Rencana Papa

2042 Words
“Papa sangat bangga kepadamu, Julian, akhirnya… kita bisa bangkit lagi, kau berhasil memenangkan tender yang sangat besar,” Anton berujar dengan napas berat dan perkataan yang sedikit kurang jelas di atas tempat tidurnya. Belum lama ini Anthony Nararya terkena stroke berat. Sebelumnya, lelaki berusia 58 tahun yang gila kerja itu sudah beberapa kali terkena stroke ringan dan mengabaikannya. Sebelum serangan terakhir yang membuat hampir separuh badannya lumpuh dan hingga saat ini belum pulih sepenuhnya serta masih harus melakukan berbagai terapi pendukung. Kondisi Anthony yang belum pulih dan pekerjaan yang kian menumpuk, membuat Julian harus pulang ke Indonesia. Apalagi, Jehan Enterprise yang sebelumnya berada jauh di bawah mereka, semakin lama pamornya semakin menanjak menyaingi Creative Universe. Anton sendiri bisa melihat bahwa Augusta kurang bisa diandalkan. Dia selalu sibuk dengan kegiatan band dan bermusiknya di ruang bawah tanah. Walaupun putra bungsunya memang sempat terlibat dengan salah satu anak perusahaan EO mereka yang berkaitan dengan penyelenggaraan event musik, tetapi dia enggan menanganinya terlalu jauh apalagi mengurus bagian perusahaan yang lainnya. Sedangkan Julian, sudah dipastikan akan menjadi penerus usaha keluarga mereka yang handal. Putra sulung dari istri pertamanya itu lebih ambisius dan bertangan dingin dalam bekerja. Saat sedang liburan, Julian kerap pulang ke Indonesia dan turut berperan di perusahaan. Oleh karena itu, Anton juga tahu etos kerja putranya tersebut. Di perusahaan tempat dia bekerja sebelumnya di Manhattan, Julian juga menempati posisi penting sebagai manajer kreatif dan sudah berhasil membuat namanya cukup populer. Dia ditawari gaji selangit agar tetap tinggal, tetapi Julian pilih kembali ke Indonesia saat tahu ayahnya jatuh sakit dan kondisi perusahaan yang mulai terjepit. Tangan Anton yang agak gemetar perlahan bertumpuk di atas tangan putra sulungnya. “Papa mengandalkanmu, Julian… Papa tidak akan pernah rela, jika mereka sampai melibas kita.” Julian tahu benar siapa yang ayahnya maksudkan dengan “mereka”. “Kau harus menghancurkan mereka. Mereka… mereka sudah pernah menghancurkan Papa. Membuat papa berada di lembah putus asa paling dalam di hidup Papa….” Dari suara serak dan mata redup itu, rasa dendam bersinar tajam di sana. Seketika Julian teringat Rene. Ia tidak tahu apa yang dirasakannya saat ini. Angin dingin berhembus ke hatinya. Direktur CU itu menelan ludah untuk berusaha menenangkan dirinya. “Ya. Papa…” Julian menangkup tangan ayahnya, berusaha menenangkan. “Aku janji aku tidak akan mengecewakan Papa.” Pintu kamar yang terbuat dari kayu jati berat terbuka. Saat itu Helena, Mama tiri Julian masuk, membawakan obat untuk diminum oleh Anton. “Julian, makan malam sudah disiapkan. Sana makan dulu, biar Tante yang menjaga Papa,” katanya. Setelah sekian lama, Julian memang masih memanggil istri ayahnya itu dengans sebutan tante. Julian mengangguk dan beranjak keluar kamar.setelah berpamitan dari ayahnya. Helena lantas membantu suaminya minum obat. “Jangan lupa besok pagi kita ke dokter Herdy, kamu ada terapi,” Helena berujar lembut, sambil mengangsurkan air minum. Anton mengangguk-angguk setelah menelan obatnya. “Mana Augusta?” tanyanya. “Belum pulang. Tadi katanya ada latihan band dengan teman-temannya.” Pria yang hampir berusia 60 tahun itu berdecak. “Masih saja mengurusi band-nya yang tidak berguna itu. Apa dia pikir aku sudah mati? Sama sekali tidak pernah kelihatan batang hidungnya.” Anton tampak geram, lantas terbatuk-batuk kecil. “Paa… Papa sabar… jangan marah-marah terus,” Helena berusaha menenangkan suaminya. “Bagaimana tidak marah, anakmu itu.. uhuk…! Uhuk…!” “Iya, Pa, iya… nanti aku bicara sama dia… sudah, Papa istirahat ya…” Dengan napas terengah-engah, Anton membenahi dirinya di balik selimut. “Kalau saja… tidak ada Julian… Hhh… mungkin… perusahaan sudah tumbang…” keluh Anton. “Pa… yang penting Papa sehat dulu, sekarang perusahaan sudah ada yang mengurus. Sudah tenanglah,” Helena merapikan selimut Anton, berusaha menenangkan suaminya tersebut agar bisa beristirahat.   *** Di ruang makan keluarga Pradipta, hanya denting peralatan makan yang terdengar. Baik Rene atau kedua orangtuanya untuk beberapa waktu tidak bersuara, setelah sebelumnya Rene baru saja mendapat cercaan dan kemarahan ayahnya atas kekalahan tendernya dari CU. “Aku janji Pa, Rene akan mendapatkan proyek lain yang lebih baik dan mengalahkan CU! Papa harus percaya padaku!” Itu sumpah yang Rene katakan kepada ayahnya tadi, sehingga Johan melepaskan Rene. Namun ketegangan di antara mereka, terus berlanjut hingga makan malam saat ini. Tidak ada yang berani bicara, hingga Johan tiba-tiba bertanya.             “Rene, apa kau sudah punya kekasih?” tanya pria separuh baya itu tiba-tiba, memecah keheningan di antara mereka. Gadis itu menggeleng perlahan, “Tidak ada,” jawabnya singkat. “Mau Papa kenalkan kepada seseorang?” pertanyaan datar Johan terdengar seperti tak ingin dibantah. Rene terdiam beberapa saat, saling melirik dengan ibunya, Mariana. Mereka tahu sama tahu, walaupun itu sebuah pertanyaan, tetapi sebetulnya Johan tidak mengharapkan jawaban negatif. Kepala kelurga itu melanjutkan, “Papa sudah bertemu calon yang sangat tepat untukmu. Papa yakin dia pria terbaik untukmu. Selain berasal dari keluarga yang—“ “Mas, jangan terlalu mengatur Rene,” ibunya menyela, saat melihat raut wajah putrinya berubah buram dan sangat enggan. “Sekarang jaman sudah modern, dia—“ “Ah kamu itu tahu apa,” tukas Johan agak menyentak, membuat tangan Mariana sontak mengejat dan menjatuhkan sendoknya. Namun hal itu tidak menahan Johan dari menaikkan suaranya. “Justru anak jaman sekarang sering tidak bisa berpikir panjang! Mereka pikir cinta bisa membuat perut lapar menjadi kenyang!? Hidup suka-suka saja, berakal pendek! Banyak yang susah di masa tua karena salah memilih pasangan! Coba kalau kau tidak menikah denganku!? Memangnya kau bisa senang seperti sekarang!?” bentaknya tanpa ampun. “Pa!” hardik Rene, mulai tak bisa menahan diri. Mariana tampak menunduk diberi tudingan oleh suaminya. Rene tahu mamanya sedang menahan sakit hati. Wanita lembut itu bernapas dengan berat dan lantas berdiri dari meja makan untuk pergi tanpa merapikan perangkat makannya. “Ck!” Johan membanting serbet ke meja, kesal dengan kelakuan istrinya. Rene ikut menghela napas. Sikap keras ayahnya memang sering keterlaluan. Om-nya sempat berkata, bahwa itu semua karena pengkhianatan yang pernah Johan terima dari anak buah kepercayaannya. Anthony Nararya, ayah Julian di masa lalu. “Dengar, Rene,” kali ini nada mengultimatum itu kembali pada anak gadisnya. “Tinggal kamu satu-satunya anak Papa. Papa tidak ingin kamu salah memilih pasangan, atau dimanfaatkan oleh orang lain. Hidup ini keras!” Ia meraih tangan Rene dan menggenggamnya. “Dan uang sering menodai kesetiaan. Kamu harus ingta itu!! Hanya kamu yang Papa punya sekarang, agar usaha yang papa rintis sejak dulu ini bisa bertahan dan berjaya. Kamu mau menurut ‘kan, pada Papa?” tuntut Johan. Rene menelan ludahnya. “Ya, Papa…” Trauma masa lalunya pernah dikhianati itu membuat Johan menjadi keras. Mariana, istrinya pun, tidak pernah dibiarkannya meninggalkan rumah. Pria itu sangat posesif kepada istri yang memberinya dua buah hati itu. Terlepas dari begitu kayanya Johan, Mariana hampir tidak punya kehidupan sosial, selain bepergian dengan suaminya. Sebagai putrinya, Rene melihatnya seperti sebuah tali kekang yang terikat kencang. Dahulu, Rene pernah punya seorang kakak yang dua tahun lebih tua darinya. Saat Rene SMP, kakaknya yang masih berusia 17 tahun bunuh diri karena hamil di luar nikah sementara kekasihnya tidak mau bertanggung jawab—entah siapa. Tidak ada yang tahu aib itu terjadi hingga kabar kakaknya menggegerkan dan menambah noda di nama Pradipta. Sejak saat itu Johan juga menjadi sangat mengekang Rene, membatasi pergaulannya sehingga hampir tak memiliki teman. Ia harus melaporkan semua yang dilakukannya. Mengontrol nilai belajarnya, dan terutama dengan siapa Rene banyak menghabiskan waktunya. Mungkin hanya Alicia saja teman Rene yang bisa diterima. Teman sebangkunya selama tiga tahun di SMA itu memang pribadi yang hangat dan ceria. Terlebih lagi, ayah Alicia cukup terpandang dengan jabatannya di salah satu BUMN. Gadis itu juga yang membantu Rene mendapatkan jalannya kembali membangkitkan perusahaan ayahnya. Rene ingat benar bagaimana susahnya keluarga mereka saat itu. Ketika usaha event organizer keluarganya dahulu di ambang kebangkrutan karena tidak ada lagi yang ingin menggunakan jasa EO Johan akibat perbuatan Anton yang membuat EO-nya kehilangan banyak klien. Ayahnya pernah bercerita, bahwa Johan dan Anton sebelumnya adalah rekan kerja yang kompak di sebuah perusahaan . Sebelum kemudian Johan Pradipta mendirikan perusahaan event sendiri dan membawa Anton bersamanya. Tetapi ayah Julian yang picik malah keluar dari perusahaan, setelah menggelapkan uang dan mencuri semua ide serta proyek yang hendak dikerjakan oleh EO ayahnya. Johan sempat berhasil memenjarakan Anton walaupun harus menggelontorkan banyak uang untuk melakukannya. Selepasnya Anton dari penjara, lelaki itu berhasil bangkit dengan dibantu orang-orang kepercayaannya. Hal itu karena Anton memang memiliki jaringan yang kuat saat menjalankan perusahaan Johan sebelumnya. Tidak heran jika ayah Julian sempat lebih maju dari ayahnya. Sementara bisnis Johan semakin lama semakin suram. Rene dibesarkan dengan dendam yang sudah terpatri di hatinya kepada keluarga Julian. Apalagi, mamanya sempat sakit parah yang membutuhkan biaya besar untuk perawatannya. Ayahnya mendekati bangkrut saat Rene SMA. Namun terlepas keuangan keluarga yang morat-marit, Rene disekolahkan di sekolah bergengsi, dan ia tahu bagaimana sebuah pesta ulang tahun sangat penting bagi remaja seumurnya.Saat itu Alice yang pertama kali meminta Rene membuatkan pesta ulang tahun untuknya dan ternyata sukses besar. Oleh karena itu, Rene memiliki ide, ia mulai menawarkan jasanya fokus untuk membuat pesta ulang tahun yang meriah dan seru bagi teman-temannya. Alice pun membantu mempromosikan jasa Rene tersebut hingga mendapatkan lebih banyak kepercayaan. Johan pun memberikan restu dan hal itu ternyata menjadi jalan baru bagi usaha keluarganya. Sukses dari satu pesta membawanya ke pesta lain. Pada akhirnya Rene pun didaulat sebagai “ratu pesta” bukan karena hobi berhura-hura di pesta, melainkan karena dia selalu berhasil membuat pesta ulang tahun yang meriah dan berkesan. Rene mulai dikenal banyak anak konglomerat. Setelah berhasil jadi penyelenggara pesta, dia mulai menjadi penyelenggara event musik dan event-event untuk anak-anak muda lainnya. Perlahan, EO ayahnya yang sekarat mulai bangkit dan Rene mendapatkan kepercayaan penuh ayahnya. Rene langsung menjadi manajer di EO keluarganya sebelum lulus kuliah. Ilmu, pengalaman, dan pengetahuan yang ia dapatkan berhasil membuat Rene membawa EO ayahnya melebihi kejayaannya kembali. Dan saat ini, sudah bisa dibilang Jehan Enterprise mulai sejajar, bahkan hampir melewati kedudukan CU yang sempat oleng dengan sakitnya ayah Julian selaku pendiri CU beberapa waktu lalu. Jika saja Julian tidak kembali dari Amerika dan merebut tendernya dengan cara licik. Rene amat geram teringat lelaki itu. Dia pasti memiliki masa lalu lebih indah dibandingkan Rene. Tentunya dari uang haram hasil pengkhianatan ayahnya yang berdampak pada hancurnya kondisi keluarga Pradipta saat itu. Julian Severino Nararya… Nama itu terdengar seperti mantra pengungkit kepahitan di jantungnya. Tidak seharusnya Rene mengingat nama itu terus. Namun belakangan, nama yang sama tidak kunjung hilang dari benaknya. “Nanti kau temui saja dulu orangnya. Papa yakin kau akan menyukainya,” perkataan Johan mengembalikan pikiran Rene yang melayang pada tempatnya. “Iya Pa,” jawab Rene singkat. Enggan. *** Rene mematahkan lehernya ke kiri dan ke kanan untuk menghilangkan ketegangan. Ia sudah menghabiskan waktu cukup lama berendam di bath tub dengan ditemani aromaterapi favoritnya. Sekarang ia pun sudah mengenakan gaun tidurnya dan melakukan ritual perawatan kulit di hadapan meja riasnya. Tiba-tiba, Rene teringat sesuatu. Ia menatap lacinya beberapa waktu, sebelum kemudian menarik dan merogoh ke dalamnya. Ia mengeluarkan sebuah kotak musik yang pernah Julian hadiahkan kepadanya. Benar. Itu adalah kado dari “Ian” yang pernah ia terima. Ia simpan dengan baik di dalam lacinya. Rene membuka kotak musik itu dan kembali terdengar melodi lagu “What Is a Youth” yang mengalun. Bibir Rene berkedut tegang. Setelah mengetahui bahwa pria pasangan misteriusnya malam itu adalah Julian, Rene memang sempat sangat marah dan berpikir untuk membuang kado tersebut. Tetapi entah kenapa, gadis itu tidak jadi melakukannya. Ia merasa enggan. Setidaknya, kotak musik itu adalah bagian dari kenangan manis. Rene menutup kembali kotak musik tersebut dan mengehela napas dalam. Ia harus mengakui saat ini hati dan pikirannya benar-benar campur aduk jika mengingat Julian. Jadi, lelaki itu memang benar-benar hanya mempermainkannya, dia pun bersikap baik hanya demi tujuannya yang kotor saja. Tetapi, Rene masih tidak percaya semua sikap dan perbuatan Julian itu hanya karena motifnya yang jahat. Julian tidak harus menjadi pasangannya malam itu, tetapi dia tetap melakukannya. “Hhh…” Rene menghela napas lelah. “Kenapa aku malah jadi memikirkannya!?” Ia mengeluh kesal. Rene lantas kembali memasukkan lagi kotak musiknya ke bagian dalam laci. Gadis itu berusaha memusatkan perhatiannya lagi dan menguatkan alasannya harus membenci Julian. Ia tidak boleh memiliki pendapat lain. Pokoknya, mereka berdua saingan, musuh besar. Rene tidak boleh memikirkan kemungkinan lainnya. Lagipula, ia yakin bahwa Julian juga tidak memandangnya berbeda. 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD