Leo 7

1299 Words
Diana baru saja keluar dari kamar mandi. Tubuhnya hanya dibalut bathrobe berwarna putih. Dia kini sedang berdiri di tengah-tengah walk in closet-nya. Matanya memindai gaun yang akan dipakainya untuk makan malam bersama kekasihnya nanti. Tangannya mengambil satu cocktail dress berwarna merah karya Eli Saab tapi ditaruh lagi. Dia lalu mengambil yang lain berwarna hijau lumut dari koleksi Ivan Gunawan tapi lagi-lagi dia urungkan. Akhirnya pilihannya jatuh pada rancangan butik yang cukup terkenal di Surabaya. Sebuah gaun hitam dengan kerah tinggi, tanpa lengan, dan panjang selutut. Diana segera mengambilnya dan bersiap-siap. Diana mengaplikasikan make up natural pada matanya tapi memberi kesan berani pada bibirnya. Rambutnya dia gelung sempurna dan memakai anting bundar di telinganya. Tok.. tok.. “Maaf, Nona. Tuan David sudah menunggu Anda.” Terdengar suara pelayan di luar. “Iya, aku segera keluar.” Diana segera mengambil clutch Hermes dan Loubutin di rak sepatu. Tidak lupa mengambil dompet, ponsel, dan parfum VS kesukaannya. Dia masukkan semua dia clutch-nya. David sedang menunggunya sambil berdiri di ruang tamu saat Diana datang. Seperti gerakan dalam film Diana turun dari tangga dengan sangat cantik dan anggun. David menatap Diana tanpa kedip. Sedangkan di mata Diana, David terlihat luar biasa. Tubuhnya dibalut kaos putih berkerah tinggi dengan blazer warna dark grey dan celana bahan yang berwarna sama. “Sangat sempurna.” David mendekati Diana dan mengecup pipinya. “Kita pergi sekarang?” tanya David. Tangannya bersandar di pinggul Diana. Diana mengangguk. “Weny, aku pergi dulu dengan David. Kami akan pergi makan malam.” Diana berpamitan pada pelayannya. Papanya belum pulang dari kantor. Mamanya masih di kamar. David membuka pintu Mazda merahnya dan mempersilakan Diana masuk. Dia sendiri memutar dan duduk di balik kemudi. Sedangkan Rita tidak akan ketinggalan. Dia mengikuti nonanya dengan Honda City di belakang. David mengajak Diana menuju restoran terkenal di Surabaya. Sebuah restoran dengan gaya vintage dengan meja-meja bundar dan sofa. Jendela-jendela yang besar berdiri kokoh ditemani dengan korden-korden cantik. Restoran ini menawarkan dua macam menu, jepang dan western. David memesan meja di dekat jendela yang menampilkan taman yang sangat cantik di samping restoran. Seorang pelayan menghampiri mereka untuk mencatat pesanan. “Ada yang kau inginkan, Babe?” tanya David. “Entah.” Diana bingung ingin memesan apa. Dia merasa gugup karena ini dinner mereka pertama setelah dia kembali ke Indonesia. Dari tadi dia hanya membuka tutup menu. David menyadari kalau Diana sedang salah tingkah. Dia mencoba menahan senyum melihat betapa menggemaskannya kekasihnya ini. “Kalau begitu, biarkan aku yang memesan. Tolong signature dish untuk appetizer, main course, dan desert. Minumnya tonic water saja. Ada yang kau inginkan, Babe?” “Tolong tambahkan chamomile tea. Itu saja,” kata Diana sambil menutup buku menu. “Aku juga ingin coffee latte. Itu saja Terima kasih.” David menyerahkan buku menunya pada pelayan. Pelayan pun pergi untuk mengambil pesanan David dan Diana. Tidak lama kemudian, pelayan pun kembali dengan pesanan David dan Diana. “Kau tidak berubah, David.” Diana berkata dengan senyum di wajahnya. David yang hendak menggapai garpu tiba-tiba menghentikan gerakannya. “Maksudmu?” tanya David. “Kau tahu cara memuaskan diri tanpa perlu repot-repot berpikir.” David tersenyum tipis. “Contohnya?” “Makanan ini. Kau ingin sesuatu yang enak tanpa perlu berpikir lama jadi kau memesan signature dish.” David seketika tersenyum lega. Entah apa yang tadi ada di pikirannya. Dia hanya menahan nafas sambil menunggu penjelasan Diana. “Kau mengnalku dengan baik.” David berkata sambil mengedipkan matanya. Diana tertawa mendapatkan kedipan dari David. “Kau bertambah genit.” Diana menutup mulutnya agar tawanya tidak keluar dengan keras. Saat David dan Diana sedang menikmati makanan mereka, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan kedatangan Leo. “Pak David? Nona Diana?” Leo terkejut melihat sepasang kekasih itu ada di sini untuk makan malam. “Leo?” Diana tidak kalah terkejut dengan kemunculan Leo di tempat itu. Leo menunduk memberi hormat pada Diana dan David. “Sungguh suatu kebetulan bisa bertemu dengan Anda berdua di sini.” “Menikmati malammu, Pak Leo?” tanya David. Leo tersenyum. “Hanya janji temu dengan seorang teman.” “Oh ya? Di mana dia?” tanya Diana. “Menungguku di mejanya.” “Benarkah? Bukankah sebaiknya kau segera menemuinya?” tanya David. “Benar, Pak. Kalau begitu saya permisi. Selamat malam.” Leo berpamitan. David dan Diana pun mengangguk pada Leo. Leo sempat melirik tangan David yang sedang memegang tangan Diana di atas meja. Hatinya seakan tidak rela. Tangan yang telah meraba perempuan lain kini memegang tangan Diana dengan mesranya. Tapi Leo harus menahan dirinya. Belum saatnya Diana tahu yang sebenarnya. Diana dan David kembali meneruskan makan mereka yang tertunda. Tiba-tiba ponsel David bergetar. David memang sengaja memakai mode getar. Dia tidak ingin makan malamnya dengan Diana terganggu oleh siapa pun. David mencoba mengacuhkan getaran di sakunya berharap siapa pun yang menelepon tidak lagi mengganggunya. Tapi rupanya siapa pun yang meneleponnya sungguh keras kepala. Ponselnya terus saja bergetar. “David, sepertinya aku perlu ke kamar kecil. Permisi sebentar.” Diana berpamitan. Dia mengelap sebentar bibirnya lalu berdiri. “Silakan, Babe. Aku akan menunggumu di sini.” David berkata sambil tersenyum. Setelah Diana tidak lagi terlihat, David segera mengambil ponselnya. Dia melihat nama Susan di sana. David terlihat kesal. Kenapa Susan mengganggu waktunya? Bukankah di awal dulu Susan sudah sepakat bahwa David tidak akan meninggalkan Diana? Lalu kenapa sekarang Susan bersikap seolah kekasih yang sedang cemburu? David benar-benar tidak mengerti dengan Susan. Dan malam ini, dia tidak ingin diganggu. Jadi dia memutuskan untuk menonaktifkan ponselnya dan menaruhnya kembali ke sakunya. Dia tidak peduli jika Susan marah padanya. David masih merindukan kekasihnya. Dia akan mengurus Susan besok. Diana kembali sesaat David menaruh kembali ponselnya. “Apakah aku lama?” tanya Diana. “Tidak. Kenapa bertanya seperti itu?” “Tidak ada. Aku lihat kau memasukkan kembali ponselmu. Apa itu tadi sesuatu yang penting?” tanya Diana. “Tidak ada yang cukup penting selain dirimu, Babe.” David mengambil tangan Diana dan mengecup punggungnya. Dan mereka kembali membicarakan hal-hal random yang dilakukan Diana selama hari-hari akhirnya di Amerika dan rencananya pada perusahaan. Setelah selesai, David kembali mengantarkan Diana pulang ke mansionnya. Keduanya, David dan Diana, tidak bisa melepaskan senyum dari wajah mereka. Malam ini sungguh sempurna. David memang tidak ingin merusak malam ini dengan apa pun meski itu pekerjaan. Ini adalah makan malam pertama mereka setelah Diana datang dari Amerika. Sepertinya Diana sekarang menjadi lebih matang dari segala segi seperti berlian yang sudah digosok, berkilau dan indah. Rasanya David harus segera memikirkan konsep lamaran yang romantis. Di pantai kah? Rumah makan? David harus membuka google untuk mencari referensi. “Sudah sampai,” kata David sambil membuka sabuk pengamannya. Diana juga membuka sabuk pengamannya. “Terima kasih. Makan malam yang luar biasa. Tempatnya juga indah.” “Kau suka?” tanya David. “Sangat. Kapan-kapan kau harus mengajakku lagi.” “Aku akan mengajakmu ke sana dan melamarmu. Bagaimana?” Goda David. “Kau serius akan melamarku?” tanya Diana. Dia memiringkan tubuhnya agar bisa menghadap David sepenuhnya. Dia tidak bisa menyembunyikan binar bahagia di matanya. “Aku akan menyiapkannya dengan baik. Kau cukup siapkan jawaban yang aku inginkan,” kata David sambil memegang tangan Diana dan mengecupnya. “Tunggu saja.” David menutup kalimatnya dengan ciuman lembut di bibir Diana. Ciuman lembut yang membuat perut Diana terasa geli dengan kupu-kupu dan desiran aneh yang, sayangnya, terasa menyenangkan. Setelah dirasa cukup, David menyudahi ciumannya. Dia tahu Diana tidak akan memberikannya apa pun selain ciuman sebelum menikah. Ini adalah permintaan Diana pada awal mereka berhubungan dan David menyetujuinya. Tidak akan mudah melewatkan seorang gadis seperti Diana. Cantik, pintar, dan seksi, itulah Diana. Jadi David tidak berpikir lama untuk menyanggupinya. Tapi kini setelah David mengerti bagaimana rasanya lebih dari ciuman, mungkin dia akan butuh seseorang untuk membantunya malam ini. Mungkin.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD