Ch-5

1192 Words
Jam makan siang telah tiba. Erlin berpamitan pada rekannya untuk pergi setelah berganti sift. Tak lama setelah Erlin keluar hotel, Derent menyusul keluar. Pria itu masih berjalan di koridor hotel. “Tuan? Anda mau meninggalkan hotel sekarang?” Tegur Helena pada Derent ketika mereka berdua berpapasan. Derent hanya melambaikan tangannya, pria itu berlalu begitu saja tanpa memberikan jawaban pada asistennya tersebut. Helena tampak bingung, dia tahu Derent tidak pernah meninggalkan kantornya saat di jam-jam seperti ini, kecuali Evrina kembali ke rumah. Setahu Helena, Evrina masih berada di Sidney. Nama Evrina cukup terkenal jadi tentu dia tahu istri Derent sudah kembali atau masih tinggal di sana. Derent masuk ke dalam mobil, dan pria itu lebih dulu tiba di restoran tempat dia bertemu dengan Erlin. Setelah memastikan kalau dia sudah melakukan reservasi beberapa jam yang lalu, barulah pria itu naik ke lantai atas untuk menunggu kedatangan Erlin Joe. Erlin masih berjalan untuk mencegat angkutan umum. Cukup sulit di lokasi dia berada untuk mendapatkan angkutan di jam-jam ini. Derent hampir setengah jam menunggu tapi Erlin tak kunjung datang. “Apa dia lupa dengan janji kita?” Tanya pria itu seraya menatap ke arah arloji di pergelangan tangan kanannya. Setelah empat puluh menit lamanya barulah sosok yang dia tunggu-tunggu tiba di sana. Terdengar derap langkah kaki Erlin meniti tangga. Erlin merasa dadanya berdetak lebih kencang dari sebelumnya. Keringat yang sudah mengucur deras akibat dia berlarian di jalan lebih dari tiga puluh menit lamanya semakin deras membanjiri baju yang dia kenakan. Rambut gadis itu nampak berantakan sekali, yang tadinya rapi dan elegan dalam gelungan saat tampil di belakang meja resepsionis dengan bibir yang senantiasa terus tersenyum. Tidak ada lagi warna make up pada kulit wajahnya. Napas Erlin masih tersengal di sela langkah kakinya meniti anak tangga restoran menuju ke lantai atas. Tali tas usang mengait pada bahu kanannya yang kurus, Erlin meremasnya sambil terus melangkah naik. “Maaf aku terlambat, Mr.” Ucapnya setelah tiba di seberang meja pria yang kini tengah duduk sambil menatap takjub atas penampilan luar biasa yang dia tunjukkan. Derent mengukir senyum tipis, dia bisa menebak Erlin maraton untuk tiba lebih cepat di restoran dibandingkan menyewa taksi dengan harga lumayan. “Duduklah.” Erlin segera menarik kursi dan duduk. Erlin tahu penampilannya saat ini sangat tidak layak untuk bersanding dengan pria elegan, dewasa, dan tampan yang kini sedang duduk santai di seberang mejanya. Tanpa permisi Erlin mengambil gelas dari atas meja karena haus. Derent melotot karena Erlin langsung menghabiskannya dalam sekali teguk. Tangan kanannya terlanjur terulur namun dia tarik kembali karena sudah terlambat. Dia hanya ingin menahannya lantaran yang diminum Erlin bukan air atau minuman ringan, melainkan segelas wine putih. Erlin merasakan pahit di ujung tenggorokannya. “Kamu pasti haus sekali, aku akan meminta pelayan untuk mengambilkan air.” Derent bersiap meninggalkan kursinya, tapi dia tidak menduga kalau lengannya ditahan dalam genggaman Erlin. Kedua pipi gadis itu sudah memerah, Erlin menggelengkan kepalanya. “Maaf sudah merepotkanmu,” Ucap gadis itu padanya. “Bruuuuk!” Kepala Erlin jatuh di atas meja dan tertidur. Derent tergelak melihat hal itu. “Hahahahahaha! Astaga! Ah, aku tidak percaya dengan hal ini. Tunggu, dia pingsan? Kita bahkan belum makan siang bersama.” Gumam pria itu pada dirinya sendiri. Akhirnya Derent membopong tubuh Erlin Joe, pria itu tidak membawanya kembali ke rumah Erlin tapi dia membawanya ke sebuah motel. Derent berjaga menunggu gadis itu terbangun dari tidurnya, sudah dua jam dia berada di sana tapi Erlin masih lelap dalam tidurnya. Karena kelelahan Derent ikut rebah di sebelah Erlin, pria itu juga tertidur entah sudah berapa jam berlalu. Hari hampir larut, Erlin membuka kelopak matanya perlahan. Pertama yang dia lihat adalah suasana sekitar. Aroma bunga bercampur citrus segar menyeruak indera penciumannya, gadis itu menoleh ke arah penghangat ruangan di sebelah tempat tidurnya. Benda mini tersebut menyala mengeluarkan uap. Tas serta mantel miliknya tergeletak di atas kursi di dekat meja. “Aku di mana?” Gumamnya sambil memijit pelipisnya seraya mengerjapkan matanya. Erlin belum menyadari keberadaan Derent Jake di sebelahnya. Gadis itu kembali mengedarkan pandangan matanya ke sekeliling ruangan. “Ruangan ini bukan kamarku.” Matanya kembali beredar dan melotot saat melihat baju serta jas yang dia kenal tergantung di gantungan dalam kamar tersebut. Perlahan Erlin menoleh ke sebelah ia berbaring. Derent masih lelap di sebelahnya. “Astaga?! Apa yang aku lakukan? Aku dan Mr. D?” Erlin menggigit ujung selimut mencoba mengingat mati-matian semua yang telah terjadi antara mereka berdua selama beberapa jam yang lalu. Tapi dia tidak bisa ingat apapun selain bertemu dengan Derent di sebuah restoran. “Huaaahh! Kamu sudah bangun?” Tegur Derent padanya. Pria itu menggeliat untuk meluruskan ototnya tanpa ingin beranjak dari atas tempat tidur. “Mr? Apa yang terjadi? Kenapa kita di sini? Apa aku sudah merayumu? Lalu kita, kita, kita!” Wajah Erlin tampak cemas dan gugup, nyata sekali gadis itu tengah ketakutan saat ini. “Kita apa?” Derent mengukir senyumnya sambil menopang kepala menggunakan sebelah tangannya. Memutar posisi tubuhnya menghadap Erlin Joe di sebelahnya. “Kita..” Erlin meringis, dengan wajah serba salah berniat bangkit turun dari atas tempat tidur. “Selesaikan dulu ucapanmu.” Derent mencekal lengan Erlin, menahan dalam genggaman tangannya. Tubuh ramping tersebut kembali terhempas ke atas tempat tidur. Erlin baru sadar ternyata baju yang dia kenakan masih sama dengan baju yang dia pakai saat pergi bertemu dengan Derent di restoran siang ini. “Hah, syukurlah!” Erlin tersenyum senang sekali, kelegaan tampak jelas pada wajah gadis tersebut, dan dia lupa kalau lengannya masih dalam genggaman Derent. “Aku tidak berselera dengan wanita yang tengah terlelap.” Ucap Derent tiba-tiba. Erlin mendadak tercekat, gadis itu segera sadar dan menarik perlahan lengannya dari genggaman lengan kokoh pria di sebelahnya. Tentu saja Derent tidak mau melepaskannya, pria itu beringsut mendekat lalu mengurung Erlin di atas tempat tidur. “Mr.. aku, aku,” “Kamu membuat bajuku basah, di pertemuan siang ini.” “Apa aku menarikmu ke dalam kolam?” Tanyanya dengan tatapan polos tanpa dosa. “Kamu muntah saat aku menggendongmu.” Sahutnya sambil tersenyum manis. Erlin menggigit bibirnya sambil menatapnya dengan tatapan memohon. “Maafkan aku, aku tidak berniat melakukan itu. Mr.” “Okay, aku akan memafkanmu setelah kamu mandi dan menemaniku makan malam. Kamu membuatku kelaparan seharian gara-gara segelas wine.” Ucapnya seraya bangkit dari atas tubuh Erlin, Derent menarik tangan Erlin Joe membantunya bangun dari atas tempat tidur. “Iya, aku baru ingat. Kamu pasti sangat kerepotan karena ulahku. Ah, memalukan sekali.” Sesal Erlin seraya menutupi wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya. “Mandilah, lalu kita makan malam bersama.” Ucapnya lagi pada Erlin, keduanya masih duduk di tepi tempat tidur. Beberapa detik berikutnya Derent mengulurkan tas padanya. Erlin menatapnya dengan penuh tanda tanya. “Ganti bajumu dengan ini.” Seutas senyum hangat terukir kembali pada bibir pria tersebut. Erlin membalas senyumnya lalu mengambilnya dari genggaman Derent. “Aku akan mengembalikan baju ini jika kita bertemu lagi.” Seru gadis itu sebelum menghilang di balik pintu kamar mandi. Derent hanya menatapnya melalui ekor matanya seraya meneguk segelas wine dalam genggaman tangan kanannya. “Kita pasti akan bertemu lagi, setiap hari, setiap waktu, kapanpun, dan di manapun yang aku inginkan!” Gumam Derent pada dirinya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD