Bab 3. Kembali Ke Tanah Air

1136 Words
"Emang aku enggak boleh duduk di sini, Mas? Setiap peserta punya kursi masing-masing terus enggak pindah-pindah gitu?" protes Rindu pada Attar, tetapi masih duduk di kursi itu. "Pokonya enggak boleh. Kamu cari kursi lain yang kosong sana!" Attar mengusir Rindu. "Tapi aku enggak mau." Attar menatap tajam pada Rindu. "Pindah atau aku duduk di pangkuanmu!" "Dasar cowok gila!" Rindu bangkit dari duduknya lalu pindah ke kursi lain yang letaknya jauh di belakang. Perempuan itu merasa heran pada Attar yang sikap buruknya pada perempuan hamil sepertinya. Sebagai seorang pria semestinya dia merelakan kursi itu untuk Rindu, tetapi Attar tidak peduli sama sekali dengannya. Rindu menyapa beberapa orang di dekatnya karena dia memang mahir berbahasa Inggris, sehingga tidak mengalami kesulitan untuk berbaur dengan warga asli di sana. Pria itu memang sengaja bersikap tidak ramah pada Rindu. Dia tidak ingin mengasihani Rindu karena takut terjebak pada perasaan kasihan itu. Apalagi Rindu pernah menikah dan hamil dari mantan suaminya. Dia pikir suatu hari mereka bisa saja rujuk karena anak. Tak perlu lama menunggu guru memasak mereka pun datang. Guru itu menjelaskan materi yang akan mereka pelajari hari itu lalu semua peserta kursus pindah ke meja masing-masing untuk mulai praktek. Di kelas hari itu mereka akan belajar membuat croissant. Semua bahan dan alat sudah tersedia di meja, mereka bisa langsung mulai menimbang bahan dan membuat adonan, resting, membentuk hingga memanggang croissant buatan mereka sampai matang. Attar yang mejanya bersebrangan dengan Rindu memandang remeh pada hasil masakan buatan Rindu yang bentuknya tidak estetik dan agak berantakan. Namun, itu hanya tampilan fisik saja. Soal rasa boleh diadu, terbukti saat pria itu merasa penasaran dengan rasa croissant buatan Rindu, rasanya enak hingga membuat pria itu tanpa sadar memuji masakan Rindu. Kedua matanya melebar. "Enak juga croissant buatan kamu. Enggak kalah dengan buatan saya, mau coba?" Attar menawarkan croissant buatannya pada Rindu. Perempuan itu mencobanya, croissant buatan Attar memang enak dan bentuknya rapi, punya Rindu jelas kalah. Tanpa disadari Rindu kini berada di antara dua pria yang sama-sama menyukai pastry, mantan suaminya Aksa dan Attar. Sejak hari itu mereka pun mulai berteman, tetapi tidak akrab hingga terpikir untuk menjalin hubungan yang serius. *** Lima tahun kemudian, Rindu sudah melahirkan seorang anak laki-laki yang lucu. Wajah anak itu mewarisi ketampanan papanya. Setiap kali menatap wajah anak yang dia beri nama Rafa Mahendra itu, Rindu pasti teringat pada Aksa. Terkadang perempuan itu menangis jika teringat pada kejadian perpisahannya dengan pria yang terus dia cintai. Anak itu sudah berusia empat tahun dan sering menanyakan keberadaan papanya. Rindu hanya bisa mengatakan jika papanya Rafa ada di Indonesia dan mereka berpisah karena sang mama ingin belajar membuat pastry. Sebuah alasan sederhana yang bisa Rindu katakan pada anaknya. "Rin, kenapa sih kamu terus menolak investasi dari aku? Padahal kan lumayan, Rin, bisa bantu ngembangin toko kamu ini." "Makasih ya, Mas buat tawaran investasinya, tapi aku enggak mau misalnya suatu hari kita berantem atau musuhan akan berdampak buruk sama toko yang aku rintis ini. Aku punya uang yang cukup untuk membuka toko ini." Rindu terlalu jujur pada Attar dengan alasannya. Hubungan keduanya sampai saat itu tetap sebagai teman biasa. Attar dan Rindu sedang berada di sebuah toko yang rencananya akan dipakai Rindu berjualan pastry buatannya. Sejak Rafa suka makan pastry, kemahiran perempuan itu meningkat dalam membuat pastry. Dia pun banyak membuat kreasi baru buatannya sendiri. Kepulangan Rindu ke Indonesia adalah untuk menyekolahkan Rafa sambil membuka toko kue dan pastry di kawasan gedung perkantoran. Dia sudah tidak mau lagi kembali bekerja di kantor karena sudah memiliki anak. Dengan membuka toko itu, Rindu memiliki aktivitas lain selain mengurus Rafa. "Jadi, mau buka minggu depan?" tanya Attar untuk melihat keyakinan Rindu. "Jadi dong, Mas nanti datang pas pembukaan ya, aku kasih diskon deh. Oh ya, emang jam segini boleh keliaran di luar kantor ya, Mas? Kan masih jam kerja." Attar memutuskan kembali ke Indonesia juga karena pekerjaannya dipindah ke kantor yang ada di sana. Letak kantor tempat dia bekerja pun tidak jauh dari toko yang disewa Rindu karena mereka memang mencari ruko kosong di dekat area perkantoran. Rindu memang membidik pasar karyawan kantor. Mereka juga bisa memesan kue dan pastry buatan Rindu untuk menemani meeting pagi atau sore hari karena Rindu membuka toko pada jam delapan hingga jam lima sore. *** Satu minggu kemudian, Rindu berhasil membuka toko kue dan pastry-nya dengan lancar. Dia memberikan diskon besar pada hari pembukaan sehingga tokonya ramai didatangi pembeli. Hari itu hampir semua kue ludes sebelum jam makan siang. Rindu merasa puas melihat hasil jerih payahnya di hari pertama membuka toko. Dia juga menyempatkan menjemput Rafa lalu membawanya ke toko setelah jam makan siang. Pada saat itu juga Attar mampir untuk melihat kondisi toko Rindu di hari pertama dia membuka toko. "Wah, sukses besar, Rin, maaf ya enggak bisa bantu, kamu sih buka tokonya kok hari kerja sih?" protes Attar pada Rindu yang memilih pembukaan pertama tokonya di hari Rabu. "Makasih ya, Mas. Ya sedikit atau banyak disyukuri aja. Enggak usah repot bantuin, Mas, aku banyak yang bantu kok di sini, Mas fokus kerja aja. Aku buka pertama di hari Rabu kan karena memang targetnya orang kantor, Mas. Mas Attar lupa, ya?" "Iya juga ya. Eh, kok ada Rafa di sini? Udah makan siang belum, Raf?" tanya Attar pada anaknya Rindu. Mereka sudah kenal dekat dan sering bermain bersama sejak anak itu masih kecil. "Udah tadi, Om. Om udah makan?" tanya Rafa balik. "Om udah makan dong tadi di kantor, coba tanya mama kamu tuh, dia udah makan apa belum?" Attar selalu memberikan perhatian kecilnya pada Rindu entah itu sebagai teman atau ada perasaan lain. "Mama udah makan belum?" tanya Rafa pada Rindu yang sedang berada di balik meja etalase. "Belum. Nanti aja deh, belum laper." "Jangan lupa makan loh, Rin, jangan sampai sakit lagi. Kamu tuh emang kadang-kadang suka enggak inget kalau punya penyakit lambung. Ya sudah aku balik ke kantor dulu, ya." Attar pamit keluar dari toko lalu kembali ke kantornya. Rindu membawakan Rafa piring kecil yang berisi croissant dan semangkuk kecil saus cokelat. "Duduk di sini dulu, ya, Nak, Mama mau ke dapur dulu!" Rindu berjalan ke dapur setelah Rafa menganggukkan kepala. Saat Rafa sedang menikmati croissant yang dia cocol ke saus cokelat. Seorang pria yang masih dicintai Rindu datang sendiri. Dia mendengar dari karyawan soal pembukaan toko kue dan pastry baru. Sebagai seorang pecinta pastry, Aksa merasa wajib datang ke toko itu. Saat melangkahkan kakinya masuk toko, pria itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling toko dan berhenti menatap seorang anak yang sedang menikmati croissant dengan saus cokelat seperti kesukaannya. Dia pun berjalan menghampiri Rafa lalu duduk di hadapannya. Raut muka Aksa berubah saat melihat Rafa yang memiliki wajah sangat mirip dengannya sewaktu kecil. Dia pun mencari sosok orang tua anak kecil itu di meja lain yang ada di sana, tetapi tidak menemukan siapa-siapa. Didorong rasa penasaran, Aksa pun bertanya pada Rafa. "Orang tuamu di mana, Nak?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD