Sean terlebih dahulu membawa Calista ke ruang bawah tanah, karena ternyata mansionnya di datangi oleh Carly.
"Brengsekk, aku akan membunuhnya karena berani membuat kekacauan dimansionku." Sean benar-benar marah karena menurutnya Carly sudah tidak bisa di ampuni.
Anak buahnya bahkan langaung menmbaki mobil Carly sebelum dia masuk ke dalam mansion.
"Bajingann itu, kita mundur." Ucap Carly yang tidak jadi pergi ke mansion Sean.
Sean yang tdinya ingin mengejar Carly tidak jadi karena Calista bangun dari pingsannya.
"Ada apa, Sean?" Tanya Calista yang terkejut dan langsung terbangun.
"Kau tidak apa? Maafkan aku, mansionku kecolongan dan sepertinya ada penghianatat di sini." Ucap Sean.
"Aku tidak apa, tadi aku sempat melihat jika aku terpental bersama Sabrina." Ucap Calista yang membuat Sean mengangguk dan menunjuk ke arah Sabrina yang ternyata masih pingsan.
"Arga sedang menuju ke sini, aku harus pergi sebentar." Ucap Sean yang masih tidak terima dan ingin membut perhitungan dengan Carly.
"Tidak! Bisakah kau di sini, aku ingin kau temani." Ucap Calista yang membuat Sean mengepal dan akhirnya mengangguk.
Ini pertama klinya dia benar-benar menurut kepada seorang wanita dan bisa mengontrol emosinya.
Tak lama Arga datang bersama teman-temanny, di sana Arga langsung memeriksa Calista dan beruntung tidak ada yang serius, banya saja memang ada beberapa luka di bagian tertentu.
Setelah memeriksa Calista, Arga beralih memeriksa Sabrina yang sudah tersadar, dia juga beruntung karena tidak ada luka serius,
"Cal, aku harus mengobrol dengan teman-temanku, bisakah aku meninggalkanmu sebentar?" Ucap Sean yamg akhirnya membuat Calista mengangguk.
Sedangkan teman-teman Sean yang mengerti akhirnya mengikuti Sean.
"Bagaimana bisa Carly menyerang mansionmu? Ini sudah keterlaluan, Sean. Kau harus menemuinya dan memperingatiny." Ucap Arga yang di angguki oleh kedua lainnya.
"Aku siap membunuhmya jika kau mau, dia sudah melukai wanitaku." Ucap Miko.
"Siapkan anak buah, serang markasnya dan buat kekacauan, aku sudah terlalu lama berbaik hati padanya sehingga dia semakin menjadi seperti ini."
"Jika perlu bakar pergudangannya. Aku ingij dia jera." Ucap Sean yang marah dan dimengerti oleh mereka.
"Sebaiknya kau di sini saja, Sabrina sepertinya lebih membutuhkanmu." Ucap Sean kepada Miko.
"Dia juga membutuhkan perhatianmu," ucap Miko.
"Aku sibuk memperhatikan wanitaku." Ucap Sean yang membuat Miko menghela nafas panjangnya,
Sean sama sekali tidak berubah, dia belum juga menerima Sabrina sebagai adiknya, padahal oramg tua Sean sangat menyayngi Sabrina seperti anak kandungnya sendiri.
"Kak—
"Kau bersama Miko, aku akan membawa Calista ke apartemen." Ucap Sean lalu menggendong Calista dan pergi dari sana.
Sabrina hanya menatapnya dengan sendu dan akhirnya memalingkan wajahnya.
"Sean, kupikir kau sudah keterlaluan, dia hanya ingin perhatian denganmu." Ucap Calista memberitahu. Dia bisa melihat tatapan kecewa Sabrina karena di abaikan oleh Sean.
"Kau ingin aku perhatian dengan wanita lain?" Ucap Sean lalu mendudukkan Calista ke dalam mobilnya.
"Dia adikmu bukan? Aku rasa tidak masalah."
"Aku tidak memiliki adik, orang tuaku hanya melahirkan satu orang anak, yaitu hanya aku." Ucap Sean.
Calista tidak berbicara lagi karena sepertinya Sean benar-benar tidak suka dengan Sabrina dan tidak ingin membahasnya.
Sepanjang perjalanan, tidak ada pembicaraan di antara mereka lagi samapi akhirnya Sean sampai di aprtemen pribadinya.
"Sebenarnya aku tidak apa, aku bisa berjalan." Ucap Calista yang akhirnya Sean menurunkannya.
Sean membiarkan Calista berjalan namun menghela nafas panjangnya.
"Ini yang kau sebut bisa berjalan?" Ucap Sean namun lalu menggendong Calista lagi.
"Tidak sabaran sekali, aku tadi habis terpental, tidak patah tulang sudah untung. Meskipun tertatih, aku tetap bisa berjalan." Ucap Calista yang malah mengomel.
"Kau membuang waktu jika seperti ini." Ucap Sean yang tidak mau kalah yang akhirnya Calista diam saja namun bibirnya cemberut karena Sean sedari tadi mengomelinya.
Setelah masuk, Sean langsung membaringkan Calista di atas ranjang.
"Istirahatlah, aku ada dibalkon." Ucap Sean mencium kening Calista lalu meninggalkannya.
Calista melihat raut wajah Sean yang sepertinya marah namun dia tidak tau dia marah dengan siapa, atau mungkin dia marah dengan perkataannya tadi mengenai Sabrina.
Calista yang tidak bisa tertidur menjadi kesal.
"Brengsekk, kenapa aku jadi memikirkan Sean." Gumam Calista, dia menghela mafas panjangnya dan akhirnya mengubah posisinya menjadi duduk.
Dia berjalan sedikit tertatik ke arah balkon kamarnya dan terlihat Sean duduk sambil menyesap rokoknya dengan botol di tangannya.
Calista tersenyum miring dan akhirnya menghampirinya dan duduk di atas pangkuan Sean yang membuat dia terkejut namun tersenyum.
"Kupikir kau sudah tertidur." Ucap Sean yang memegang pinggang Calista dengan satu tangannya masih sibuk menyesal rokoknya.
"Aku tidak bisa tidur, apa kau marah denganku karwna aku tadi membahas Sabrina?" Tanya Calista.
"Tidak! Dia tidak penting bagiku." Ucap Sean.
"Tapi aku merasa jika kau marah dan kesal dengan seseorang." Ucap Calista.
"Ya, Carly. Orang membuat kekacauan di mansion." Ucap Sean.
"Carly?" Beo Calista yang membuat Sean mengangguk.
"Kau mengenalnya?" Tanya Sean karena Calista seperti mengenalnya.
"Tidak! Hanya pernah mendengar namanya."
"Dia adalah bos mantan kekasihmu." Ucap Sean yang membuat Calista mengingatnya.
"Pantas namanya seperti tidak asing bagiku." Ucap Calista.
"Tidurlah, kau besok masih harus bekerja denganku,"
"Sudah seperti ini kau masih memintaku bekerja? Apa tidak ada cuti untukku? Aku sudah membayangkan tidur seharian besok" Omel Calista.
"Ide yang bagus, baiklah kita tidur saja besok seharian, aku juga sedang ingin menikmati ini sampai pagi." Ucap Sean meremas pelan benda kenyal Calista yang membuat Calista melotot dan memukul pelan tangan nakal Sean.
"Tanganmu sangat tidak ramah, aku beri bintang satu." Ucap Calista yang membuat Sean tertawa. Dia mematikan rokoknya dan meraih bibir Calista untuk di mainkan olehnya.
Tidak ada penolakan lagi dari Calista dan malah dia langsung membalasnya dengan liar.
Sean yang gemas menggendongnya dan membawanya ke dalam kamar tanpa melepaskan ciuman mereka.
"Kapan aku bisa memakanmu." Ucap Sean menatap Calista dengan wajah sayu.
Sean selalu tidak bisa menahan jika sudah begini dengan Calista.
"Tidak sekarang, aku belum siap," ucap Calista yang menolaknya.
"Apa kau tau, karenamu aku jadi melakukannya sendirian dengan tanganku, hal yang tidak pernah kulakukan sebelumnya dalam hidupku." Ucap Sean yang membuat Calista tertawa.
"Kenapa kau tidak menyewa wanita bayaran?" Tanya Calista.
"Menabur benih ke sembarangan wanita bukanlah tipeku, kau sudah tau itu kan?"
"Hanya dengan mantanmu?"
"Bahkan saat dengan mantanku, aku selalu menggunkan pengaman. Benihku selalu terbuang sia-sia jika bersamanya." Ucap Sean.
"Boleh aku tau kenapa kau berpisah dengannya?" Tanya Calista.
"Tidak cocok saja."
"Limat tahun kau menjalin hubungan dengannya, dan baru menyadari tidak cocok? Itu sangat tidak mungkin, psti ada alasan lain."
"Dia memutuskanku karena dulu aku tidak sesukses ini." Ucap Sean.