Part 5.

1505 Words
"Bu, Sena hamil." Pekik Sena di telepon dengan tas sabar bahkan sebelum mereka keluar dari area klinik. "Alhamdulillah." Pekik ibunya penuh syukur. "Berapa bulan Na?" "Dokter bilang baru lima minggu, Bu." Ucapnya seraya mengusap perutnya dan melirik ke arah Adam yang tengah tersenyum ke arahnya. "Alhamdulillah. Ibu seneng dengernya, Na. Kamu harus hati-hati. Jangan terlalu capek. Jangan banyak pikiran. Ingat, jaga baik-baik janin kamu." Ucap ibunya lagi dan kemudian memberikan petuah-petuah lainnya yang sena tanggapi dengan antusias. Lama setelahnya, telepon di tutup dan Sena kembali menghubungi ibu mertuanya untuk memberikan kabar yang sama. Dan kembali, Sena diberikan wejangan yang panjang oleh ibu mertuanya itu. "Sayang, kamu harus kuat ya, sehat, siapapun kamu nantinya, laki-laki ataupun perempuan, mama akan sangat saaayaaaang sama kamu." Ucapnya dengan bahagia seraya melirik suaminya. Adam turut mengusap perut Sena dan mengecup perut istrinya yang masih rata itu. Sena awalnya tidak menyadari kalau siklus bulanannya terlambat. Sebelum menikah, ia memang tidak pernah memperhatikan tanggal haidnya. Toh ia tidak melakukan hal-hal yang salah, jadi ia merasa tidak perlu memedulikan hal itu. Dan kebiasaannya itu ia bawa sampai ia menikah. Barulah saat dokter menanyakannya tadi, Sena ingat kalau dia memang sudah sangat terlambat. Mereka sampai di rumah sebelum dzuhur. Sena mengatakan pada Adam untuk pergi bekerja saja karena dia sudah baik-baik saja. Namun Adam berkilah kalau dia ingin menghabiskan waktunya saja di rumah dan menemani Sena. "Jarang-jarang kan liburan." Ucapnya seraya tersenyum jahil. Dan sepanjang sore itu, mereka membahas tentang bayi mereka. Entah itu namanya, jenis kelaminnya, spesialis kandungan mana yang nanti akan mereka pilih dan hal lainnya bahkan sampai ke sekolah anak mereka nanti. Esok harinya sepulang kerja, Adam kembali dengan membawa s**u khusus ibu hamil. Ia juga membelikan banyak makanan dan minuman bernutrisi untuk Sena. Membereskannya langsung ke dalam lemari sambil berkata. "Kalau ibunya sehat, bayinya juga sehat." Ucapnya saat Sena menegurnya karena terlalu banyak belanja. "Aku udah tanya-tanya sama temen kantor aku, nyari orang yang bisa nemenin kamu dan bantu-bantu di rumah. Kayaknya minggu depan baru ada yang bisa datang." Lanjut suaminya lagi tanpa menoleh. "Itu ga perlu mas, aku masih bisa ngelakuin semuanya sendiri." tolak Sena. Ia tidak mau berlebihan dan dianggap manja hanya karena sedang hamil muda. Ia rasa, aka nada waktunya nanti ia bermanja dan butuh bantuan orang lain. Tapi saat ini, dia masih sehat dan merasa mampu untuk melakukan semuanya sendiri. Tapi Adam menolak penolakan Sena. "Mas tahu kamu bisa, Mas cuma khawatir aja. Mas denger banyak wanita yang repot saat hamil muda karena mabuk. Karena itu Mas melakukan antisipasi. Mas gak mau saat kamu butuh sesuatu kamu gak bisa dapetin itu karena Mas gak ada." Ucap Adam dengan nada membujuk. "Mas khawatir sama bayi kita." Lanjutnya dengan mimic manja. "Pokoknya kamu ga perlu capek. Cukup duduk manis, jaga kesehatan. Itu aja. Ya, Sayang." Pinta suaminya lembut. Sena bisa berkata apalagi? Ia hanya bisa mengangguk menyetujui. Hari-hari dan bulan kemudian bukanlah hari yang mudah bagi Sena. Ia yang awalnya menduga akan baik-baik saja saat hamil muda, faktanya tidak demikian. Seperti dugaan Adam, dia memang mengalami mabuk yang cukup parah. Sampai ada kejadian dimana dia tidak bisa bangun dari tempat tidur karena lemah. Setiap hari, bukan hanya pagi hari, tapi bahkan sampai malam hari, dia selalu memuntahkan kembali apa yang sudah dia makan. Namun demi bayi yang di kandungnya, demi supaya Adam tidak mengkhawatirkannya dan demi dirinya sendiri, dia selalu memaksakan diri untuk makan. Meskipun tenggorokannya sudah terasa sangat perih. Sena bersyukur memiliki sosok Adam. Suaminya itu memperlakukannya seperti seorang ratu. Setiap pagi ia selalu menungguinya di kamar mandi. Menyiapkan teh manis hangat dan membelikan apapun sarapan yang diinginkan Sena sebelum berangkat kerja tanpa menyuruh asisten rumah tangga yang pria itu carikan untuknya. Di jam-jam luangnya ia menghubungi Sena, menanyakan kabarnya dan apa yang dia mau makan. Sebelum pulang kerja, Adam selalu menghubunginya, bertanya apa yang harus ia bawa. Sebagian dari semua itu memang ia lakukan sebelum Sena hamil. Namun sekarang menjadi dua kali, atau bahkan tiga kali lebih intens daripada biasanya. Sena tidak pernah berhenti bersyukur atas apa yang Tuhan berikan kepadanya. Semua kenikmatan yang diterimanya. Suami yang baik, orang tua dan mertua yang baik dan penuh perhatian, kakak dan sahabat yang baik yang selalu ada saat ia butuhkan. Bahkan dengan rela membelikannya makanan meskipun harus menempuh perjalanan selama berjam-jam. Dan anugerah lainnya setelah ia menikah dengan Adam adalah, dia memiliki lebih banyak teman, bisa dekat dengan para tetangga karena Adam yang selama ini bersikap baik pada mereka. Di empat bulan kehamilannya, sebelum mereka melakukan syukuran. Sena dan Adam kembali memeriksakan kandungan. Mereka kembali dibuat bahagia kala mendengar kabar kalau janin yang Sena kandung berjenis kelamin perempuan, sehat dan fisiknya sempurnya. Sena sangat bahagia. Seandainya dia bisa meminta, dia ingin selamanya berlangsung seperti ini karena ia tidak bisa membayangkan hal lain yang lebih baik dari pada masa-masa yang dialaminya kini. Rasa syukurnya ia bagikan pada tetangga-tetangganya dengan menggelar syukuran yang bisa dikatakan cukup mewah. Ibu mertuanya datang jauh-jauh dari Surabaya hanya untuk turut serta di acara tersebut. Begitu juga sahabatnya, yang saat itu sudah bekerja di Bandung. Dia turut datang hanya untuk merayakan kebahagiaan Sena dan keluarga. "Maaf, gue ga bawa apa-apa." Ucap Haira dengan muka letih. Sena tersenyum. Baginya kehadiran sang sahabat sudah cukup berarti dari sekedar buah tanga. Ia memeluk Haira erat, menyalurkan kebahagiaan yang ia rasakan dan dengan cepat mengajak Haira ke dapur. "Loe laper kan? Ibu buatin opor ayam kampung khusus buat loe." Ucap Sena seraya mendudukkan Haira di kursi meja makan kecil dapurnya. Tak lama setelah ia menyodorkan piring berisi ketupat dan opor untuk Haira, Luthfi muncul, pria itu juga baru datang karena sebelumnya diminta ibu Sena untuk mengantarkan makanan ke rumah kerabat mereka. "Abang mau juga?" tawar Sena yang dijawab anggukkan kakaknya. Luthfi menarik kursi yang ada tepat di seberang Haira, memandang Haira dan tersenyum jahil seperti biasanya. "Ada Haira. Lama ga ketemu. Gimana kabarnya? Kerjaan lancar? Masih jomblo atau sekarang udah ada pacar?" Tanyanya bertubi yang membuat Sena memutar bola mata. "Jangan gangguin dia, Bang. Ira baru datang, kasihan dia capek." Ucap Sena menengahi. "Loh, siapa yang ganggu. Abang kan Cuma nanya. Pura-puranya bersikap ramah, begitu." Jawab Luthfi yang kini Haira jawab dengan memutar bola mata. "Baik Bang, sehat, kerjaan lancar dan sekarang udah punya cowok. Puas?" ucap Haira kesal yang membuat Sena dan Luthfi terkekeh mendengarnya. "Kirain masih jomblo, padahal tadinya..." Luthfi tidak melanjutkan ucapannya karena Sena sudah menambal mulut pria itu dengan potongan ketupat yang Sena potong sebelumnya. Sena ingin menjaga perasaan Haira. Dia tahu kalau sejak dulu Haira suka pada kakaknya, namun sahabatnya itu tidak berani mengungkapkannya. Alasannya sederhana, Haira tidak mau hubungannya dan Sena akan berakhir dengan menjaga jarak jika nanti ia kecewa karena Luthfi tidak menyukainya. Sena sendiri tidak tahu bagaimana perasaan kakaknya pada Haira, namun sepengamatannya selama ini, hanya Haira lah satu-satunya gadis yang selalu kakaknya itu jahili. Tidak pernah ada yang lain. Namun Sena tidak berani mengambil kesimpulan kalau kakaknya itu menyukai sahabatnya. Menurutnya, akan ada masanya kedua orang itu saling membuka perasaan mereka masing-masing tanpa bantuannya. Sena memilih untuk meninggalkan keduanya mengobrol dan mencari suaminya. Adam sedang duduk bersama ayah dan ibunya di teras rumah. "InsyaAllah minggu depan di survey, Pak." Terdengar jawaban Adam pelan. Sena mendekat ingin tahu. "Apa yang di survey, Mas?" tanya Sena duduk di samping suaminya. "Sena belum tahu, Dam?" tanya ayah Sena, memandang Sena dan Adam bergantian. "Belum Pak." Jawab Adam malu. "Rencana nya nanti setelah syukuran dikasih tahu." Jawab Adam lagi. Ayahnya memandang ke arahnya dan tersenyum. "Beberapa minggu kemarin, Adam minta Bapak nyariin tanah. Dia bilang mau bangun rumah lagi. Tapi lokasinya mau deket rumah Bapak." Jelas ayahnya. Sena memandang suaminya tak percaya. "Kok kamu ga bilang aku sih, Mas?" tanyanya kesal namun senang secara bersamaan. "Maaf, Sayang. Tadinya itu kejutan." Jawab suaminya seraya merangkul bahunya menenangkan. "Aku juga belum lihat tanahnya. Cuma Bapak bilang ada tanah yang bagus, sekitar limabelas menit dari rumah Bapak, gitu kan Pak?" ia memandang ayah mertuanya meminta dukungan. "Iya, Bapak baru dapat infonya kemarin, dan lupa ngasih kabar ke Adam. Soalnya kemarin Bapak cukup dibuat repot sama Ibu yang minta anter sana sini." Jawab ayahnya lagi. "Adam katanya mau survey dulu tanahnya, baru mutusin buat beli." Sena mengerti. Ia hanya sedikit terkejut saja dengan keputusan suaminya untuk membeli tanah padahal mereka juga belum lama tinggal di rumah ini. Dan kalau mereka membangun rumah baru, apa yang akan mereka lakukan dengan rumah ini? "Kita gak akan langsung bangun rumah, Yang. Nyicil aja." Ucap Adam saat Sena mempertanyakan niatan suaminya itu. "Kebetulan kan Mas ada rejeki lebih, daripada habis gak jelas mendingan kita investasikan ke tanah aja. "Mas mau rumah yang lebih besar dari rumah ini untuk anak-anak kita nanti. Sekaligus, lahan yang kosongnya kita bisa bikinkan usaha. Kan kamu bilang mau buka usaha nanti." Ucap suaminya lagi. Sena cukup terkejut. Ia sendiri bahkan lupa akan keinginannya untuk membuka usaha, namun Adam begitu memedulikan dan bahkan membuat rencana jangka panjang untuknya. "Setidaknya, kalau kita sudah punya tanah, selanjutnya kita bisa bikin fondasi. Fondasi niat." Ucap suaminya lagi yang membuat Sena terkekeh. Sena menyikut perut suaminya. "Fondasi niat. Bahasa darimana itu." Guraunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD