Shafira duduk di tepi ranjang. Memandang benda pipih sebesar lidi di tangannya dengan gemetar. Garis merah dua itu membuat matanya berkaca-kaca, sekaligus melemahkan segenap persendian tubuhnya. Hidupnya seolah terikat kuat. Tidak akan bisa terlepas dari sosok Ferdy yang dicintai dan memberikan luka bertubi-tubi. Setiap hendak pergi, ada saja yang seolah menahannya lagi. Semua berulang, seperti waktu sebelumnya. Laksana dejavu. Ketika Ferdy masuk, segera diselipkan benda itu dibawah pahanya. Dan berpura-pura tidak ada apa-apa. "Sha, beneran kamu nggak apa-apa? Pagi ini Mas antar periksa," tanya Ferdy yang berdiri agak menunduk di depannya. "Nggak usah. Aku nggak apa-apa." "Baiklah. Mas, bikinkan teh dulu. Sama buka pintu kalau Mbak Nunik datang nanti." Setelah suaminya pergi, Shaf