bc

Mantan by Accident!

book_age18+
2.6K
FOLLOW
15.4K
READ
second chance
confident
sweet
bxg
others
actress
like
intro-logo
Blurb

Apa jadinya jika seorang wanita hamil oleh mantan suaminya sendiri?

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya dalam benak Maureen setelah ia bercerai dengan suaminya Barry Anjava. Keduanya reami bercerai, namun takdir berkata lain hingga keduanya kembali bertemu dalam suatu waktu yang menyebabkan mereka kembali mengulang kisah lama. Sialnya, karena insiden satu malam itu membuat Maureen hamil. Akankah mereka kembali bersatu setelah mengetahui Maureen tengah berbadan dua, atau mereka tetap memilih hidup sendiri-sendiri seperti sebelumnya.

chap-preview
Free preview
Bab 1
"Seharusnya lo bisa lebih hati-hati, Ren. Gak mungkin kejadian seperti ini kalau," Ramli tidak melanjutkan ucapannya begitu mendapat tatapan tajam nan menghunus dari Maureen.  "Maksud gue bukan gitu." Ramli melarat kembali ucapannya, ia tidak boleh salah bicara. Karena sedikit saja ucapannya menyinggung Maureen, maka wajahnya akan kembali tersayat oleh kuku tajam milik Maureen.  "Gue butuh solusi! Bukan ceramah." Bentak Maureen yang membuat nyali Ramli semakin ciut.  "Kalau gak bisa bantu, lo mendingan pergi aja!"  Dengan kondisi kurang baik, Maureen lebih mudah marah dan cepat tersinggung. Hal itu dipicu karena hormon dalam tubuhnya tidak stabil dan juga karena benda kecil berbentuk pipih dengan dua garis biru di dalamnya.  "Cewek hamil ngeri ya," Gumam Ramli, namun masih bisa didengar oleh Maureen.  "Gue gak akan pergi, gue gak bisa ninggalin lo dalam keadaan seperti ini." Ucap Ramli. Ia pun memberanikan diri mendekati Maureen yang tengah duduk dengan menengadahkan kepala pada sandaran kursi.  "Kita bisa cari solusi bareng-bareng. Gue gak akan ninggalin lo, terlebih disaat seperti ini." Ramli duduk tepat di samping Mauren. "Lo harus makan, kasihan bayi yang ada di dalam perut lo. Dia butuh makan." Ucap Ramly pelan, seraya mengusap puncak kepala Mureen dengan lembut.  Perlakuan lembut dari Ramli selaku manajer dan juga teman baiknya, membuat Maureen tersentuh.  "Jangan nangis. Bayi lo butuh Ibu yang kuat dan tangguh, bukan cengeng dan mudah putus asa."  Maureen menangis, bukan hanya karena perlakuan Ramli tapi juga karena ia mulai sadar jika saat ini bukan hanya dirinya saja yang butuh perhatian. Tapi juga bayi yang kini tengah tumbuh dalam rahimnya. Bayi kecil yang diimpikannya bersama Barry dulu, namun justru hadir di saat mereka sudah resmi bercerai.  One night stand yang dilakukan Mureen tempo hari bersama Barry sang mantan suami, membuahkan hasil. Maureen hamil disaat mereka sudah resmi bercerai. Kejadian satu bulan lalu benar-benar mengubah hidup Maureen, ia tidak pernah menyangka akan dipertemukan kembali dengan mantan suaminya itu. Bukan hanya bertemu, namun mereka juga menghabiskan waktu bersama, saling melepas rindu dalam satu hubungan terlarang.  "Beberapa kontrak kerja gue cancel, tapi ada sebagian yang harus lo selesaikan terlebih dulu sebelum benar-benar istirahat." Ramli menunjukan Ipad miliknya pada Maureen dimana semua jadwal pekerjaan tertera.  "Selesaikan semua. Bagaimana juga kita harus bersikap profesional dan jangan sampai mereka kecewa." Sekilas Mureen melihat jadwal yang sudah dipersiapkan Ramli. Bukan jadwal biasa, namun jadwal yang cukup padat yang hanya memiliki satu hari libur dalam seminggu. Artinya, Maureen harus bekerja enam hari.  "Jangan terlalu memaksa, lo bisa tolak kalau gak sanggup."  "Gue sanggup. Justru gue harus kerja sebelum perut ini semakin membesar. Lagipula, gue pasti  butuh biaya banyak untuknya." Maureen mengusap perutnya yang masih terlihat rata.  "Tapi, lo bisa kecapean. Jangan ambil resiko terlalu berbahaya."  "Kalau begitu, ambil semua pekerjaan untuk acara indoor saja. Dan tolak semua pekerjaan outdoor."  "Baiklah." Ramli mencoba memilih pekerjaan yang harus mereka terima dan menolak beberapa lainnya.  "Mike belum tau masalah ini?" Selidik Ramli, disela kedua matanya fokus menatap layar Ipad.  "Belum." Jawab Maureen pelan. "Kenapa? Dia berhak tau. Setidaknya salah satu keluarga lo harus tau, kalau lo belum siap kasih tau orang tua." Saran Ramli.  "Bukannya belum siap, tapi Mike masih memiliki kerja sama dengannya. Mereka masih sering bertemu, dan." Maureen menjeda ucapannya dengan menghela lemah. "Dan gue gak mau dia tau." Lirihnya.  Sekilas memang sulit dipahami keinginan Maureen. Wanita itu hamil dan sudah jelas pasti siapa lelaki yang menghamilinya, namun wanita itu justru menolak memberitahu ayah si bayi dengan alasan tidak jelas.  "Semua keputusan ada di tangan lo. Gue sebagai teman hanya mendukung."  Maureen menoleh ke arah Ramli. "Gue gak tau bakal seperti apa kalau sampai lo gak ada di samping gue sekarang. Mungkin gue lebih memilih loncat dari atap gedung, daripada harus hidup sendiri." Kedua mata Maureen kembali berkaca-kaca.  "Jangan ngomong gitu." Ramli mendekat dan merengkuh tubuh Maureen kedalam pelukannya. "Gue selalu ada, sampai kapanpun gue ada di samping lo." Bisik Ramli, tepat di sebelah telinga Maureen.  "Jangan nangis, dia pasti sedih lihat Ibunya sedih." Ramli semakin mengeratkan pelukannya, begitu tubuh Maureen bergetar karena menangis.  Sosok Ramli benar-benar berpengaruh dalam kehidupan Maureen. Bukan hanya dalam kehidupan karirnya saja, tapi juga dalam kehidupan sehari-harinya. Lelaki yang sudah menginjak usia 33 tahun itu bisa dijadikan teman dan juga kakak, bahkan Mureen lebih dekat dengan Ramli di bandingkan Mike yang notabene kakak kandungnya.  Saat ini Maureen tinggal bersama Ramli di sebuah apartemen mewah yang dibeli Ramli untuk kediaman pribadinya. Karena sebulan terakhir ini kondisi Maureen kurang baik dan juga demi untuk menghindari awak media, akhirnya Maureen dan Ramli memutuskan untuk tinggal dalam satu rumah. Apartemen dengan pengamanan super extra merupakan hunian yang sangat dibutuhkan Maureen saat ini. Alhasil mereka memilih tempat tinggal Ramli, karena tempat tinggal maureen sebelumnya sudah mulai ada penyusup yang bisa mencari bahan berita.  "Gue keluar sebentar, jangan lupa makan dan minum vitaminnya. Kalau mual, aku sudah beli beberapa jenis buah-buah segar untuk mengurangi rasa mual. Jangan bekerja terlalu berat dan perbanyak istirahat."  Maureen hanya mengangguk sebagai jawaban.  Setelah Ramli pergi meninggalkannya sendiri Maureen kembali merenungkan nasib dirinya. Apa yang akan ia perbuat pada bayi dalam perutnya? Apakah ia sanggup mengurusnya seorang diri tanpa bantuan seorang suami? Lalu bagaimana jika suatu hari anaknya bertanya akan sosok sang ayah, Maureen harus menjawab apa? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus berputar dalam benak Maureen dan membuatnya semakin gelisah. Seharusnya ia merasa senang karena pada akhirnya bisa hamil, namun hamil di luar nikah bukan pilihan terbaik saat ini. Terlebih hamil oleh mantan suami itu lebih menakutkan.  Ingatan Maureen kembali pada kejadian beberapa bulan lalu, dimana semua kejadian ini berawal.  Maureen." Barry membisikan nama Maureen tepat di telinga wanita yang sudah resmi menyandang status janda itu.  Keduanya saling melampiaskan rindu, dan api gairah yang selama ini mereka pendam. Hanya suara decit tempat tidur yang mengiringi malam panas mereka berdua. Bahkan mereka berdua mengabaikan tempat yang sebenarnya terlalu rawan dan sangat minim pengaman. Nafsu sudah menguasai mereka berdua, hingga keduanya lupa akan resiko besar yang tengah menunggu di luar sana.  Kesadaran Maureen mulai hilang begitu permainan panas itu selesai. Antara sadar dan tidak, ia melihat sosok lelaki yang tengah menatapnya dengan tatapan sulit diartikan tengah mengenakan satu persatu pakaian dan mulia menghubungi seseorang lewat panggilan telepon. Setelah itu, Maureen benar-benar tidak sadarkan diri.  "Ren, Maureen!"  Samar-samar terdengar seseorang memanggil namanya, menyadarkan ia dari mimpi indah yang baru saja dirasakan Maureen. "Maureen!" Panggilan itu kembali terdengar, bahkan kali ini berikut pukulan keras mendarat di tangan Maureen.  "Aduh," Maureen merintih, karena pukulan itu cukup keras ia rasakan.  "Bangun!" Guncangan kembali dirasakan Maureen, kali ini seluruh tubuhnya terasa bergoyang-goyang. "Ya Tuhan, kenapa ribut sekali sih Nov." Keluh Maureen setelah ia mengenali suara Novi yang sejak tadi berusaha membangunkannya.  "Hari ini aku libur, capek banget." Ucap Maurern, ia pun kembali menarik selimut dan menutupi tubuhnya hingga sebatas leher. "Kamu masih mau disini? Asal kamu tau, sebentar lagi wartawan pasti datang dan meliputmu. Lalu, satu detik kemudian muncul berita di berbagai akun gosip dengan tulisan, Maureen tengah menghabiskan malam bersama seseorang di hotel Mawar." Jelas Novi.  "Apa?" Kedua kelopak mata Maureen terbuka. "Kamu ngomong apa barusan? Aku tidak salah dengar,,, kan?" Maureen menyibak selimut dengan tergesa dan segera bangkit untuk memastikan kebenaran ucapan Novi. Namun begitu kedua bola matanya terbuka sepenuhnya, alangkah terkejutnya begitu ia mendapati dirinya tengah berbaring di salah satu kamar kecil dan bukan kamar besar di apartemennya.  "Aku dimana?" Tanya Maureen bingung.  "Sebaiknya sekarang kita pergi, jangan sampai Wartawan datang dan benar-benar memerogikimu." Ajak Novi. "Tapi," Maureen melihat ke arah tubuhnya. Sekilas tidak ada yang salah dengan penampilannya, ia masih mengenakan pakaian yang sama, hanya saja jaket blazer miliknya sudah tergantung rapi di belakang pintu.  "Siapa yang membawaku kemari? Apa yang terjadi."  "Gak ada waktu untuk menjelaskannya sekarang, lebih baik kita segera pergi sebelum para wartawan itu datang." Novi segera menarik tubuh Maureen dan mengajaknya pergi karena sedikit saja mereka bergerak lambat, maka para awak media akan segera mengetahui keberadaan Maureen dan akan dengan senang hati menyebarkan berita palsu.  Dengan langkah seribu keduanya segera pergi meninggalkan hotel tersebut dengan menggunakan taksi online agar keberadaan mereka tidak diketahui. Tujuan mereka adalah tempat tinggal Maureen yang terletak cukup jauh dari hotel tempat Maureen semalam menginap.  Selama perjalanan pulang, tidak hentinya Maureen mencoba untuk mengingat kembali apa saja yang terjadi padanya semalam. Selain ia melihat dan merasakan sentuhan dari mantan suaminya, Barry. "Ren, semalam aku benar-benar minta maaf." Ucap Novi. Wanita yang bekerja dan menemaninya selama berkarir di industri hiburan itu nampak begitu menyesal.  "Memangnya kenapa? Apa yang terjadi semalam?" Tanya Maureen penasaran, sebab ia tidak begitu jelas mengingat semuanya.  "Karena,,, karena aku." Novi ragu untuk mengatakan sejujurnya pada Maureen. "Karena semalam aku ninggalin kamu bareng pak Josep."  "Terus? Bukannya itu hal biasa. Lagi pula kamu hanya bertugas menemani, selebihnya aku dan Ramli yang akan mengurus kontrak kerja."  Novi memang hanya bertugas mengurus Maureen dengan menyiapkan segala keperluan yang dibutuhkan dan mengingatkan Maureen untuk jadwal kerja. Untuk urusan kontrak kerja dan masalah penting lainnya, Maureen selalu melibatkan Ramli, sang Manager.  "Tapi semalam kenapa Ramli lama sekali datang, biasanya dia akan bergerak cepat begitu mendengar atau mencium bau uang."  "Ren, aku benar-benar minta maaf." Kali ini Novi mulai menangis.  "Kenapa menangis?" Maureen bingung sendiri dengan tingkah laku Novi, karena tiba-tiba saja wanita itu menangis tanpa sebab.  "Aku yang merencanakan semuanya. Aku sengaja membawamu untuk bertemu Yosep tanpa sepengetahuan Ramli." Ungkap Novi. "Apa?"  "Yosep menawarkan sejumlah uang untukku dengan syarat dia ingin bertemu langsung denganmu. Awalnya aku tidak menyetujuinya, tapi aku melakukan itu karena terpaksa." PLAK!!! Tamparan keras mendarat di wajah Novi.  "Jadi, kamu menjebakku?" Tanya Maureen dengan nada tidak percaya.  "Aku terpaksa, Ibuku sakit."  PLAK!!   Tamparan itu kembali menghantam wajah Novi. "Aku tau, aku memang pantas mendapatkannya." Ucap Novi sambil terisak.  "Aku memang pantas mendapatkannya. Dan sekarang lebih baik kamu turun!" Maureen benar-benar tidak menyangka Novi akan melakukan hal tersebut padanya.  "Aku bilang turun!" Maureen berteriak.  "Tolong berhenti, Pak!" Maureen meminta sopir untuk menghentikan laju kendaraan yang mereka tumpangi.  "Turun, atau aku akan berteriak." Ancam Maureen.  "Ren, dengarkan penjelasanku dulu. Kita bicara baik-baik." Meskipun Novi mengakui kesalahannya, namun ia masih berharap Maureen mau mendengarkan penjelasannya.  "Aku mohon. Aku bisa jelaskan."  "Jelaskan kamu bilang? Asal kamu tau, tua bangka itu hampir saja memperkosaku. Itu yang ingin kamu jelaskan, iya?!"  "Ya Tuhan, aku tidak menyangka dia akan melakukan hal itu. Dia berjanji tidak akan melakukan hal apapun dan hanya akan mengajakmu makan malam saja." Sejujurnya Novi pun tidak mengetahui rencana jahat Yosep, karena menurut penuturannya ia hanya ingin bicara dan makan malam saja bersama Maureen.  "Jangan berbohong! Lebih baik sekarang kamu turun, atau aku akan menuntutmu!" Ancam Maureen.  "Ren,"  Dengan berat hati dan berharap Maureen mau memaafkannya, Novi pun turun dari mobil. Sementara setelah Novi turun, Maureen segera meminta sopir taksi segera membawanya ke apartemen.  Hancur, sedih, kecewa, itu yang dirasakan Maureen saat ini. Terlebih karena selama ini ia sangat mempercayai Novi dan sudah menganggap Novi sebagai saudaranya sendiri. Tapi apa yang didapat Maureen, ia justru dihianati hanya karena di iming-imingi uang. Maureen selalu membantu Novi, dan tidak pernah memperhitungkan berapa uang yang dikeluarkan Maureen untuk Novi meski itu di luar upahnya bekerja.  Dan hal yang paling menyakiti hati Maureen yaitu, Novi justru menjerumuskannya dan menjadikannya umpan pada lelaki hidung belang bernama yosep. Lelaki tua itu terkenal akan kekayaan yang dimilikinya, bukan hanya kaya ia juga sangat berpengaruh pada usaha dan bisnis tertentu. Berkat kekuasaan yang dimilikinya, Yosep mampu membeli apapun yang diinginkannya. Termasuk wanita dan sialnya saat ini Yosep tengah menginginkan Mureen dan menjadikannya wanita simpanan

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
189.3K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
95.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.1K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook