Bab 2

1444 Words
Alunan musik klasik romantis mengalun lembut mengiringi acara bahagia Ade dan Riska, kedua mempelai tampak begitu bahagia dan sesekali mereka saling menatap penuh rasa kagum. Ada perasaan aneh yang menyeruak dalam hati ini, yaitu iri.   Seperti halnya wanita lain, aku pun berharap bisa menikah dengan seorang lelaki yang sangat aku cintai dan tentunya dia pun juga mencintaiku. Hanya saja, dengan keadaanku sekarang ini, rasanya hal itu sangat mustahil dan tidak mungkin terjadi.   Aku dan Yola berjalan beriringan. Dalam hati aku terus merapalkan doa dengan harapan hanya aku dan Yola yang menjadi tamu terakhir di acara bahagia mereka.  "Sepi, hanya tinggal beberapa tamu dan keluarga ini saja." Bisik Yola.  Aku hanya menggumam pelan, pasalnya sebelum Yola mengatakannya, aku sudah terlebih dulu memastikannya sendiri. Aku tau beberapa orang dari keluarga Riska dan Ade, diantaranya kedua orang tua dan juga Bang Iman.  Bahkan dari jarak cukup jauh, Bang Iman sudah menyadari kehadiran kami dengan memberikan senyum manis, tidak ketinggalan lesung pipit yang membuatnya terlihat makin tampan.  "Tunggu sebentar lagi." Aku menahan pergelangan tangan Yola, ketika ia hendak menghampiri ke tempat pengantin berada. Aku tau, Yola ingin segera menghampiri pasangan pengantin baru itu dan memamerkan penampilannya yang menurutnya sudah sangat cantik.  "Masih ada beberapa tamu lainnya, tunggu sampai mereka selesai menyalami pengantinnya." Jelasku, begitu Yola menatapku penuh tanya.  Aku tau, Yola merasa kurang setuju dengan usulku tapi karena kedatanganku dikarenakan dirinya, tentu saja dia harus mengikuti keinginanku. Anggap saja itu adil.  "Riasanku gak ada yang rusak kan?" Tanya Yola. Meskipun ia tengah menatap pantulan wajahnya dalam sebuah cermin, ia tetap bertanya padaku.  "Bukannya kamu sedang bercermin." Jawabku santai, sambil menyesap minuman berperisa jeruk, berwarna orange. "Gunanya cermin itu apa? Kalau masih tanya juga." Lanjutku. Rasa minuman yang kuteguk terasa begitu asam, hingga membuatnya sulit tertelan.  "Lalu, apa gunanya teman kalau hal seperti itu saja tidak mau menjawab." Balas Yola dengan kesal. Ia tidak lagi bertanya dan justru memasukan cermin kecil miliknya kedalam dompet dan wajahnya berubah masam.  "Gunanya teman, yaitu untuk saling berbagi di saat susah dan senang. Dan saat ini kamu sedang tidak mengalami hal itu. Hari ini kamu sudah sangat cantik, aku yakin kamu pun pasti menyadari akan hal itu. Benar kan?"  Aku mencoba memberinya penjelasan sebaik mungkin, karena bagaimanapun juga Yola sering merajuk hanya karena hal-hal sepele. "Bahkan kamu lebih cantik dibandingkan riasan yang dikenakan Riska." Akhirnya aku mengeluarkan senjata andalan karena Yola tidak kunjung tersenyum. Beruntunglah hal itu masih berfungsi dengan baik, karena Yola akan merasa senang jika dirinya merasa jauh lebih baik dari Riska.  "Cantik Riska, ko." Balasnya dengan senyum tersipu.  "Aku cuman dandan biasa." Lanjutnya dan langsung kembali mengeluarkan cermin yang tadi sempat dimasukan kedalam dompet berwarna merah terang miliknya.  "Sekarang, giliran kita kesana." Aku beranjak dari tempat duduk, "Tamunya tinggal sedikit." Sebelum beranjak menemui Ade dan Riska, ada baiknya aku merapikan dress yang kukenakan terlebih dulu, selain karena terlihat sedikit kusut, juga karena tadi sempat kotor akibat terkena makanan ringan.  Yola pun dengan sigap berdiri dan merapikan pakaian serta tatanan rambutnya, meski sejak awal datang hal tersebut terus dilakukannya bahkan ia rela tidak mencicipi minuman maupun makanan ringan yang tersedia.  Jarak antara tempatku berada dan pelaminan pengantin hanya berjarak beberapa meter saja, hanya dalam hitungan detik kami berdua sudah sampai di pelaminan.  "Lara," Sapa Bang Imam, sekaligus orang pertama yang menghampiriku dan Yola.  "Bang Iman." Aku menyapa balik. "Apa kabar, lama gak ketemu." Aku menerima uluran tangan Bang Iman, dan setelah aku, ia juga menyapa Yola.  "Hai kalian berdua! Kukira gak bakal datang!" Teriak Riska dengan suara tinggi. "Kenapa baru datang, acaranya juga udah mau selesai?" Dia memberondong aku dan Yola dengan berbagai pertanyaan, bahkan wanita yang mengenakan pakaian adat Jawa itu segera berjalan menghampiri kami.  "Kenapa telat sih?!" Masih dengan wajah tidak bersahabat, Riska mencubit lengan Yola hingga wanita itu meringis kesakitan.  "Harusnya Lara yang dicubit. Bukan gue!" Yola mengelak, dan balik menunjuk kearah ku.  "Dia penyebabnya." Lanjutnya lagi.  "Maaf telat, tadi ada kerjaan mendadak." Ucapku, "Selamat menempuh hidup baru ya, Riska. Semoga bahagia selalu." Untuk mencairkan suasana, aku menarik satu tangan Riska dan memeluknya. "Semoga kalian hidup bahagia." Aku benar-benar tulus mendoakan mereka berdua.  "Terima kasih, Lara." Riska pun membalas pelukanku.  "Semoga kalian berdua lekas menyusul." Ucapnya, seraya melepas pelukan.  "Amin." Jawabku. Sedikit berbincang dengan pasangan pengantin dan juga kedua belah pihak keluarga kedua mempelai, aku dan Yola menuju salah satu meja yang terletak tidak jauh dari pelaminan.  "Makan dulu ya, habis itu kita pulang." Ajak Yola.  "Boleh." Karena perut terasa perih dan hanya sempat diisi makanan ringan, akupun mengikuti Yola mencari beberapa menu makanan yang masih tersisa. Karena kita berdua datang di saat acara akan berakhir, menu makanan pun tidak ada yang menggugah selera. Selain karena dingin, juga karena tidak begitu banyak variant tersisa.  Akhirnya aku hanya mengisi piring dengan beberapa potong daging dan salad sayur, sementara Yola memilih nasi sebagai menu makannya.  "Kalian telat banget, jadi menu makanannya tinggal ini aja." Aku melirik ke arah suara, dan rupanya Bang Iman berdiri tidak jauh dari meja tempat aku dan Yola berada.  "Makananya enak ko." Jawab Yola dan aku pun mengangguk, mengiyakan. Yola memang tidak salah, karena makanan yang tersaji memang enak.  "Iya. Tapi, tadi lebih banyak pilihan dan enak-enak." Bang Iman menarik satu kursi, tepat di tengah-tengah antara aku dan Yola.  "Gak makan nasi, Ra? Lagi ngurangin karbo, kah?" Bang Iman melirik ke arah piring milikku.  "Dia jarang makan nasi, Bang." Jawab Yola, bahkan sebelum aku menjawab ia sudah mendahului.  "Kenapa?" Tanya Bang Iman lagi. Rupanya lelaki berparas manis itu masih penasaran dengan perkara sepele.  "Bukannya jarang makan nasi, cuman kebetulan aja hari ini lagi gak mau." Jelasku dengan harapan Bang Imam mengerti.  "Yang terpenting kebutuhan tubuh kamu terpenuhi, makan sayur atau pun nasi sama saja."  Beruntunglah Bang Iman tidak memperpanjang pembicaraan konyol nasi tersebut, membuat aku dan Yola bisa kembali menikmati makanan.  Suasana kembali hening, tidak ada lagi alunan musik karena pengisi acara sudah mulai mengakhiri penampilan mereka. Begitu juga dengan kami bertiga, aku dan Yola tetap makan sementara Bang Iman duduk bersandar dan melipat kedua tangannya di atas dada. Aku tidak begitu memperhatikannya, menurutku daging sirloin yang dipanggang sempurna ini lebih menggiurkan dibanding mempertahankan Iman.  "Hari ini kamu cantik banget, Ra."  Ucapan Bang Iman memecah keheningan, sekaligus membuat aku dan Yola saling menoleh.  "Jarang-jarang kan, kamu pakai dress seperti ini. Biasanya pakai pakaian rumah, atau malah pakai piyama."  Aku berharap apa yang aku salah dengar, atau Bang Iman sedang memuji kecantikan Yola. Tapi sepertinya aku tidak salah dengar.  "Bang Iman bisa aja." Balasku.  Jujur saja aku merasa canggung dan aneh begitu mendapat pujian dari Bang Iman, karena dia lelaki pertama yang memujiku seperti itu setelah sekian lamanya.  "Yola juga cantik banget malam ini."  Dari raut wajahnya, Bang Iman pun merasa canggung karena tanpa sengaja mengucapkan kalimat itu untukku.  "Tentu saja. Selama ini aku berjuang dengan sangat keras supaya terlihat cantik di hari ini,"  Yola tidak menyadari ucapannya justru membuat Bang Iman tertawa.  "Maksudku, aku memang ingin terlihat cantik setiap hari. Bukan hanya hari ini saja." Yola segera meluruskan ucapannya agar Iman tidak salah paham. Namun sepertinya Iman sudah menyadari maksud dari ucapannya karena sudah dipastikan Iman tau kisah cinta 24 jam antara dirinya dan Ade.  "Iya, aku mengerti maksudmu."  Aku hanya tersenyum menanggapi obrolan mereka berdua dan segera menghabiskan sisa makanan diatas piring. Namun baru saja hendak menghabiskan suapan terakhir, tiba-tiba saja tangan Yola menarik tanganku hingga sendok yang kupegang terjatuh.  "Kenapa sih,Yol." Aku hendak memprotes Yola, namun Yola terlebih dulu menolehkan kepalaku ke arah pintu masuk.  Seketika jantungku terasa terhenti, darah mengalir deras bahkan keringatpun mulai membasahi tubuh dan wajah.  Tubuhku gemetar, bahkan rasanya dunia berhenti seketika.  "Ra,,, Lara!" Terdengar samar suara Yola memanggilku, namun rasanya suara tersebut begitu dalam dan kurang jelas.  "Ra,,, Kikara!" Guncangan keras terasa mengguncang tubuhku dan membuatku kembali tersadar.  "Aku mau pulang." Aku segera beranjak dari tempat duduk dan langsung berlari. Tanpa sengaja aku justru menarik alas meja hingga menumpahkan apapun yang berada di atasnya.  Suara bising dari pecahan piring dan gelas justru membuat semua orang menoleh padaku, hingga perasaan mengerikan itu kembali muncul dan menghantam ingatan.  "Aku mau pulang. Aku mohon." Aku tidak bisa mengendalikan diri, aku menangis, ketakutan dan cemas berlebih.  "Kilara." Suara serak dan dalam, kembali menggema di telingaku. "Kamu Kilara kan?" Seakan memastikan, suara itu semakin jelas terdengar seiring suara langkah kaki mendekat.  "Hai, apa kabar. Masih ingat aku? Aku Nathan, teman sekolah dulu."  Aku menoleh ke arah sumber suara dan mendapati seorang lelaki berpostur tubuh tinggi menjulang tengah menatapku dengan tatapan mengerikan. Senyum yang terbit dari sudut bibirnya, jelas bukan senyum pertanda baik, tapi justru sebaliknya.  Hanya dengan melihat sorot matanya saja sudah membuatku kembali merasa mati, di saat aku masih hidup dan bernafas. Atau mungkin mati jauh lebih baik, daripada harus bertemu lagi dengannya. 

Great novels start here

Download by scanning the QR code to get countless free stories and daily updated books

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD