"Deema ...."
"Deem ...."
"Sayang.... "
Aiden masih belum melajukan mobilnya sebab Deema belum menjawab semua panggilannya sejak tadi. Bahkan sejak masuk ke dalam mobil, Deema belum juga berbicara kepada Aiden itu.
"Kamu kenapa?" Aiden kembali bertanya, dan Deema belum juga menjawab.
"Hm... Pikir aja sendiri," ucapnya santai. Deema pun memilih untuk mengalihkan perhatiannya ke arah kaca mobil.
''Loh, kok gitu? Kalau saya ada salah kasih tau.''
''Hmm ...'' Deema yang masih kesal pun kembali bergumam. Ia sangat malas berbicara dengan Aiden kali ini, sebab Aiden sudah membuatnya sangat-sangat kesal.
Selesai pertandingan tadi, Deema bisa melihat jika banyak sekali siswi yang turun ke lapangan membawa benda-benda aneh di tangan mereka dan itu semua di tujukan untuk Aiden. Kalian bisa bayangkan bagaimana jadi diri Deema tadi.
Aiden yang tidak melihat Deema berada di tribun atas pun, semakin membuat teman-teman Deema bersemangat untuk memanasi Deema habis-habisan. Jika bukan karena Aiden menghampirinya tadi, ia tidak akan di sini, berdua bersama Aiden.
Deema masih merasakan jika mobil ini tidak berjalan. ''Berangkat sekarang, Pak. Saya sudah telat.'' kata Deema yang sudah tidak peduli dengan wajah Aiden yang sangat kebingungan itu.
''Saya tidak akan berangkat kalau kamu masih seperti ini.''
Deema mengangkat bahunya. ''Yaudah, saya turun aja.''
Deema yang hendak membuka mobil itu, langsung di tahan oleh Aiden. ''Jangan-jangan ... Maaf ya, kalau saya ada salah sama kamu.''
''Saya turun aja deh, Pak. Anter aja tuh semua cewek-cewek tadi. Gak usah sama saya.''
Aiden yang kebingungan itu, mengerutkan keningnya. ''Cewek? Cewek siapa?''
Deema melipat tangannya dida-da. Ia semakin saja kesal dengan Aiden yang menjawab pertanyaannya seperti itu.
''Saya enggak sama cewek kok ...'' Aiden masih berpikir keras mencari dimana kesalahannya.
''Hm ... Ketauan banget kamu ngomongnya.''
''Gimana, sayang? Saya gak paham.'' Aiden masih tidak mengerti dimana letak kesalahannya.
''Kamu ngapain tanding basket tadi? Perasaan kamu gak bilang kalau mau tanding basket ....'' Deema yang sudah ingin berbicara pun lebih baik langsung berbicara. Dari pada ia semakin kesal.
''Oh ... Kamu liat saya main basket? '' tanyanya, dan sekarang Aiden mulai melajukan mobilnya, seolah-olah semua hal yang sedang Deema kesalkan itu hanya hal sepele.
''Masssss ...'' rengek Deema karena sudah sangat kesal dan hampir ingin marah.
''Hahahaha ... Iya-iya maaf ....''
''Kok kamu ketawa? Kok kamu minta maaf? Males deh. Aku mau pulang aja sekarang.'' Kata Deema yang memaksa membuka pintu mobil.
''Iya-iya, maaf, sayang ...'' Aiden mencoba meraih tangan Deema yang sedang mencoba membuka pintu mobil itu.
Setelah Aiden berhasil memegang tangan Deema. Ia pun mengusap-usap lembut tangan Deema menggunakan jari jempolnya.
''Jelasin ....''
''Iya ... Tadi, saya lagi beresin alat bekas kelas sepuluh olahraga. Ada anak kelas dua belas nyamperin saya, mereka nantangin buat main basket.''
''Terus kamu terima?''
Aiden mengangguk. ''Iya saya terima. Saya sudah tidak punya jam mengajar lagi. Dan ... Sambil menunggu kamu pulang lebih baik main basket. ''
''Enggak. Ini pasti udah di rencanain. Buktinya mereka semua pada kumpul di lapangan indoor. Terus kata Lola itu juga pertandingan. ''
Aiden menggeleng, lalu ia tertawa. ''Hahaha ... Itu bukan pertandingan. Hanya sparing biasa saja.''
''Terus kenapa musuh kamu harus Avyan? Semua orang jadi ngira yang enggak-enggak.''
''Avyan mantan kamu?'' tanya Aiden dengan santainya, membuat Deema merasa sedikit bersalah.
Deema yang tidak ingin Aiden marah pun memegang lengan atas Aiden. ''Bukan gitu maksudnya, Mas ....''
''Iya ... Saya enggak marah.''
''Yauda ... Tadi lanjutin lagi.''
''Anak-anaknya Avyan yang minta saya buat main.''
Deema masih sangat-sangat kesal karena kejadian setelah pertandingan tadi. Aiden sepertinya diberi banyak sekali makanan oleh ciwi-ciwi.
''Enak di kasih surprise sama ciwi-ciwi?''
Aiden menahan tawanya. Ia tidak ingin menyinggung perasaan Deema. ''Enggak, Deema ... Saya kasih ke anak-anak kok semua makanannya.''
''Kamu cemburu?'' tanya Aiden tiba-tiba.
''E--enggak! Ngapain aku cemburu.''
''Saya sudah tau. Kamu cemburu.''
''Aish ... Mas ....''
''Iya ... Biar marahnya ilang mau dibelikan apa?'' tanya Aiden dengan lembutnya. Ia masih memegang tangan kanan Demma menggunakan tangan kirinya. Dan ia menggunakan tangan kanan untuk menyetir.
''Enggak. Aku mau langsung ke toko. Kak Kaila mau ngajarin aku sesuatu.''
''Oh ya? Kapan Kak Kaila bilangnya?''
''Kemarin.''
''Makan ice cream mau?'' tawar Aiden yang membuat Deema berpikir dua kali.
Lagi pun ia masih ingin menjual mahal harga dirinya di hadapan Aiden. Tak semudah itu Aiden membujuk dirinya. ''Mau apa?'' tanya Aiden satu kali lagi, ia bertanya sambil melihat ke arah Deema.
''Jangan marah terus, nanti saya bingung ....''
''Yaudah enggak usah di baik-baikin.''
Aiden semakin erat memegang lengan Deema. ''Bukan gitu, sayang ... Baikan ya? Kamu mau kemana dulu biar mood kamu bagus lagi?'' tanya Aiden yang kini suaranya lebih-lebih lembut.
Ia melirik ke arah Aiden. Ada sedikit rasa kasihan juga melihat Aiden seperti ini. Deema tahu jika Aiden juga lelah mengurusi pekerjaannya, dan jangan sampai ia hanya menambah beban Aiden.
''Mau kemana, ayo?'' tanyanya kembali sambil mengusap-usap lengan Deema.
''Iya, Mas. Mau beli ice cream saja,'' ucap Deema yang akhirnya luluh juga.
''Nah gitu. Jangan sampai saya harus bawa ruko ice creamnya ke hadapan kamu.''
Deema tersenyum kecil. Ternyata seperti ini ya, dijadikan seorang ratu oleh laki-laki baik seperti Aiden ini. ''Memangnya kamu sanggup bawa rukonya?'' tanya Deema agar mencairkan suasana mereka.
Aiden mengangguk dengan mantap. ''Saya bisa apa saja, selagi itu urusan dunia.''
''Kalau saya minta makan ice cream sambil ngeliatin kamu joget balonku ada lima gimana?''
Dengan ragu, Aiden mengangguk. Tapi tak lama ia kembali menggelengkan kepalanya. ''Kalau anak saya yang ada di dalam perut kamu nanti minta, saya turuti apapun itu.''
Loh ... Loh ... Pasti saja berbicara dengan Aiden melesat kemana-mana. ''Kok jadi itu jawabannya? ''
''Iya. Kalau kamu ngidam bakal aku turutin semua kemauan kamu. Apapun itu.''
Deema tidak bisa menahan senyumnya. Ia ikut tersenyum di saat Aiden tersenyum manis ke arahnya. ''Mas ngomongnya aneh-aneh aja.''
''Kok aneh-aneh. Ini sebuah rencana, Deema. Saya benarkan?''
Deema hanya bisa mengangguk membenarkan ucapan Aiden. ''Kamu kebelet banget pengen nikah ya?'' tanya Deema.
''Emm ... Enggak sih. Saya masih mau tunggu kamu.''
Deema sudah tidak bisa menahan wajahnya yang tersipu malu. ''Kamu bener-bener ya ....''
''Loh, kenapa, sayang?''
''Bisa banget bikin hati orang ketar-ketir. ''
Mereka kembali bercanda gurau dan membicarakan hal-hal romantis. Sampai, mereka sampai di toki ice cream. Deema enggan ikut turun. Ia hanya ingin diberikan ice cream stroberi saja, yang akan ia makan di perjalanan nanti sampai ke toko The K.
....
''Udah ya ... Jangan marah lagi. Senyumnya mana?" tanya Aiden. Mereka saat ini sudah ada di samping toko The K, tapi mereka belum turun dari mobil.
Deema yang tengah asik memakan ice cream pun tersenyum manis. ''Makasih ya, Mas ....''
Aiden ikut tersenyum melihat hal itu. ''Iya sama-sama. Maaf ya bikin kamu kesel ....''
''Jangan gitu-gitu lagi. Kalau mau main basket udah pakai baju kamu yang biasa aja. Jangan pakai seragam yang sama kaya anak SMA.''
''Kenapa? Terlalu ganteng? '' katanya dengan penuh percaya diri.
''Iya. Jadi jangan ya. Nanti aku marah.''
''Hahaha ... Lucu banget sih.'' Aiden mencubit kedua pipi Deema.
''Aish ... Sakit, Mas ....''
Tidak, tidak sakit sebenarnya. Hanya ia tidak bisa berbicara tentang hal lain untuk menutupi rasa malunya. Deema semakin sayang kepada Aiden sebab, Aiden semakin perhatian dan sikapnya pun semakin manis kepadanya.
''Hahaha ... Yauda turun sana nanti malam saya jemput.''
''Mas banyak banget ketawa sih?''
Aiden mengangkat bahunya. ''Entah, saya juga gak tau kenapa banyak tertawa di depan kamu.''
''Tapi bukan tawa palsukan?''
''Bukan, sayang ....''
''Bagus deh ... Kamu gak ikut? Biasanya ikut ke toko.''
Aiden menggeleng. ''Saya mau ke kantor lagi. Selagi semua karyawan ada di sana.''
Deema menatap curiga ke arah Aiden. Pantas saja Aiden sudah berpakaian rapi, memakai dasi dan menggantung jasnya di belakang mobil. ''Kamu gak rapat sama cewek-cewek kan?''
''Cewek-cewek gimana?'' tanya Aiden. Ia tidak mengerti dengan semua ucapan aneh dari Deema yang akhir-akhir ini sangat mencurigai dirinya.
Mungkin seperti ini berpacaran dengan anak SMA yang penuh dengan keposesifan. Aiden tentunya tidak keberatan akan hal itu, ia hanya lucu karena Deema ketika bertanya seperti itu wajah kekasihnya ikut kesal.
''Aish ... Mas gatau ah nyebelin.''
Aiden tak henti-hentinya tertawa. Menertawai sikap Deema yang seperti anak kecil. ''Enggak sayang ... Mana ada rapat sama cewek-cewek aja. Karyawan saya banyak.''
''Bener ya? Aku beneran marah loh nanti ....''
''Iya ... Gak jadi turun-turun, katanya tadi Kak Kaila sudah nunggu ....''
''Mas ngusir aku? Yaudah ...'' Deema yang hendak membuka mobil itu pun kembali ditahan oleh Aiden.
''Eh ... Eh ... Enggak sayang ... Jangan marah-marah terus.'' Aiden sungguh takut jika Deema marah besar kepadanya.
''Maaf ya ... Tadi katanya kamu buru-buru. ''
''Pfttt ... Hahaha ... Muka kamu panik banget sih, Mas ...'' Deema tertawa karena lucu melihat wajah Aiden yang panik itu.
''Kok ketawa?''
''Habisnya kamu lucu. Aku gak marah, Mas. Maaf ya aku banyak maunya.''
Aiden pun tersenyum. Ia kembali memegang tangan Deema. ''Iya, tidak apa-apa.''
''Aku turun ya, Mas.''
Deema yang hendak turun kesulitan karena Aiden masih memegang tangannya. ''Mas ... Tanganku.''
''Hmm ... Nanti malam saya jemput.''
Deema mengangguk. ''Kalau kamu kecapean enggak perlu jemput.''
''Saya jemput. Yasudah turun sana.''
Aiden memberikan tangan kanannya kepada Deema, sambil menahan tawanya, Deema pun mencium tangan Aiden. ''Semangat kerjanya, Mas ganteng. Jangan genit-genit ya ... Nanti aku laporin bunda kalau nakal, biar di sunat dua kali. Wle ... Bye Mas ....''
Belum sempat Aiden membalas ucapannya. Deema sudah berlari masuk toko. Aiden tersenyum tulus melihat punggung Deema yang menghilang di balik pintu toko.
''Terimakasih, Deem ... sudah membuat hari saya selalu tertawa.''
Berpacaran dengan orang yang lebih muda dari umurnya. Memang membuat dirinya juga awet muda karena banyak tertawa dan ... Bahagia.