38. Mas yang menyebalkan

1842 Words
Kicauan burung pagi terdengar sangat berisik di telinga Deema, ia pun merasakan kepalanya seperti sedang menindihi sebuah tangan. Tangan? Tangan siapa itu? Pikirnya. Deema membuka matanya dan terkejut jika ada Aiden yang tertidur di sebelahnya, dengan tangan Aiden yang ia jadikan bantalan. Ya ampun! Apa yang terjadi? Deema membuka selimutnya cepat-cepat. Huftt ... Untung saja ia masih mengenakan pakaian yang rapi dan komplit. "Saya enggak apa-apain kamu." Gumam Aiden yang masih menutup matanya. Deema pun kembali merebahkan tubuhnya, kini ia membiarkan tangan Aiden bebas. Sepertinya Aiden merasa pegal. "Mas kok tidur di sini?" Tanya Deema. Ia kira Aiden akan tidur di sofa. "Kamu yang suruh." "Hah? Kapan aku nyuruh kamu buat tidur di atas kasur yang sama. Aku bilang ... Kamu tidur aja di kasur, aku di sofa ...." "Kasurnya luas ini. Kalaupun terjadi apa-apa, saya tanggung jawab." Otak Deema sudah tidak ingin mendengar ucapan dari Aiden lagi, ia memilih untuk bangun dari tidurnya. "Mas jangan aneh-aneh masih pagi. Ayo bangun kita pulang." Ia membuka gorden kamar. Hujan tidak lagi turun, dan ada sedikit matahari bersinar, tapi awan hitam masih setia berada di atas sana. "Mas sudah sholat?" Tanya Deema. Deema bisa melihat jika Aiden mengangguk. Ia pun percaya Aiden pastinya sudah sholat subuh. Deema tidak menjalani sholat karena periode haidnya belum selesai. Aiden sepertinya kembali tertidur. Ia pun berjalan untuk menyelimuti Aiden. "Kamu tidur lagi aja. Aku mandi dulu. Nanti kalau udah ada sarapan aku bangunin ya." Deema membawa baju gantinya, ia pun berjalan ke arah toilet. Ia sudah tidak takut mandi di dalam toilet ini, karena Deema selalu menyalakan semua lampu yang ada, dan menutup kaca-kaca menggunakan handuknya. Deema tidak suka jika mandi di sebuah toilet yang memiliki banyak kaca. Ia tidak suka karena jika sedang mandi, seperti ada orang yang melihat dirinya sedang mandi. Air murni di tempat ini terasa sangat dingin. Untung saja ada air panas yang sudah di sediakan. Deema mulai membersihkan dirinya. Butuh waktu 10 menit, akhirnya ia selesai dengan kegiatan mandinya. Saat ini ia sedang memakai lotion dan skincare di tubuh dan wajahnya agar kulitnya itu terlihat lebih terawat. Selesai, Deema keluar dari toilet dan masih melihat Aiden yang tertidur. Sepertinya Aiden benar-benar kelelahan. Lebih baik, ia menunggu beberapa saat terlebih dahulu. Ia tidak perlu membuat sarapan sekarang karena tidak ingin mengganggu Aiden yang sedang tertidur pulas. Deema membuka ponselnya, melihat ada beberapa pesan yang berasal dari grup para teman-temannya yang heboh dan senang karena hari ini sekolah masih di liburkan. Deema turut senang jika sekolah diliburkan. Ia tidak tahu apa kegiatan yang harus ia lakukan lagi, Deema memilih membereskan barang-barangnya yang ada di dalam kamar ini, karena sepertinya sebentar lagi mereka akan pulang. Ia memasukkan baju kotor dan beberapa alat makeup-nya ke dalam sebuah paperbag yang cukup besar. Deema pun membantu membereskan barang Aiden yang sangat berantakan ini. Menggulung beberapa kabel charger dan membersihkan sampah bekas makanan ke dalam dapur. Tentang berkas-berkas yang selalu berserakan di atas meja makan, Deema tidak berani menyentuh karena itu semua pekerjaan Aiden. Ia takut salah jika memindahkannya. Selesai dengan semua itu, Deema kini memilih untuk memesan makanan agar di bawa ke dalam kamarnya. "Mas ... Bangun ... Sudah jam sembilan ..." Bisik Deema pelan. "Mas ...." Deema sedikit merendahkan tubuhnya agar bisa melihat mata Aiden yang masih tertutup itu. "Mas?" Dengan gerakan cepat, Aiden membuka selimutnya, dan tangan kanan dan kirinya bekerja sama untuk memeluk Deema dan membawa Deema untuk berbaring bersama. "Ya ampun, Mas ... Bangun dong ... Malah kaya gini ..." Kesal Deema karena Aiden mengejutkannya. Tak hanya itu, Aiden juga menghancurkan tatanan rambutnya yang sudah sangat rapi. Aiden yang nyaman memeluk Deema itu kembali mendengkur halus. "Mas ... Mas Aiden ... Nyebelin dehh ..." Deema memukul-mukul punggung Aiden dengan pelan. Aiden membuka matanya tiba-tiba dan kembali mengejutkan Deema. "Ba!" "Ya ampun! Aish! Mas! Neyebelin ya ...." "Hahaha ..." Aiden pun tertawa terbahak-bahak. "Maaf-maaf ..." Ia kembali mencari posisi yang nyaman untuk memeluk Deema. Yang tadinya kesal. Kini Deema malah tersenyum karena ia bisa melihat wajah Aiden yang tertawa sangat bahagia. Alih-alih marah, kini Deema mengusap punggung Aiden yang lebar itu dengan tangan kecilnya. "Bangun, Mas ... Udah siang. Ayo kita pulang." "Hmm ... Tiga puluh menit lagi." "Lama banget tiga puluh menit." "Hmm ... Tiga puluh lima menit lagi." "Lah, malah nambah ... Ayo bangun, aku udah pesen sarapan." "Sebentar ... Saya masih ngantuk." "Bangun, Mas ... Cuci muka, mandi, gosok gigi, makan terus kita pulang." "Saya malas mandi." "Emm ... Pantes aja ada bau-bau." Aiden melihat ke arah Deema dengan tajam. "Saya gak bau ya ...." "Hahaha iya ... Iya ... Ayo dong ...." "Sebentar, Deema ..." Katanya kembali bernegosiasi. "Huft ...." Deema memilih untuk mengikuti kemauan Aiden. Lagipun ia merasa kasian karena sepertinya Aiden sangat kelelahan. Terjadi keheningan diantara mereka, sampai suara bel kamar berbunyi. "Mas, ada pelayan tuh nganterin makan. Awas dulu," kata Deema yang tidak bisa bangun karena terus Aiden peluk. "Hmm ... Ganggu aja." Bukannya melepaskan pelukannya, Aiden semakin memeluk Deema dengan erat. "Mas ... Ya ampun, kasian itu orangnya nungguin." "Hmm ..." Aiden pun akhirnya membiarkan Deema untuk berdiri. Deema sedikit berlari dan merapihkan baju dan tatanan rambutnya karena ulah Aiden barusan. Ketika membuka pintu kamar, Deema melihat ada seorang pelayan wanita yang membawa makanan. Deema pun mempersilahkan masuk untuk menyusun semua makanan itu di atas pantry saja, karena di meja makan masih banyak sekali kertas-kertas laporan milik Aiden. "Terimakasih, Mbak ...." Kata Deema. Setelah memastikan pelayan itu pergi, ia pun kembali menghampiri Aiden dan mengajak Aiden untuk sarapan. "Ayo sarapan," ajak Deema. Aiden pun membuka matanya dan bangun. Ia duduk di pinggir kasur untuk mengumpulkan nyawanya. "Mas ... Malah duduk." Aiden yang tidak ingin mendengar Deema kembali merajuk, ia memilih bangun dan merangkul bahu Deema. "Marah-marah terus kaya ibu-ibu," ucap Aiden dengan santainya. "Ya kamu nyebelin banget." "Iya ... Iya ... Kamu pesen apa?" Tanya Aiden ketika melihat ada beberapa makanan di atas pantry. "Menu sarapan yang ada, Mas ...." Menu yang mereka makan kali ini ada ayam suwir bumbu pedas, kentang balado, tumisan sayur dan ada beberapa lauk lagi. "Kamukan mau nyetir keluar kota. Kamu harus makan banyak." "Kamu yang harus makan banyak. Biar lucu kaya panda." "Oh iya, Mas aku baru sadar. Aku ngerasa badan aku lebih berisi dari yang kemarin. Aku nyobain baju yang dulu aku pakai jadi kerasa sesak." "Oh ya? Bagus dong. Biar kelihatan bahagia." Deema menggeleng. "Nanti kalau aku gemuk. Kamu gak suka ...." "Kata siapa?" Tanya Aiden. "Secara kamu itu guru olahraga. Pasti semua harus perfect pastinya. Apalagi bentuk tubuh." "Saya seperti itu?" "Hehehe ... Enggak tau juga sih ...." Aiden menggeleng. "Tidak seperti itu ... Saya tidak melihat seseorang dari fisik. Badan berisi asal sehat dan teratur dalam olahraga itu enggak apa-apa. Dan kamu seharusnya naikin berat badan kamu, tapi harus sambil olahraga juga. Biar keliatan lebih sehat." "Aku males banget olahraga. Apalagi pelajaran olahraga. Malas banget." "Berarti waktu pelajaran saya, kamu gak niat dong?" Deema pun cengengesan. "Hehehe iya sih, dikit. Habisnya capek banget. Mana aku gak bisa. Akukan cewek, Mas ...." "Mau cewek, mau cowok. Olahraga itu sama, Deema ... Jangan membeda-bedakan." "Baik, Pak guru ...." .... Siang harinya, akhirnya mereka sedang dalam perjalanan pulang. Setelah penantian panjang menunggu kapan waktu pulang, akhirnya kesempatan itupun ada. Setelah ada beberapa masalah tadi, karena mereka melewati tanah longsor yang belum di bereskan. Tapi, atas izin Tuhan mereka pun bisa melewati beberapa masalah tersebut. Saat ini mereka sudah masuk ke dalam TOL kota. Dan sebentar lagi mereka akan sampai. Rencananya Deema meminta Aiden untuk mengantarkannya ke toko, agar ia bisa langsung bekerja, lagipun hari masih siang. Anggap saja ia masuk bekerja seperti sepulang sekolah biasanya. "Terimakasih ya sudah menemani saya bekerja." Deema pun mengangguk. "Sama-sama, Mas ... Kamu langsung pulang atau mau ke kantor?" "Saya mau ke sekolah, akan diadakan rapat jam dua siang nanti." "Hati-hati ya, Mas. Selesai itu?" "Emm ... Saya mau ada pertemuan di kantor bersama karyawan-karyawan saya jam empat sore. Kamu bisa pulang sendiri?" "Bisa, Mas. Aku sudah besar. Semangat ya ... Jangan terlalu capek." Aiden sedikit tersenyum. "Enggak apa-apa terlalu capek juga. Nanti kalau lihat kamu, capek saya sudah hilang." Deema pun tertawa dengan gombalan Aiden itu. "Mas ... Mas ... Gombalan tua itu. Hahaha ...." "Itu bukan gombalan, Deema ...." "Apa dong?" "Ucapan tulus dari hati saya." Kalian sudah lihat semua bagaimana sikap asli Aiden yang sangat manis ini. Dulu, ketika mereka pertama kali bertemu, Deema sangat kesal dan tidak suka dengan kehadiran guru baru itu, yang notabenenya adalah Aiden. Tapi lihat sekarang, mereka malah saling suka, walaupun sepertinya, tahap mencintai diantara mereka belum ada. Lagipun mereka baru bertemu beberapa waktu saja, biarlah cinta mengikuti waktu bersama mereka. Tak terasa, Aiden menghentikan mobilnya di depan toko Kaila. Sepertinya saat ini hujan baru saja reda. Ia pun turun dari mobil lalu melambaikan tangannya, setelah melihat mobil Aiden yang sudah pergi Deema pun masuk ke dalam toko. Ada mas Riki yang tengah menjaga toko seorang diri. "Hai ... Mas ..." Sapa Deema sambil melambaikan tangannya. "Hei, Deema ... Kemana saja, baru terlihat?" "Maaf, Mas beberapa hari ini kurang enak badan." "Tapi sudah sembuh?" Deema mengangguk. "Alhamdulillah sudah ...." "Bagus kalau begitu. Kamu bisa bantu Nomi lagi hias kue sendiri. Anak baru lagi pergi ke toko bahan-bahan sama kak Kaila." "Siap, Mas. Aku ke atas dulu ya." Deema berjalan bersemangat ke lantai dua. Akhirnya ia bisa kembali bekerja setelah hampir tiga hari ia terjebak bersama Aiden di pelosok kota. "Hai ... Mbak Nomi ..." Sapa Deema dengan girang. "Hai ... Ya ampun kemana aja kamu? Aku jadi harus ngehias kue sendiri." "Ya ampun. Mbak maaf ya. Aku sakit kemarin." Nomi tersenyum manis. "Yasudah. Ayo bantu aku. Sekarang kita banyak banget pesanan, dari luar kota juga ada. Kak Kaila sudah bikin aplikasi pengirimannya." "Oh ya? Aku harus banyak latihan ini." Deema tidak semahir orang yang bersekolah atau kursus dalam mengerjakan kue-kue seperti ini. Ia hanya tau dasar dan berkat ajaran yang disampaikan oleh neneknya dulu, dan Kaila tentunya yang membuat ia bisa menghias kue. Nomi pun banyak membantu karena ia sudah bersekolah kursus selama satu tahun untuk membuat kue dan lain-lain. "Ada beberapa kue custom. Sekarang kamu mau ngerjain yang mana?" Selesai memakai apron dan alat-alat perang lainnya, Deema pun mulai siap untuk kembali bekerja. "Aku mau yang simple aja, Mbak. Hehehe ...." Nomi mengangguk ia mulai mengajarkan Deema bagaimana memotong kue jika keluar atau lebih dari diameter yang ditetapkan. Mengoleskan butter cream yang rapi di atas kue yang bentuknya seperti itu. Dan banyak lagi ilmu yang Deema dapatkan dari Nomi. "Seperti biasa. Buahnya sudah aku siapkan di dalam kulkas. Kamu tinggal susun aja. Paham?" Deema mengangguk. "Paham, Mbak. Terimakasih ya sudah terus mengajarkan aku." "Sama-sama ... Kita saling membagi ilmu." Deema mulai bekerja dan menghias kue yang banyak ini berdua dengan Nomi. Ia pulang bekerja pukul 8 malam, dan Deema belum sempat bertemu dengan Kaila karena katanya Kaila sedang mengisi seminar lagi. Deema pulang menggunakan angkutan umum karena Aiden tidak bisa menjemputnya. Ia pulang dengan keadaan senang, semoga saja ketika pulang, ibu dan adiknya baik-baik saja. Tak lupa Deema membelikan makanan yang enak-enak untuk adik dan ibunya itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD