Diamnya Shafira

1200 Words
"Tehnya, Mas." Shafira meletakkan gelas di samping laptop hadapan Ferdy. "Terima kasih." Shafira tersenyum sejenak. Lalu mengambil sesuatu dari saku celana bahannya. Sebentuk cincin pernikahan diletakkan Shafira di atas meja. "Ini, aku kembalikan." Ferdy kaget, "kenapa di lepas, Sha?" "Nggak apa-apa. Sekarang atau nanti, pada akhirnya akan di lepas juga 'kan, Mas?" Setelah berkata demikian, Shafira segera melangkah keluar meninggalkan ruang kerja suaminya. Ferdy mengusap wajahnya. Semua sudah berubah. Ia menyandarkan kepala pada punggung kursi. Hari demi hari di lalui Ferdy dalam keheningan. Hening karena diamnya Shafira. Hanya bunyi perabotan yang tersentuh tangan istrinya, yang menjadi sumber suara dalam rumah mereka. Shafira hanya berbicara saat di tanya. Itupun seperlunya. Kadang malah menjawab hanya dengan senyuman. Ferdy kehilangan banyak hal, canda tawa, kemanjaan Shafira yang terkadang membuatnya gemas. Semua itu lenyap sudah. Dia wanita yang pandai membawa diri dan menempatkan posisi. Saat Ferdy lelah sepulang kerja, Shafira akan jadi teman bicara dan menenangkannya. Ia bisa sedewasa itu dan bisa semanja pada keadaan yang tepat. Ferdy merindukan semuanya. Tiba-tiba telinganya mendengar suara Shafira muntah di kamar mandi yang terletak di sebelah ruang kerjanya. Ferdy segera bergegas menghampiri. "Kenapa, Shafira?" tegurnya panik. Tangannya hendak menyentuh, tapi di cegah istrinya. "Aku nggak apa-apa," ucap Shafira sambil mengelap mulut dan mematikan air wastafel. "Bener kamu nggak apa-apa?" Shafira menggeleng, sambil keluar kamar mandi. "Besok Mas ke agensi tenaga kerja. Kita pakai jasa asisten rumah tangga. Kasihan kamu kecapekan." "Nggak usah. Selagi masih disini, aku sanggup mengerjakan semuanya. Entah kalau aku sudah pergi, terserah, Mas." "Lagipula ini hanya capek badan. Sedangkan soal perasaan. Mas, tidak memikirkannya sebelum berkencan dengan perempuan lain." Ferdy menunduk, Shafira mendongak. Sejenak saling berpandangan. Kemudian Shafira melangkah menuju kamar. Membuka dan menutup dengan cepat pintu, hingga membuat Ferdy tercekat di depan kamar. Sempurna sudah, saat di dengarnya bunyi pintu di kunci dari dalam. Baru saja masuk ke kamarnya, ponsel di nakas berbunyi. Ferdy segera meraihnya. Ada pesan dari sebuah nama. Aku kangen, Fer. pesan dari Merry. Setelah membaca, Ferdy menekan titik tiga di pojok kanan atas. Blokir. Ferdy merebahkan diri di ranjang, memandang langit-langit kamar dan merasakan kesunyian. Ia kehilangan harum tubuh Shafira, yang sering memeluk lengannya kalau tidur. Bercengkrama yang berakhir dengan percintaan tanpa jeda. Dalam beberapa hari ini Ferdy merindukan itu. Kerinduan dan penyesalan yang datang dalam waktu bersamaan. "Capek ya, Mas. Sini aku pijitin." "Ada nggak, apa-apa yang mau, Mas, curhatin sama aku." "Gimana hari ini di kantor?" "Gimana perjalanan kemarin, lancar aja 'kan meetingnya?" "Pakai dasi ini saja, Mas. Cocok sama kemejanya." Sekarang, dalam beberapa hari ini tidak ada kalimat-kalimat itu lagi. Shafira hanya diam dan bicara seperlunya. Yang lebih mencabik perasaannya, ia enggan di perhatikan dalam kondisi hamil muda begini. Hamil anak mereka. Kehamilan yang sejak awal amat di harapkan keduanya. Tidak ada lagi, baju seksi yang di pakai Shafira ketika malam. Baju yang hanya di pakai di dalam kamar dan di atas ranjang besar mereka. Shafira benar-benar menutup diri. Bahkan terkadang jilbabpun tidak di lepaskan. Ferdy bangun dari ranjang. Memandang pintu kamar yang memang sengaja tidak di tutupnya. Biar ia mendengar kalau Shafira pergi ke kamar mandi malam-malam. Kebetulan hanya kamar mereka saja yang kamar mandinya di dalam. Ponsel di nakas diraih. Dan mengetik sebuah pesan. Sudah tidur, Sayang? send. Centang satu. Nomer Shafira tidak aktif. Ferdy melempar ponsel di atas ranjang. Ia berdiri, berjalan keluar. Pada saat yang bersamaan pintu kamar Shafira terbuka. "Mau kemana?" tanya Ferdy mendekat. Shafira mengangkat botol air minum. "Biar Mas ambilkan." "Nggak usah." Ferdy meraih tubuh istrinya, memeluk erat. "Jangan buat Mas begini, Sha. Pukul, cakar atau lakukan apapun. Tapi Mas tidak sanggup seperti ini. Please ...." Perlahan Shafira melepaskan pelukan. Mendongak, menatap wajah sendu Ferdy lekat-lekat. "Mas, hanya belum terbiasa. Nanti lama-lama biasa." "Sha." "Ini hanya soal waktu saja. Mas, nanti akan terbiasa. Seperti, Mas, mengganti kehangatan yang ku berikan dengan kehangatan tubuh perempuan lain. Seperti itu. Mas, akan merasa baik-baik saja." Shafira tersenyum, kemudian melangkah untuk turun ke lantai bawah. Sementara Ferdy mematung, tapi hatinya telah luruh. * * * "Sha, dasi Mas yang warna biru garis-garis putih di mana ya? Mas mau pakai," tanya Ferdy sambil berdiri di ruang makan. Shafira meletakkan piring di meja. Lantas melangkah ke lantai atas. Dalam kamar ia membuka almari, dimana biasanya ia menggantung dasi Ferdy. Tidak susah. Benda itu begitu mudah di dapat. Sepertinya Ferdy sengaja. "Ini, Mas." Setelah memberikan dasi pada Ferdy, Shafira pergi. Tidak seperti biasanya, wanita itu naik ke atas ranjang dan menekuk lutut untuk memakaikan dasi. Posturnya yang mungil, tentu tidak bisa melakukannya sambil berdiri. Dan ketika menunggu Shafira selesai memasang dasi, ia akan menikmati cantiknya wajah sang istri. Terkadang Ferdy akan menunggu sambil mencium bibir, pipi, hidung dan mana saja wajah istrinya yang kena. Shafira tertawa geli, kadang mendecah jengkel. Karena kerjaannya tidak segera selesai dan pergi menyiapkan sarapan. Tapi sekarang tinggallah kesunyian. * * * "Ci, untuk segala urusan yang berhubungan dengan Bu Merry, kamu yang handle sekarang. Jangan bilang ke aku kalau itu tidak urgent. Ingat ya!" Ultimatum Ferdy pada Cici, asisten pribadinya. Gadis dua puluh empat tahun itu mengangguk patuh, "ya, Pak." "Kalau Bu Merry datang, kasih tahu dulu padaku. Jangan di biarkan nyelonong seperti biasanya. Paham." "Ya, Pak." Cici menerima berkas yang sudah di tanda tangani Ferdy. Dalam hati gadis itu heran. Pasti ada yang tidak beres. Biasanya untuk urusan Pak Rudi yang di tangani Bu Merry, semua di handle bosnya sendiri. Apa yang terjadi? Cici keluar ruangan dengan berbagai tanya di hati. Ferdy meraih ponsel, menelfon Shafira. Tapi tidak di angkat. Di lakukannya sekali lagi. Tetap sama, hingga berulang kali. Akhirnya Ferdy mengetik pesan. [Sayang, sejam lagi Mas pulang. Mau di bawain apa?] Centang dua abu-abu. Dan tetap tidak ada respon hingga Ferdy beranjak hendak pulang. Terlihat di layar, w******p istrinya terakhir online jam sepuluh pagi tadi. Ferdy memarkir mobilnya di dekat sebuah gedung olahraga. Ia harus sabar setengah jam lagi untuk menunggu penjual martabak holand buka. Biasanya jam empat sore. Itu makanan kesukaan Shafira. * * * Setelah memasukkan mobilnya ke garasi, Ferdy masuk rumah lewat pintu samping yang memang jarang di kunci. Shafira di carinya hingga ke dapur dan halaman belakang. Tapi tidak ada. Ferdy naik ke atas. Dari dalam kamar, ia mendengar isak tangis istrinya bersamaan dengan terdengar untaian doa yang di ucapkan. Ferdy berdiri di depan pintu yang sedikit terbuka. "Ya Alloh, ya Rabb-ku. Semoga kesendirian yang bertahun-tahun pernah ku lewati. Menjadikan diriku kuat kali ini. Menjalani sisa usia yang aku tidak tahu kapan batasnya. Aku hanya memohon, berilah aku umur panjang. Biar bisa merawat titipan dari-Mu, hingga usia tuaku. Biar anakku tidak pernah merasakan kesendirian yang panjang sepertiku." Luruh rasa dalam d**a Ferdy, ada yang tersayat di dalam sana. Ia berdiri mematung, tangan kanannya masih memegang tas plastik berisi sekotak martabak, tangan satunya lagi masuk dalam saku celana. Beberapa saat kemudian Shafira keluar kamar. Keduanya sama-sama kaget. "Sha, tadi Mas WA nggak di buka. Ini Mas belikam martabak." Ferdy mengangkat apa yang di tentengnya. Shafira tersenyum sambil berkata, "ya." "Mas mandi dulu, ya." Shafira mengangguk kemudian berjalan ke arah tangga. Ferdy memandang hingga punggung istrinya tidak terlihat, kemudian ia masuk kamar. Ferdy cukup lama mematung. Membiarkan air shower mengguyur seluruh tubuhnya. Doa yang di ucapkan Shafira masih terngiang di telinganya. Sungguh menyesakkan d**a. * * *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD