Menikmati semilir angin yang sangat menyejukkan. Melihat pemandangan malam kota yang indah. Tak lupa dengan lampu-lampu cantik yang memanjakan pengelihatan mereka.
Saat ini Deema dan Aiden tengah berada di sebuah tempat yang cukup tinggi datarannya. Sehingga mereka bisa menikmati angin malam ditambah cantiknya kota pada malam hari.
Jika ada yang bertanya mengapa mereka di sini, sebab Deema akan mengenalkan satu tempat makan kepada Aiden yang katanya sedang terkenal itu. Hanya makanan sederhana namun dengan sejuta rasa, orang bilang makanan itu bernama ketoprak.
Deema tahu makanan viral itu yang sedang dibicarakan teman-teman di toko ataupun teman-teman di kelasnya, yang bilang jika makanan di tempat ini sangatlah enak, dan porsinya pun sangat-sangat tidak manusiawi, ditambah wajib hukumnya mengunjungi tempat ini pada malam hari.
Dan ... Ternyata benar, di sini cukup ramau dan indah. Mereka memilih tempat yang paling strategis, tempat yang bisa langsung melihat view kota dari atas sini, dan jauh daru keramaian.
''Mas, mau pesen apa? Aku pesenin ya ....''
''Emm ... Kamu aja yang pilih saya ikut kamu.''
Deema pun mengiyakan ucapan Aiden dengan semangat. ''Oke! Aku pesenin.''
Hendak berjalan pergi, Aiden menahan lengan Deema. ''Kamu lupa bawa uangnya?'' tanya Aiden.
''Hehehehe ... Aku bawa dompet kok, tenang aja.''
Aiden memegang tangan Deema dengan tangan kirinya, lalu mengambil dompetnya melalui tangan kanan. ''Ini,'' Aiden memberikan Deema dua lembar uang berwarna merah.
''Makan sama cowok itu, cowoknya yang bayar.''
Deema dengan senang hati menerima uang pemberian dari Aiden. ''Siap ayang, kamu tunggu sini ya.''
Deema yang hendak melanjutkan jalannya itu pun kembali membalikan tubuhnya karena teringat dengan tangannya yang masih di pegang oleh Aiden. ''Mas? Gak mau di lepas nih?''
Aiden menatap wajah Deema dengan tatapan yang sangat gemas menurut Deema. ''Kok gitu mukanya lebay banget, hahaha ....''
''Lepas dong, aku mau pesen makanan dulu, Mas ....''
''Jangaj lama-lama, cukup satu menit.''
Deema mengeluarkan napasnya. ''Huftt ... Iya Mas ....''
Aiden sedikit tersenyum dan melepaskan tangan Deema. Deema pun berjalan ke arah gerobak yang sedang mangkal itu, ia memesan satu porsi ketoprak dan dua gelas es teh. Setelah membayar, Deema kembali melihat ke arah beberapa gerobak yang sangat menggoda matanya. Tapi ia bingung harus membeli apa, sebab sebelum ke sini ia baru saja selesai makan malam. Deema mencium aroma jagung yang sangat wangi, ia pun menghampiri penjual jagung bakar yang diberikan beberapa bumbu itu, selesai membayar ia pun kembali ketempatnya, karena makanan itu akan segera di antar.
''Lama banget, ngobrol apa sama abang jagung?'' tanya Aiden yang menatap tak enak kepada Deema.
Baru saja Deema duduk dan ingin memberikan kembalian uang, tapi Aiden sudah menatapnya seperti itu. ''Abang jagung? Ya ampun, aku pesen dong, Mas ... Mereka lagi ngeluarin menu baru katanya jagung bakar manis pake keju mozarella. Yauda aku pesen.''
''Bener? Kok tadi ketawa-tawa gitu?''
Deema menatap heran ke arah Aiden. Kok bisa-bisanya orang seperti Aiden sangat cemburuan hanya karena dirinya memesan makanan? Dan bagaimana bisa seorang Aiden harus berbicara banyak tentang hal yang tidak penting.
Deema menggelengkan kepalanya, ia harus sadar, dan harus terbiasa dengan sikap Aiden yang baru ia temui. Dan ia pun harus senang karena Aiden menunjukan sifat seperti itu hanya kepadanya.
''Iya bener, Mas ... Jangan cemberut gitu dong ... Aku jadi pengen ketawa.''
Aiden pun berdehem, ia kembali menetralkan ekspresinya.
''Mas, kamu capek ya pulang dari kantor?'' Deema memilih bertanya dan mengalihkan obrolan.
''Hem? Enggak kok saya enggak capek.''
Deema menyipitkan matanya, ia cukup ragu dengan ucapan Aiden yang katanya tak lelah itu. Deema tahu jika Aiden lelah, karena ia bisa melihat wajah dan mata Aiden yang sangat lesu.
''Jangan bohong, Mas. Aku tau dari mata kamu. Kamu belum pulang ke rumahkan?''
Aiden menggelengkan kepalanya. ''Saya langsung pergi ke kantor tadi siang.''
''Kenapa? Ada masalah di kantor?'' tanya Deema kembali sambil mengusap lengan Aiden.
Deema bisa mendengar jika Aiden membuang napasnya. ''Ya ... Seperti itulah.''
Deema mengangguk. Ia cukup mengerti, ia tidak ingin melanjutkan pertanyaannya lagi, sebab ia masih tahu batasan dengan Aiden. Lagipun makanan mereka sudah datang.
''Silahkan dinikmati, Mbak, Mas ....''
''Terimakasih, Pak.''
Bapak itu mengangguk ia kembali ke tempatnya.
''Mas, lihat deh porsinya.''
Aiden dan Deema sama-sama melihat ke arah piring ketoprak yang cukup besar itu. Isinya pun menggunung ke atas. ''Kamu pesan berapa poris?'' tanya Aiden.
''Ha? Ini aku pesan satu porsi kok buat kamu aja, aku pesen ini aja, jagung.'' katanya sambil menunjuk mangkuk yang berisi jagung.
''Saya enggak akan habis makan sebanyak ini.''
''Habisin dong, Mas. Ini enak tau. Aku nyobain punya Mbak Nomi siang tadi.''
''Oh iya, ini kembaliannya. Kamu ngasih uangnya kebanyakan.''
Aiden menatap dingin ke arah Deema. Ia tidak suka jika Deema memberikan uang kepadanya, uang apapun itu. ''A-- eng -- kenapa, Mas?'' tanya Deema yang tidak mengerti dengan tatapan wajah Aiden.
''Kalau saya kasih uang simpan saja. Mengerti?''
''Emm ... Iya, Mas. Maaf.'' Deema menundukan wajahnya karena merasa tidak enak.
Aiden mengangkat wajah Deema dengan tangannya yang berada di dagu Deema, ia pun memperlihatkan senyum manisnya. ''Kamu gak salah. Tapi harus mengerti ya.''
Deema pun hanya bisa mengangguk. ''Inu cara aduknya gimana?'' tanya Aiden yang kebingungan.
Deema mengambil garpu dan sendok, ia mulai mengaduk ketoprak itu dengan pelan karena takut jika makanannya berjatuhan. ''Tinggal di aduk aja, Mas.''
Aiden mengangguk. ''Selagi kamu pegang sendok, kamu saya yang suapin,'' kata Aiden yang pura-pura sibuk dengan ponselnya.
Deema membelalakkan matanya. Serius? Aiden menyuruhnya untuk menyuapi dirinya dengan seperti itu? Ya ampun ... Tapi tak apa, suatu kehormatan menyuapi orang tampan seperti Aiden.
''Mas, aaaa ...'' Deema memberikan Aiden satu suapan besar, dan diterima oleh Aiden.
''Gimana? Enak?''
''Em ... Em ... Enak banget ternyata. Saya belum pernah coba ketoprak seenak ini.''
Deema tersenyum puas. Rekomendasi makanannya kali ini tidak gagal. Ia tertawa di saat Aiden kesusahan mengunyah makanannya yang menumpuk di mulutnya itu.
''Mas, pelan-pelan dong, hahaha ....''
''Eumm ... Kamu nih kerjaannya ...'' Aiden berbicara di sela-sela mulutnya yang penuh dengan makanan.
Disamping ia menyuapi Aiden, Deema pun memakan jagungnya yang ternyata sangat enak itu. Ia baru merasakan jagung bakar yang di bumbui manis asin seperti ini.
Ditengah-tengah Deema tengah menikmati jagung bakarnya, dan Aiden memilih untuk makan makanannya sendiri, Aiden pun bertanya kepada Deema. ''Kamu gak mau tanya masalah saya apa?''
Deema melihat ke arah Aiden, sebelum menjawab, ia lebih memilih untuk meminum es tehnya yang sangat menyegarkan itu. Deema pun menjawab. ''Ada banyak banget pertanyaan yang mau aku tanyain sama kamu. Cuma ... Aku tau batasan, dan itu privasi kamu, Mas. Bukan aku gak peduli hanya saja, aku ngerasa masih belum pantas buat tau semua yang ada di dalam kehidupan kamu.''
Tanpa perlu pikir panjang, semua ucapan itu keluar dengan sendirinya dari mulut Deema. Memang itu yang Deema maksud, mengapa selama ini ia tidak bertanya lebih dalam tentang kehidupan Aiden, ia hanya ingin menjaga batasan.
''Deema, asal kamu tau. Saya suka dengan perempuan yang selalu bertanya kepada saya. Saya lebih suka berbagi cerita dengan orang lain.''
''Jadi ... Kamu gak akan kesinggung kalau aku bertanya tentang apapun dari kehidupan pribadi kamu?'' tanya Deema dengan hati-hati.
Aiden menggeleng sambil tersenyum. ''Saya enggak akan marah. Akan saya jawab semampu saya. Atau ... Saya perlu kasih tau berapa aset investasi, saham dan perusahaan saya?''
Deema menganga. ''Hah? Kamu serius? Jangan kasih tau aku deh, aku juga gak paham sama yang kaya gitu, Mas. Hehehe ....''
''Asal kamu cerita tentang keseharian kamu, masalah kamu, aku aja udah senang kok,'' lanjut Deema.
''Ini yang namanya pacaran anak muda, Deem?'' tanya Aiden dengan polosnya.
''A? Yaiyalah lah, Pak. Kamu itu pacaran sama aku, berarti gayanya harus gaya anak muda. Jangan gaya anak kantoran pacaran. Sulit, Pak.''
''Pak? Bapak siapa?''
''Aduh, maaf Mas ... Hehehe keceplosan. Habisnya kamu bikin emosi aku naik terus.''
Aiden mengangguk-anggukan kepalanya. ''Memangnya gaya pacaran anak kantoran gimana?''
''Eemmm ...'' Deema berpikir sebentar, sebelum ia menjawab. ''Kaya gitu loh, Mas. Yang orang kaya-kaya gitu pacarannya formal banget. Sampe dinner di restoran mewah, terus gak ada kabar-kabaran, terus gak ada yang namanya cemburuan. Pokoknya mereka itu pacaran tapi masih ambisi sama uang dan pekerjaannya.''
Aiden menahan tawanya yang ingin keluar karena melihat Deema yang bercerita itu sangat lucu sekali. ''Gitu ya?'' tanya Aiden yang pura-pura tidak tahu, padahal ia mengerti maksud dari ucapan Deema.
Deema mengangguk dengan mantap. ''Iya gitu, Mas. Jadi ... Kamu harus inget kalau kamu itu pacaran sama aku, dan aku masih anak muda. Jadi kamu yang harus menyesuaikan. Dapat di mengerti, Mas ganteng?''
''Baru bilang ganteng sekarang, kemarin kemana aja?''
''Aish ... Obrolan yang tadi aja belum beres, sekarang nambah yang baru.''
''Iya-iya, sayang ... Saya ngerti. Pacaran anak muda itu lebih ke emm ... Alay ya?''
''Dih, hahaha ... Mas kok tau bahasa alay dimana? '' tanya Deema yang sudah tidak bisa menahan tawanya.
Aiden yang bingung harus menjawab apa, ia hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal. ''Emm ... Saya juga gak tau dapet dari mana. Tapi murid-murid saya bilang kalau pacaran jaman sekarang itu pada alay.''
Deema kembali tertawa disaat Aiden berbicara kata 'alay' entah mengapa itu sangatlah lucu. ''Hahahaha ... Udah, Mas ... Udah ... Aku sakit perut ketawa terus.'' Deema memilih menyudahi tawanya dan kembali melanjutkan makannya.