjadi berbeda. Ingatan acak yang tidak begitu jelas menciptakan sensasi kesakitan luar biasa. Ditambah suara asing yang terdengar akrab di telinga, menciptakan dengung tak nyaman semakin mendominasi. Anehnya, Kacung patuh di luar kendali, dia melepas pisau lipat yang digenggam kuat. Kakek Dante bergegas, menendang benda bermata tajam sejauh mungkin. Kemudian, menarik tubuh cucunya. Menjauhkan dari Baron yang tampak ketakutan. “Kakek, Belva!” tunjuk Florist yang terlihat pucat karena melihat ada banyak sekali darah, lalu membekap mulut ketika menyaksikan cairan kental mengalir di telapak tangan Kacung. “Kita harus memanggil ambulan, dia butuh pertolongan secepatnya.” Perkataan Kakek Dante menunjukkan jika ia menyadari kondisi Belva yang sangat parah, tetapi cengkeraman kuat di lengannya membuat dia menoleh cepat pada lelaki yang terlihat kesakitan. “Jangan panggil ambulan, sebaiknya segera bawa dia. Kepalanya terluka parah, kemungkinan untuk selamat sangat tipis.” Kacung mengatakan kalimat tersebut dengan sangat lancar meski wajah meringis menahan rasa sakit di kepala, berbeda sekali dari apa yang selama ini ditampakkan. Tidak lagi tampak lemah. Apa ingatannya kembali? Dante Ferdinand terlihat kebingungan, tetapi melihat sorot mata sang lelaki tak lagi menunjukkan kepolosan. Dia tahu jika sosok mengerikan itu kembali, iya … King comeback! “Signore ...?” tanya Dante Ferdinand dengan sedikit ragu, tetapi langsung membelalakkan mata saat tanggapan pria gondrong tersebut justru mengerjap perlahan. Jadi, dia benar-benar kembali! Dante terjatuh, kakek tua tersebut hanya menggeleng-geleng pelan. Kemudian, memerhatikan para preman yang selama ini selalu datang meminta uang. Mereka menjadi mirip ikan pindang yang terpanggang di baah terik matahari. “Akh!” Kembali sang pemuda berteriak, tetapi kali ini tak begitu kencang. Rasa sakit di kepala dengan denyut ngilu luar biasa datang lagi. “Are you okay?” tanya Kakek Dante pada Kacung yang hanya menggeleng, dia benar-benar kesakitan. Kilas balik singkat, belum sepenuhnya terekam kuat dalam memori. Namun, sudah mampu mneyimpulkan jika dirinya bukanlah sosok laki-laki lemah yang memiliki gangguan mental. “Kakek, apa yang akan kita lakukan sekarang?” tanya Flo panik dengan keadaan Kacung juga kondisi Belva, “jika dibiarkan begini, mereka bisa mati!” Kepanikan sang gadis membuat cemas menguasai Dante Ferdinand, lelaki tua tersebut hanya mengambil ponsel. Bukan telepon genggam jelek yang selama ini digunakan, tetapi benda pipih mewah yang baru pertama kali diperlihatkan. Menekan angka satu cukup lama, nama ‘Consigliere’ muncul. “Dia kembali!” Hanya ini yang dikatakan oleh Dante Ferdinand, lalu mengamati pria yang terlihat masih kesakitan. Bukan bagian tubuh penuh luka dan darah yang mengalir dari tangan, tetapi kepala yang kembali dipenuhi ingatan acak. Hanya ada adegan mematikan, pertarungan dan kematian silih berganti. Lebih menyakitkan dibanding siksaan para preman. “Ho mal di testa!” Seruan dengan bahasa dari tanah kelahirannya semakin meyakinkan Dante jika laki-laki tersebut telah menemukan kepingan ingatan masa lalu, dia meminta seseorang di telepon segera datang. “Apa aku harus melakukan panggilan atau bagaimana?” Florist masih terlihat kebingungan dengan tingkat kecemasan yang begitu jelas, bahkan air mata mengalir. Memandang Kacung dan Belva bergantian. Kacung yang samar-samar menangkap sosok Belva hanya mengatur napas, dia kembali sesak. Kejadian beberapa waktu lalu muncul kembali, saat dirinya menjadi bulan-bulanan Baron dan kawan-kawan. Kemunculan sang gadis SMA yang begitu tiba-tiba, lalu hantaman kuat mengenai kepala bagian belakang. Tubuh mungil itu ambruk seketika, saat itulah rasa sakit di kepala benar-benar menyiksa. Ingatan yang sama sekali tanpa undangan bermunculan, orang-orang dari masa lalu. Bukan, mereka keluarganya! “If only I had known from the start that you were the King, your death would have come sooner! Die in peace, don't hold grudges against me. I love your money, King.” Kalimat dengan suara manja ini terdengar seolah tepat di sisi telinga, Kacung menggelengkan kepala. Namun, satu wajah cantik dengan senyum penuh kemenangan tertangkap ingatan. Wanita itu adalah kekasihnya, perempuan yang berkencan dengannya selama dua tahun. Namun, kenapa dia bersama laki-laki itu? Pria bersenjata api dan dirinya … mati! “AKH!” Lagi-lagi dia berteriak sangat keras, tangan penuh darah memegangi kepala. Menjambak rambut sampai benar-benar tertarik kuat, lalu kembali meraung kesakitan. Bersamaan dengan itu, tiga mobil datang. Masing-masing membawa empat lelaki dewasa, mereka berhamburan keluar. Salah satu dari mereka segera berlari, kaget melihat situasi kacau tengah terjadi. “What happened?” tanya lelaki muda yang memiliki usia sama dengan Kacung, “Ki—Ax—maksudku, kenapa dengan Kacung?” Logat yang sedikit aneh karena memang terlihat dari wajah impornya, dia bukan asli pribumi. Pria dengan hidung mancung tersebut merupakan keturunan Eopa, Max Callibur. Seorang pengacara yang sudah memiliki lisensi bertugas di Negara ini. “Akan kujelaskan nanti, sebaiknya urus keributan ini sebelum polisi datang.” Dante memberikan arahan yang hanya direspon dengan gerakan kepala menoleh pada perempuan muda yang terlihat panik, “Don't mind the girl, better get rid of those thugs!”“I'll take care of the troublemaker, go with one of my men. They must get treatment immediately.” Max Callibur mengambil alih para preman, dia sengaja menggunakan bahasa asing guna menjaga kerahasiaan pembicaraan mereka saat ini.Tak mau membuang waktu, Dante segera mengangguk pada Max. Beberapa orang mendekat pada Belva, mengangkat tubuh gadis itu dengan sangat hati-hati. Flo membekap mulut melihat seragam yang dikenakan berubah warna, apa yang sebenarnya menimpa kedua orang itu?“Kita harus pergi dari sini, ayo.” Dante mendekat pada Kacung yang hanya tersengal-sengal, memiliki banyak sekali ingatan buruk membuatnya semakin lemah.Ke mana mereka akan membawa dirinya? Dia terlalu lemah untuk memberikan penolakan, memilih diam sembari tenang. Namun, langsung menolak ketika hendak dibawa dengan mobil berbeda.“Aku akan memastikan nyawanya selamat, kalian semua menjauh.” Nada datar yang begitu dingin ini disertai dorongan kasar pada salah seorang anak buah Max, “kamu bisa mengemudi?”Florist yang kaget tampak mengangkat wajah, “A—aku …? I—iya, aku bisa mengemudi.”“Masuklah dan bawa kami ke rumah sakit terdekat.” Kacung mengatakannya dengan lemah, lalu memilih masuk mobil.Dia duduk di bangku samping kursi kemudi, memerhatikan kondisi Belva dari kaca spion dalam. Florist masuk dengan perasaan sedikit takut, tetapi segera menjalankan kemudi ketika Kacung menghadiahkan tatap tajam padanya. Ada apa dengan lelaki ini?Kacung masih menyatukan kepingan ingatan, mirip puzzle berantakan yang harus ia benarkan letak setiap bagiannya. Belum sepenuhnya utuh, tetapi dia mulai menemukan nama lain dari dirinya. King, mereka menyebutnya demikian. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD