Sakit dan sesak dihati Sagara yang didapatinya sekarang melebihi ketika temani Felora jalani transplantasi lalu menunggunya membuka mata berminggu-minggu. Ia jelas sudah kehilangan. Proses penantian yang panjang itu justru membawa ia pada satu titik terburuk dalam hubungan. Felora kehilangan detak untuknya, mati rasa, tak ada lagi perasaan antusias selain tidak nyaman. Mereka sudah berada di mobil, kembali betah berlama-lama dengan keheningan. Meski kecewa, ia tidak meninggalkan Felora di sana sendirian. Bahkan ia mengesampingkan hatinya sendiri untuk memastikan Felora baik-baik saja. “Apa yang kamu rasa, Felo? Pusing, atau sesak?” tanyanya memastikan. Felora menggelengkan kepala pelan, semakin Sagara menanyakan dengan peduli keadaannya, ia semakin merasa bersalah dan sedih. “Dep