Erlin tidak menganggap serius ucapan terakhir dari Derent. Tentang rumah yang tadi Derent bicarakan padanya. Derent sudah memberikan alamat rumah tersebut pada Erlin Joe. Derent juga bilang kalau besok akan memberikan kuncinya pada Erlin pagi-pagi sebelum Erlin berangkat ke hotel Larosse.
Dia mengira pria itu hanya bercanda, entah kenapa dia tiba-tiba merasa harus menjaga jarak dari pria tersebut. Derent terasa misterius baginya, Erlin diam-diam merasa sangat cemas kalau Derent merupakan salah satu bagian dari anggota gangster atau sejenisnya.
Satu, privasi Derent begitu tertutup. Dua, pria itu memiliki kekuasaan yang tidak bisa Erlin anggap remeh. Erlin mulai memutar isi kepalanya, dia ingat pertama kali saat menemui Derent, pria tersebut tidak bersedia menunjukkan wajahnya melainkan dalam bingkai sebuah topeng.
Erlin sampai melamun setelah menyantap makanan dari atas piringnya.
“Hei? Erlin? Kamu memikirkan sesuatu? Apa itu sebuah keinginan yang ingin kamu capai, mungkin aku...”
“Tidak ada! Mr, sudah hampir malam, aku harus kembali ke rumah.” Erlin tiba-tiba berdiri dari kursinya lalu meninggalkan Derent sendirian di kursi lantai atap restoran.
Derent tercengang, dia sama sekali tidak mengerti di mana letak kesalahan yang sudah dia lakukan. Erlin pergi begitu saja meninggalkannya. “Hah?! Aku tidak percaya ini!” Seru Derent seraya mengambil botol anggur dari atas meja lalu dia tenggak sampai tandas tidak bersisa.
Malam itu Derent memutuskan pulang ke rumah, dia membayar jasa supir untuk mengantarkannya lantaran dia meneguk minuman terlalu banyak. Derent dengan langkah sempoyongan masuk ke dalam kediamannya. Grace dengan ekspresi terkejut menerima tas serta jas dari Derent, sejenak Derent menjatuhkan tubuhnya di kursi tunggal depan perapian.
Selesai membawa tas kerja Derent, pelayan wanita tersebut membantunya masuk ke dalam kamar Derent yang ada di lantai atas.
“Tuan mabuk sekali, saya akan membuatkan minuman rempah hangat.”
Grace berhasil membawa Derent sampai di dalam kamar, pelayan tersebut melepaskan kedua sepatunya kemudian segera berlalu kembali turun ke lantai bawah menuju dapur untuk membuatkan air rempah pereda mabuk. Grace melamun saat menunggu air mendidih, wanita itu sangat prihatin melihat keadaan tuannya.
“Jika saja Nyonya Evrina kembali..” Gumamnya seraya menuang air rempah melewati saringan ke dalam mangkuk mini. Grace membawanya dalam nampan menuju ke lantai atas. Wanita itu duduk di tepi tempat tidur Derent seraya membantu Derent untuk meneguknya perlahan.
Erlin sudah tiba di jalan dekat rumah kontrakannya, dia melangkah lesu. Sepanjang jalan menuju ke kediamannya wanita itu meremas tali tas pada bahu kanannya. Dia masih ingat bagaimana ekspresi wajah Derent ketika dia memutuskan untuk meninggalkan restoran.
“Semoga aku tidak menyesal sudah mengambil keputusan ini, ya aku benar. Aku harus melupakannya, paling tidak aku harus mengambil jarak dari Mr. D! Aku hanya pegawai paruh waktu, sementara dia pria tak tersentuh. Tapi apa yang sudah aku lakukan? Kenapa aku merasa sial? Kenapa aku baru menyadari ini semua setelah kita..setelah kita melewati malam bersamaaaa!” Erlin memukuli kepalanya sendiri. “Sekarang aku hanya bisa berharap kalau aku tidak akan hamil karena hubungan ini.”
Erlin membuka kunci pintu rumah kontrakannya, sebelum masuk ke dalam wanita itu melongokan kepalanya melihat sekitar. Dia merasa lega karena tidak ada Derent di sekitarnya.
Sampai di dalam kamarnya, Erlin segera membersihkan tubuhnya lalu duduk di atas ranjangnya, dia ingat banyak hal yang sudah dia lalui dengan sosok pria yang diakuinya sebagai kekasih tersebut. Derent pernah rebah di atas tempat tidurnya, hampir setiap jengkal lantai ruangan di dalam kontrakan kecil tersebut menyimpan jejak telapak kaki Derent.
“Apakah dia baik-baik saja sekarang? Jika dia pria berkuasa seperti dugaanku, maka aku harus pindah ke tempat lain untuk kabur darinya, bukan?”
Erlin terus memikirkannya seraya mengeringkan rambutnya menggunakan sehelai handuk. Beberapa detik berikutnya dia ingat dengan tawaran Helena untuk menjadi pegawai tetap. Erlin memutuskan untuk mengembalikan berkas tersebut secepatnya. Dia melihat jam di dinding kamarnya. Erlin tahu Helena jarang sekali kembali ke kediamannya, wanita itu lebih sering berada di hotel. Helena tak hanya memiliki ruangan pribadi, sebuah kamar tidur khusus untuk dirinya disediakan oleh pemilik hotel. Kamar tersebut berada tepat di sebelah ruangan pribadinya.
Sebelum mengambil baju ganti dari dalam lemari tiba-tiba Erlin mendengar dering notifikasi pengingat pada ponsel berasal dari dalam tasnya. Wanita itu lupa, dia tidak memeriksa ponselnya semenjak memutuskan kembali pulang ke rumah. Dia terkejut saat melihat banyak sekali panggilan serta pesan yang dikirimkan Derent padanya sebelum dia tiba di rumah beberapa jam lalu.
Erlin mulai membaca pesan dari Derent Jake satu persatu.
“Angkat teleponmu!”
“Apa salahku, berikan penjelasan padaku sebelum kamu memutuskan untuk meninggalkanku!”
“Kamu memiliki pria lain di luar sana!”
“Erliiiiiinnnnnn Jooooeeeeeee!”
Erlin langsung melemparkan ponselnya ke atas ranjang, dia tidak berani membaca lebih jauh lagi ke bawah. Rasa-rasanya Derent akan menelannya hidup-hidup pada detik itu juga. Erlin juga tidak jadi pergi ke hotel, dia takut kalau Derent akan menemukan dirinya. Erlin memilih menyelimuti seluruh tubuhnya sambil menutupi daun telinganya menggunakan bantal.
Di sisi lain..
Derent di dalam kamarnya baru terjaga, pria itu membuka kelopak matanya perlahan. Lampu tidur menyala di atas meja, dia mengedarkan pandangan matanya ke sekitar. Dia melihat ramuan masih tersisa setengah di atas meja. Derent menyentuh mangkuk tersebut, jemari tangannya terasa hangat.
“Jam berapa sekarang?” Gumamnya seraya bangkit duduk di atas tempat tidur. “Belum terlalu larut.” Ucapnya saat melihat jam pada dinding kamarnya.
Derent mengambil mangkuk ramuan buatan Grace lalu meneguk sisanya. Tubuhnya terasa segar, kini dia mencoba mengingat, apa yang sudah dia lakukan terakhir kali.
“Ah, Erlin. Apa dia sudah melihat pesanku?” Derent mencari-cari di mana ponselnya. Dia melihat benda tersebut tergeletak bersama tas di atas meja kerjanya dalam kamar tersebut. Derent segera berdiri untuk mengambil ponselnya. Derent memeriksa pesan untuk Erlin Joe, Erlin membaca sebagian pesan yang dia kirimkan tapi tidak membalas sama sekali.
“Apa ini? Hah?”
Derent mendengus tidak percaya, pria itu mencoba menghubunginya dan ternyata Erlin memilih mematikan ponselnya. Derent tidak mengerti kenapa Erlin bersikap seperti ini. Pria itu tanpa mengganti baju segera menyambar jasnya, dia memutuskan untuk mendatanginya ke rumah kontrakan milik wanita tersebut.
Erlin sudah terlelap, wanita itu terjaga lantaran mendengar suara gebrakan pintu di luar kediamannya.
“Braak! Braak! Braakk!”
Erlin mencoba mengabaikannya, sampai-sampai petugas keamanan di wilayah tempat tinggalnya menelepon ke kediamannya.
“Tliiiiit!”
Erlin segera beranjak bangun dari atas tempat tidurnya. Mau tidak mau Erlin segera mengangkat panggilan tersebut.
“Erlin Joe?”
“Iya, ini saya.”
“Saya mendapatkan laporan dari penghuni sekitar kediaman Anda. Mereka merasa terganggu dengan suara berisik, kalau hal ini terus terjadi berulang maka saya dengan terpaksa harus meminta Anda meninggalkan kediaman.”
“Baik, tolong jangan usir saya. Saya akan berusaha menjaga ketenangan, di... Brak! Brakk!” Ucapan Erlin terpotong lantaran mendengar suara berisik di luar pintu kediamannya. Erlin cepat-cepat menutup panggilan pada telepon tersebut lalu bergegas menuju ke arah pintu ruangan utama.
Erlin menarik daun pintunya dan dia melihat Derent sudah berdiri tegak di luar pintu rumahnya. Erlin tidak memberikan jalan masuk ke dalam, wanita itu menatap kedua bola mata penuh kemarahan dari sosok Derent Jake. Derent melangkah maju mendorong wanita itu agar melangkah mundur menggunakan langkah kakinya. Sampai di dalam ruangan Derent melepaskan jasnya. Derent meletakkan jas serta kunci mobilnya di atas meja ruangan utama. Seperti pulang pada kediaman miliknya sendiri, pria itu melangkah masuk ke dalam kamar Erlin.
Erlin masih mematung di depan pintu ruangan utama, dia hanya terbengong melihat sorot mata tajam dari sosok Derent Jake sejak beberapa menit lalu. Wanita itu baru tersadar ketika mendengar pintu kamar mandi di dalam kamarnya menutup.
“Aku belum sempat memperbaiki kerannya!” Teriak Erlin seraya buru-buru menutup pintu ruangan utama lalu bergegas menuju ke dalam kamarnya. Di sana wanita itu berjalan mondar-mandir di luar pintu kamar mandi.
Beberapa menit kemudian Derent keluar dengan sehelai handuk di pinggang, pria itu menggenggam celana serta bajunya yang basah kuyup. Persis seperti pertama kali pria itu masuk ke kediamannya. Erlin menatapnya sejenak, berikutnya mengambil baju tersebut dari genggaman tangan Derent lalu membawanya pergi, Erlin meletakkannya di dalam keranjang mesin cuci yang ada di dapur. Saat dia berbalik tiba-tiba Derent sudah berdiri tepat di belakang punggungnya.
“Aku akan mencuci bajumu Mr, besok pasti sudah kering, dan..” Erlin gugup sekali, wanita itu menyandarkan sisi belakang pinggulnya pada mesin cuci yang sedang menyala di belakang punggungnya. Derent terus menatap kedua bola matanya tanpa berkedip.
“Kenapa kamu meninggalkanku sendirian di restoran?! Kamu tidak membalas pesanku, tidak mengangkat panggilan dariku, dan kamu mematikan ponselmu! Kamu membuatku sangat frustasi!”
Terdengar jelas nada kemarahan dari ucapan pria tersebut. Erlin bingung dan takut, wanita itu segera mencari alasan yang tepat. Dia tahu rasa takutnya ini sudah sangat terlambat, seharusnya sejak awal dia memutuskan untuk mengambil jarak dari pria misterius tersebut. Bukan malah melangkah pergi saat sudah berdiri di tengah-tengah!
“Aku terburu-buru pergi untuk memeriksa, memeriksa dokumen kontrak kerja, dan saat memeriksa pesanmu ponselku mati. Aku pusing lalu tertidur dan mandi. Iya! Seperti itu kira-kira!” Erlin mencoba tersenyum di saat dadanya berdebar dan terasa hampir meledak. Senyumnya terlihat kaku dan aneh.
Derent mendadak mengerjapkan matanya, mau tidak mau pria itu menelan ludahnya sendiri. “Jadi lebih dulu mana antara mandi dan tidur?”
“Tidur, eh mandi, makan!” Erlin merasa sangat berantakan, Derent melangkah maju satu langkah lebih dekat dari sebelumnya.
“Erlin..” Derent membungkuk menatap cermat kedua bola matanya dengan jarak dekat sekat sekali.
“I-iya Mr.” Erlin memejamkan kedua matanya rapat-rapat.
“Kamu tidak tahu aku sedang marah padamu sekarang?”
“Ta-tahu, dan aku sangat takut sekali.” Erlin meremas kedua sudut mesin cuci di belakang punggungnya.
“Kamu masih ingin berbohong padaku?”
Napas Derent terasa menyapu hangat wajahnya, membuat Erlin semakin gugup dan hampir terkencing. Bayangannya Derent membawa sebuah pistol, atau pisau tajam lalu menjadikan dirinya sebagai sandera. Erlin segera menyatukan kedua telapak tangannya, seraya menundukkan wajahnya.
“Ampun! Mr! Ampuni aku! Jangan bunuh aku! Aku mohon jangan culik aku, aku sendirian di kota ini, dan kedua orangtuaku pasti sangat sedih sekali jika kehilangan putri mereka.”
“Hah?!” Derent meremas tengkuknya sendiri, pria itu malah memutar tubuhnya lalu berjalan kembali menuju ke kamar. Beberapa detik berikutnya tawanya meledak keras sekali. “Hahahahaha!”
Erlin sampai terkejut dan hampir melompat ke atas mesin cuci di belakang punggungnya.