Bab 2. New York

1008 Words
Tepat satu minggu kemudian, Adrian melepas kepergian Rindu bersama istrinya Utari ke bandara internasional Sukarno Hatta di Tangerang menuju Amerika. Rindu dan mamanya menempuh penerbangan puluhan jam sampai akhirnya tiba di bandara internasional John F. Kennedy di kota New York. Setelah mengambil koper masing-masing, Utari mengajak Rindu menunggu temannya yang akan menjemput di sana. Ada hal yang membuat Rindu merasa penasaran mengapa Adrian memintanya mengungsi jauh sampai ke Amerika. "Ma, kenapa sih papa nyuruh aku pindah ke sini? Padahal kan bisa nyuruh pindah aku ke Singapura atau kota lain yang enggak jauh gitu?" Rindu mengelus perut buncitnya yang memasuki usia kehamilan lima bulan. "Ya itu kalau jauh gini kamu jadi enggak bisa pulang kalau tiba-tiba kangen Aksa, Rin. Coba kalau misalnya kamu cuma ke Singapura, pagi berangkat ke Singapura, sore udah balik ke Jakarta. Rasanya percuma kalau cuma pindah ke Singapura, sama aja dengan enggak pindah ke mana-mana." Adrian dan Utari tahu terkadang Rindu bisa melakukan hal senekat itu. Walaupun setelah bercerai dengan Aksa, perempuan itu belum pernah memaksa bertemu dengan Aksa. "Iya sih, tapi Aksa udah berubah, Ma, dia udah sibuk dengan yang lain, enggak ingat sama aku lagi." Wajah Rindu berubah sendu. Utari mengusap pundak Rindu dengan lembut. "Udah, mulai hari ini enggak usah ingat-ingat Aksa lagi ya. Nanti bikin kamu tambah sedih." Rindu menganggukkan kepala. Dia memikirkan Adrian, betapa repotnya sang papa menyiapkan kepindahan anaknya ke New York. Tidak hanya mengeluarkan uang yang banyak, tetapi juga harus memikirkan soal tempat tinggal, rumah sakit dan hal lain di negeri paman Sam itu. Namun, semua jadi lebih mudah karena Utari memiliki teman di sana, sehingga mereka dengan cepat mendapat tempat tinggal selama berada di sana. Tak lama kemudian, teman Utari datang menjemput. Seorang perempuan paruh baya yang masih terlihat cantik di usianya yang tidak muda lagi bersama seorang pria yang Rindu taksir usianya lebih tua darinya. Perempuan itu menebak jika pria itu adalah anak teman mamanya. Dua orang teman lama itu saling bersalaman saat bertemu. Keduanya saling menegur dengan ramah dan berbalas senyum. "Rin, kenalin teman Mama, Tante Alya." Rindu tersenyum pada Alya lalu mencium punggung tangannya. Alya sudah mendapat cerita dari Utari soal perceraian dan kehamilan Rindu agar tidak menimbulkan banyak pertanyaan. "Oh, Tar, Rin, ini kenalin anak saya, namanya Attar. Attar ini senior manajer di perusahaan fashion ternama di sini." Attar menyalami tangan Utari lebih dulu baru dia mengulurkan tangan pada Rindu. Rindu memindai Attar dari ujung rambut sampai ujung kaki baru menyalami tangan pria itu. "Ganteng juga, tapi pasti sudah punya pacar," batin Rindu sambil tersenyum pada Attar. Kemudian Alya mengajak Utari dan Rindu menuju mobilnya. Mereka akan mengantarkan Rindu dan Utari ke apartemen yang lokasinya tidak jauh dari kediaman mereka. New York adalah kota metropolitan terpadat di dunia. Rindu mengamati jalanan yang ramai. Dia merasa senang berada di sana dan ada niatan untuk berkeliling kota itu nanti bersama Utari. *** Mobil yang dikemudikan Attar tiba di parkiran apartemen yang akan menjadi tempat tinggal Utari dan Rindu. Alya bersama Attar mengantar keduanya ke unit apartemen yang disewa Utari. Tiba di depan unit yang dimaksud Alya membuka pintu lalu dia serahkan kunci apartemen itu pada Utari. Mereka pun masuk bergantian. Attar tidak berlama-lama di sana karena dia harus kembali bekerja, dia pun pamit pada Alya, Utari, dan Rindu kembali ke kantor. "Apartemen ini disewakan sekaligus dengan isinya, sudah saya bersihkan semua ruangan." Utari menjelaskan tentang ruangan apa saja yang ada di sana. Di apartemen itu terdapat dua kamar. Utari dan Rindu mendapat kamar sendiri-sendiri. Rindu masuk kamar membawa koper lalu berdiam diri di sana. Sementara sang mama mengobrol dengan Alya sambil mengeluarkan camilan dari dalam koper untuk menemani obrolan mereka. Rindu memperhatikan jalanan dari jendela kamarnya sambil berpikir tentang apa yang akan dia lakukan selama tinggal di kota itu. Tidak mungkin jika dia hanya berdiam diri di unit apartemen sampai waktunya melahirkan. Rindu keluar dari kamar lalu pamit pada Utari dan Alya. "Ma, Tante, aku keluar dulu ya, mau lihat-lihat ada apa aja di sekitar sini." "Iya, jangan jauh-jauh ya, Rin," pesan Utari dan Alya pada Rindu. Dia tahu itu. Rindu pun takut tersesat di kota orang dan dia tidak bisa pulang ke apartemen. Dari kamarnya tadi, Rindu melihat sebuah toko besar yang menjual kue dan pastry. Pastry adalah makanan favorit Aksa. Rindu pun suka dengan pastry karena rasa cintanya pada pria itu. Dulu dia pernah berkata pada Aksa akan mengambil kursus belajar membuat berbagai jenis pastry agar dia bisa memasak untuk Aksa. Namun, rencana itu tidak pernah terealisasi karena setelah menikah Rindu disibukkan dengan pekerjaan di kantor. Melihat berbagai jenis pastry yang menggugah selera, Rindu memutuskan untuk membeli beberapa. Di apartemen juga ada Alya, dia pun membelikan beberapa untuknya. Selesai berbelanja, Rindu pun kembali ke apartemennya. Dia berikan satu kotak pastry untuk Utari dan Alya lalu bergabung mendengarkan obrolan mereka. *** Berada satu minggu di sana, Rindu meminta izin pada Adrian untuk mendaftar kursus membuat pastry di dekat apartemennya. Ternyata di sebelah toko itu ada tempat kursus membuat pastry dan kue. Pria itu menyampaikan pesannya lewat Utari. "Rin, papa bilang kamu boleh ambil kursus itu biar ada kegiatan di sini. Jadi, kamu enggak bosen juga tinggal di sini," ucap Utari saat sedang sarapan bersama Rindu. "Wah, makasih banget, Ma." Rindu bangkit dari kursi mendekati Utari lalu memberikan ciuman di kedua pipi mamanya. "Jangan lupa telepon papa bilang makasih." "Ok." Tidak mau menunggu lama, selesai sarapan Rindu langsung mendaftar kursus di tempat itu. Perempuan itu mengambil kelas pastry. Dia langsung mendaftar dan mengurus biaya kursus lalu mencatat jadwal kursusnya. Rindu sudah tidak sabar untuk segera mulai bekerja pastry yang sudah menjadi keinginannya sejak lama. *** Besoknya dengan perasaan bahagia dan wajah berseri, Rindu masuk kelas pastry. Dia pun duduk di salah satu kursi kosong yang ada di sana. Rindu sudah siap menerima semua materi pelajaran hari itu. Tiba-tiba mejanya diketuk oleh seseorang. Rindu menoleh menatap wajah seorang pria di sebelahnya. "Mas Attar, ngapain di sini?" tanya Rindu dengan perasaan bingung. "Cari kursi lain, ini tempat duduk saya!" Pria itu mengusir Rindu dengan tatapan dingin pada perempuan itu. Dia tidak memedulikan kondisi Rindu yang tengah hamil.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD