Matahari pagi di hari senin sudah kembali menyapa. Seperti biasa, setiap hari senin pagi, Deema selalu sudah siap dengan seragam sekolahnya. Ia pun sangat bersemangat kali ini karena ia akan melanjutkan menyicil uang bayaran agar ia bisa mengikuti ujian di sekolah nanti.
''Rat, uang Lo masih ada?'' tanya Deema yang saat ini sedang memakai sepatu sekolahnya.
''Masih ada, Kak buat ongkos berangkat. Aku pulangnya mau jalan kaki aja.''
''Udah Gue bilang ... Kalau uangnya habis, minta sama Gue. Gue usahain ada uang buat jajan Lo.''
Ratu merasa tak enak hati jika terus meminta uang kepada Kakaknya. Ia tahu jika Kakaknya itu bekerja, tapi ... Ratu sedikit malu karena terus diberi uang oleh kakaknya.
''Nih, buat jajan. Inget, kalau mau jajan, jajan aja. Gak perlu nahan.'' Deema memberikan Ratu uang senilai 20 ribu rupiah.
''Kenapa gak di ambil?'' tanya Deema yang sudah pegal karena terus memegang uang itu.
''Emmm ... Enggak usah, Kak. Aku bawa bekal ini.''
Deema memasukan uang itu ke dalam saku seragam Ratu. ''Lo masih SMP, Gue berhak ngasih Lo uang jajan. Gak perlu sungkan. Udah ya, Gue pergi berangkat dulu.''
Ratu mengangguk, ia pun tak lupa berterimakasih kepada Deema. ''Makasih ya, Kak.''
Deema pun mengangguk. ''Ibu ... Deema berangkat sekolah ya ...'' kata Deema yang sedikit berteriak, karena Kinanti sedang berada di dapur, sedangkan Deema berada di ruang tengah.
''Iya, hati-hati ya ...'' sahut Kinanti dari arah dapur.
''Mau bareng gak ke depannya?'' tanya Deema kepada Ratu. Ia belum pernah berangkat sekolah bersama dengan adiknya. Padahal untuk menuju jalan besar, arah mereka sama.
''Ayo, Kak. Nanti aku naik angkutan umum di depan.''
Deema mengangguk. Mereka pun berjalan bersama keluar rumah. Hari ini hari senin, tentunya Deema libur bekerja. Rencananya, siang nanti Aiden akan mengajak Deema pergi ke perusahaannya, Deema merasa gugup akan hal itu.
''Kak Deema mau jalan kaki?'' tanya Ratu.
''Iya. Gue suka jalan kaki.''
''Aku biasanya lewat belakang, Kak.''
''Lewat kebun itu? Lo gak takut. Mending kalau setiap pagi lewat sini aja, jalannya lebar walaupun sepi.''
''Aku udah biasa kok lewat sana.''
''Tetep aja, Ratu ... Kalau ada apa-apa, serem juga ....''
Suara klakson mobil terdengar di telinga mereka. Keduanya langsung menepi ke pinggir jalan, sebab takut jika mereka sedang menghalangi mobil itu.
Ketika Deema sedang menengok ke arah belakang, ternyata ... Itu adalah Aiden.
''Aish ... Mas ngagetin aja.'' kata Deema yang memang benar-benar terkejut.
Deema tidak dapat menghafal suata klakson mobil Aiden, sebab setiap saat-saat yang tidak di tentukan, Aiden pasti memakai mobil yang berbeda.
''Naik, Deema,'' kata Aiden yang tersenyum di sana. Deema sedikit terpana karena melihat Aiden yang memakai seragam berwarna cokelat muda itu, sungguh sangat berwibawa.
''Ratu ma--''
''Sekalian naik, saya antar ...'' kata Aiden yang memotong ucapan Deema.
Deema pun mengangguk, ia membukakan pintu mobil bagian belakang untuk Ratu. ''Masuk, nanti dianterin.''
Ratu pun masuk ke dalam mobil, dan sebelum itu ia pun mencium tangan Aiden. Tak lama Deema pun masuk ke dalam mobil.
''Sudah?'' tanya Aiden.
''Sudah, Mas ....''
''Ratu kelas sembilan SMP?'' tanya Aiden.
''A--iya, K--pak ....''
Aiden dan Deema pun tertawa mendengar jawaban dari Ratu yang sangat lucu itu. Sepertinya Ratu gugup ditanya oleh Aiden karena ia ragu untuk memanggil Aiden dengan sebutan apa.
''Mas, dia bingung kasian, hahaha ...'' Deema masih tertawa.
Ratu yang melihat kakaknya tertawa itu pun menggaruk kepalanya yang tak gatal.
''Aku bingung mau panggil apa,'' kata Ratu dengan polosnya.
''Panggil Kak, seperti kemarin aja tidak apa-apa, '' kata Aiden.
''Hehehe ... Iya, Kak.''
Deema yang mendengar itu, ia meledek Aiden. ''Dia memang gak mau di cap tua, Rat. Di panggil Pak gak mau. Maunya dipanggil yang muda-muda. Padahal dia udah tua.''
Ratu tersenyum geli mendengar ucapan Deema. ''Saya masih muda,'' kata Aiden yang membela dirinya bahwa ia masih muda.
''Iya, tuan muda ....''
Aiden tersenyum mendengar itu. ''Ratu sekolahnya di mana?''
''Itu loh, Mas. Di SMP negri satu,'' kata Deema yang memberitahu.
''Oh ... Di situ, sebentar ya ... Sebentar lagi sampai.''
Tak butuh waktu lama, Ratu pun sudah sampai di sekolahnya, sebelum turun, tak lupa ia pun untuk berpamitan kepada Kakak, dan pacar dari kakaknya itu.
Setelah Ratu turun dari mobil, Aiden kembali memutar mobilnya untuk pergi ke sekolah SMA cahaya 2.
''Mas sudah sarapan? Sekarang upacara loh ....''
''Sudah, Bunda buatkan kopi tadi pagi.''
''Mas minum kopi terus perasaan.''
''Biar kuat, sayang ... Kuat apanya? Kopi itu bikin candu tau, kamu sehari tanpa minum kopi pasti kepala kamu pusing, iyakan?''
Aiden mengangguk. ''Iya, makanya saya suka minum kopi.''
''Tapi sudah sarapankan?'' tanya Deema.
''Sudah, Deema ... Kamu sudah?''
Deema pun mengangguk. ''Udah, Ibu bangun tidur pagi tadi dia semangat banget bikinin sarapan buat anak-anaknya.''
Aiden tersenyum mendengar itu. ''Saya harus bertemu ibu kamu lagi, sepertinya dia mau ya? Menerima tawaran saya.''
''Ibu udah antusias banget, Mas. Kamu jangan sampe PHP loh ... Aku kasian liat Ibu.''
Aiden mengangguk. ''Iya, sayang ... Itu sudah pasti.''
''Siang nanti jangan lupa ya, saya tunggu di parkiran.''
''Serius, Mas?'' tanya Deema.
''Serius ... Memangnya ada yang enggak serius?'' tanya Aiden.
''Tapi aku malu, Mas ....''
''Ngapain malu? Tidak apa-apa, Deema ....''
Deema pun mengangguk-anggukan kepalanya. ''Mas nanti jalan duluan aja ke ruangan kamu.''
''Kamu memangnya mau kemana?'' tanya Aiden.
''Aku mau ke tata usaha.''
''Ngapain?''
''Bayaran sekolah dong, Mas ... Masa joget-joget ....''
Aiden pun melirik ke arah Deema, lalu mengangguk-anggukan kepalanya. ''Ohh ... Iya, nanti saya langsung ke ruangan saya.''
''Jangan ngikutin aku loh ... Aku juga tau kalau kamu suka ngikutin aku.''
''Kepedean kamu.'' kata Aiden sambil diakhiri dengan tawa.
''Ih ... Bener tau ....''
...
Sekolah ternyata sudah ramai, sepertinya bel sekolah sudah di bunyikan. Deema buru-buru pergi berlari menuju ruangan tata usaha. Karena selesai upacara nanti, ia sudah tidak punya waktu untuk pergi ke ruangan tata usaha sebab ia akan melaksanakan simulasi ujian sesi pertama.
''Bu, saya mau bayar SPP,'' kata Deema sambil memberikan kartu pembayarannya. Seperti biasa, ia enggan duduk jika di tawari duduk oleh petugas tata usaha. Ia hanya berdiri sambil melipat tanganya di depan.
''Bukannya kamu sudah bayaran?''
''Iya, sayakan harus nyicil. Kemarin saya baru bayar satu juta.''
Perempuan penjaga tata usaha itu pun menggeleng. ''Bayaran sekolah kamu sudah lunas. Kemarin wali kelas kamu menemui saya.''
Deema mengerutkan dahinya. ''Lunas? Perasaan belum deh, coba cek lagi. Saya mau upacara nih,'' kesal Deema karena petugas tata usaha itu sangat berbelit-belit.
''Benar, Deema ... Atas nama Deema Adora?''
''Iya.''
''Iya, bayaran kamu sudah lunas sampai kelulusan nanti.''
''Aa--yasudah nanti saya tanyakan lagi,'' kata Deema. Ia yang sedang terburu-buru itu pun memilih untuk kembali mengambil kartunya dan menyimpan kartu dan uangnya kembali kedalam tas.
''Siapa juga yang bayarin biaya sekolah Gue? Bikin pusing aja,'' kata Deema yang bergumam sendiri.
Ketika turun dari tangga, untungnya saja ia melihat teman-temannya lewat. Ia pun memanggil ketiga temannya itu. ''Celline, Aya, Lola ... Tungguin Gue woy,'' ucap Deema sambil berlari kearah mereka.
''Lah, kok Lo muncul dari tas?'' tanya Aya sambil melihat ke atas tangga.
''Iya, Gue habis ke tata usaha. Ini gimana dong Gue belum simpen tas.''
''Udah ... Ayo cepet, simpen aja tasnya di pinggir lapangan,'' ucap Celline yang memburu-buru temannya. Karena ia melihat semua orang sudah berjajar rapi, sedangkan mereka masih berada di area luar lapangan.
''Santuy aja, Mbak. Gak perlu buru-buru ...'' kata Lola yang sibuk dengan dasinya.
''Sebentar deh ... Gue lari dulu ke ruangannya Pak Aiden, mau nitip tas.'' Belum sempat teman-temannya menjawab, Deema sudah terlebih dahulu berlari menuju ruangan Aiden.
Dari kejauhan, untung saja Deema masih bisa melihat jika ruangan Aiden terbuka. ''Mas ... Aku nitip tas ya,'' kata Deema yang tiba-tiba masuk dan menyimpan tasnya di atas sofa ruangan Aiden. Belum sempat mendapat jawaban dari Aiden, ia pun buru-buru kembali berlari ke luar lapangan.
Aiden yang melihat itu menggelengkan kepalanya. Untung saja tidak ada siapa-siapa di dalam ruangannya. Jika ada, mungkin orang itu akan terkejut karena Deema memanggil dirinya dengan sebutan 'Mas'.