“Drama apa ini?” Alfatih balik memandang tuan rumahnya dengan sebelah alis terangkat seperginya Aretha dari ruang kerja Hanendra Bahuwirya. Ia menatap asistennya dengan wajah penuh tanya yang dijawab pria itu dengan gelengan kepala.
“Di-dia saudara kembar Talitha.” Cicit nyonya Apsarini, calon mertua Alfatih.
“Kembaran?” tanya Alfatih dengan dingin. “Kenapa informasi seperti ini tidak pernah sampai kepadaku?” tatapannya kini beralih pada si pemilik rumah yang sejak tadi memilih untuk membisu. “Jika aku tidak melihatnya disini malam ini, apa kalian akan menjebakku dengan apa kata kembaran Talitha tadi? Mempelai pengganti?” ucap Alfatih sinis dengan tatapan mengarah pada Mahiswara—satu-satunya wanita tertua di kediaman Bahuwirya.
“Ti-tidak, tidak akan seperti itu. Talitha jelas akan kembali secepatnya. Kami akan menemukannya.” Ucap Apsarini dengan gugupnya. Ia memandang ke arah suaminya, namun suaminya tampak tidak memberikan tanggapan apapun.
“Semoga saja.” Jawab Alfatih seraya mendengus. “Kalian tentu tahu resiko jika pernikahan ini batal.” Lanjutnya seraya berjalan meninggalkan ruang kerja Bahuwirya. Beberapa langkah di luar ruang kerja, Alfatih menoleh pada asistennya dan berkata. “Kau tahu apa yang harus kau lakukan?” tanyanya yang dijawab asistennya dengan anggukkan kepala.
Di waktu yang bersamaan
Aretha kembali masuk ke dalam mobilnya dengan jantung berdebar sangat kencang dan terasa menyakitkan. Ia terduduk di dalam mobilnya dengan dahi berkeringat dingin dan juga tangan yang mencengkeram setir dengan begitu kuat namun gemetar.
Tujuh belas tahun. Itu bukan waktu yang singkat jika ia menghitungnya. Dan selama itu ia tidak pernah bertemu dengan sosok Mahiswara Lituhayu. Nenek yang tidak pernah menginginkannya untuk menjadi cucunya. Nenek yang secara terang-terangan menolak kehadirannya. Tidak ada yang berbeda dari wanita itu selain wajahnya yang menua dan kulit tubuhnya yang mulai mengendur. Uang yang banyak ternyata tidak membuatnya terlihat awet muda. Ejeknya dalam hati.
Aretha menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi. Mendongakkan dan berusaha mengatur napasnya sampai tenang. Dzikir! Aretha mendengarkan suara ibu sambungnya di kepalanya dan dengan segera ia melakukannya. Enam kalimat dzikir Aretha gaungkan dalam kepalanya—Istighfar (Astaghfirullahhaladzim), Tasbih (Subhanallah), Tahmid (Alhamdulillah), Takbir (Allahu Akbar), Tahlil (La ilaha ilallah) dan Hawqolah (La hawla wa la quwwata illa billah)—sampai ia merasa tenang dan siap untuk kembali melanjutkan perjalanannya.
Ya Allah, satu kali pertemuan dengan wanita yang ia benci selama ia mengenalnya bisa membuat ia sebegitu terguncangnya. Apa yang akan terjadi jika Aretha harus terus melihatnya. Aretha bergidik ngeri seketika. Setelah merasa lebih tenang, Aretha kembali menyalakan mesin mobilnya dan berlalu meninggalkan kediaman Bahuwirya dengan harapan bahwa ia tidak akan pernah menginjakkan kakinya lagi kesana.
******
Empat jam setelah kembali dari kediaman Bahuwirya, Alfatih menerima laporan yang ia minta dari asistennya. Uang dan kekuasaan jelas membuat semuanya mudah. Alfatih tidak bisa memungkiri itu.
Dibacanya lembar demi lembar data yang ada di tangannya dan akhirnya Alfatih tahu masa lalu kelam istri dari seorang Hanenda Bahuwirya yang terkenal tanpa celah itu. Afatih harus memuji kelihaian keluarga calon mertuanya itu karena berhasil menyembunyikan hal penting seperti sosok kembaran tunangannya yang hilang sampai investigatornya sendiri tidak bisa menemukannya.
Aretha Syazani Nasir. Kakak kembar dari Talitha Davina Nasir—yang kini berganti menjadi Talitha Davina Bahuwirya. Putri dari pasangan Apsarini Ningrum dan Baskara Nasir.
Seperti kisah klise para konglomerat apda umumnya. Pernikahan Apsarini dan Baskara tak disetujui oleh keluarga Apsarini karena Baskara yang hanya orang biasa. (Sudah dibahas di bab sebelumnya)
Di usia sembilan tahun, Aretha dan Talitha dipisahkan namun kedua kembar itu masih berkomunikasi. Persis seperti yang Apsarini katakan di ruang kerja suaminya. Tiga tahun setelah kembar itu dipisahkan—dimana usia Aretha dan Talitha empat belas tahun—ayah Aretha kemudian menikah lagi dengan seorang wanita bernama Rachma Ayunita—Pendatang baru di daerah tinggal Aretha dan ayahnya yang merupakan seorang janda pemilik rumah makan yang diceraikan oleh suaminya karena lima tahun menikah namun tak juga memiliki anak—yang kemudian di tahun kedua pernikahannya dengan ayah Aretha berhasil memiliki seorang putri yang bernama Aisyah Chamila Nasir (11) dan Farhan Ibrahim Nasir (7).
Selepas menikah dengan Rachma, kehidupan keluarga Aretha juga berubah menjadi lebih baik. Baskara mulai merintis usahanya kembali di bidang yang memang pria itu geluti sejak lama. Dia yang tadinya hanya seorang montir, dalam kurun waktu empat belas tahun berhasil memiliki bengkel dan juga sebuah showroom mobil. Meskipun kekayaannya tidak mencapai kekayaan keluarga Bahuwirya, namun tetap saja pria itu bukan lagi pria miskin dan kekurangan seperti saat menikah dengan Apsarini Ningrum.
Namun bukan sosok Baskara dan karirnya yang membuat Alfatih tertarik. Melainkan sosok Aretha Syazani Nasir. Secara fisik memang tidak ada yang berbeda dari mereka. Keduanya memiliki postur tubuh yang tinggi dan langsing. Paras yang cantik yang Alfatih tahu memiliki darah Rusia yang berasal dari keluarga Mahiswara sang nenek. Rambut mereka sama panjang, berwarna coklat gelap dan sedikit bergelombang. Kulit yang sama-sama putih. Bahkan bentuk mata, hidung dan bibir mereka serupa. Yang membedakan Aretha dan Talitha hanyalah dua hal. Karakter dan juga warna bola mata.
Talitha seperti yang Alfatih kenal adalah sosok gadis yang berpenampilan feminine cenderung anggun namun memiliki karakter yang congkak. Dia juga sosok gadis yang tidak mau melakukan apa-apa sendirian dengan kata lain dia anak yang manja dan suka memerintah. Sementara untuk karir, Alfatih tahu bahwa wanita itu lebih memilih menjadi nyonya daripada harus bekerja.
Sementara Aretha. Dari penampilan yang Alfatih lihat, gadis itu jelas sosok yang tomboy dan cenderung kasar. Namun dari laporan yang ia terima, Alfatih bisa memastikan kalau sosok Aretha bukanlah sosok gadis yang manja dan suka memerintah. Di usianya yang ke dua puluh enam, Aretha sudah menjadi pimpinan di sebuah perusahaan Event Organizer. Tidak mudah menjadi pengusaha di usia semuda itu, dan hal itu—menurut informasi yang tertulis—diperoleh Aretha dengan bekerja keras, mulai dari magang, kuliah dan merintis karirnya disaat gadis itu masih menjadi mahasiswi. Poin penting lain yang Alfatih dapatkan dari sosok Aretha adalah, gadis itu adalah sosok yang sangat sayang keluarga. Hal itu tertulis juga dalam laporan yang diberikan orangnya. Bahwa Aretha sangat dekat dengan nenek, ibu sambung dan juga dua adiknya yang terlahir dari ibu yang berbeda.
Karakteristik yang jelas sangat berbeda dengan sosok Talitha.
Dan hal lainnya yang membedakan Aretha dengan Talitha adalah. Jika Talitha memiliki bola mata berwarna abu, maka kakak kembarnya memiliki warna mata yang unik. Selain abu, Alfatih bisa melihat warna hijau dan kuning keemasan di mata Aretha. Ya, perbedaan warna mata ini Alfatih temukan sendiri kala ia memperhatikan gadis itu tadi. Entah yang lain akan menyadarinya atau tidak.
“Tidak ada keterangan tentang teman kencannya disini.” Alfatih memandang asistennya yang menjawab pernyataannya dengan gelengan kepala.
“Dari informasi yang diperoleh, Nona Aretha memang tidak pernah berkencan.”
“Teman pria?” tanya Alfatih lagi.
“Masih harus diselidiki, Tuan.” Jawabnya lugas yang hanya bisa Alfatih jawab dengan anggukkan.
“Bagaimana dengan keluarga Banuwirya?” tanyanya ingin tahu.
“Masih belum ada tanda-tanda kembali, Tuan.” Jawab asistennya lagi yang hanya Alfatih jawab dengan senyum miringnya.
“Menurutmu, apa mereka akan melakukan apa yang aku pikirkan?” tanyanya meminta pendapat.
Asistennya itu menganggukkan kepala. “Mereka tidak punya pilihan lain, Tuan.” Jawab asistennya lagi yang kembali dijawab Alfatih dengan senyum di wajahnya.
Tentu saja mereka tidak punya pilihan lain. Dan Alfatih harus mengacungkan dua ibu jarinya pada sosok Mahiswara yang meskipun sudah tua, wanita itu masih bisa berpikir cepat dengan niatan menjadikan Aretha sebagai mempelai pengganti untuk adik kembarnya yang hilang, Talitha.
Apakah Alfatih merasa ditipu? Tentu saja. Jika saja tadi ia tidak melihat sosok Aretha mungkin ia baru akan menyadari kalau pengantinnya ditukar esok hari. Namun entah takdir memang berpihak padanya atau Aretha memang sedang mengalami nasib sial. Kedatangannya kala itu—yang bermaksud untuk memberikan surat pernyataan wali nikah dari ayah kandung tunangannya pada Hanenda, ayah tirinya—justru membuat Alfatih tertarik dan justru menginginkannya.
Ya, dia ingin Aretha Syazani Nasir yang berada di kursi pelaminan bersamanya besok. Bukan saudara kembarnya. Tidak ada yang dirugikan disini. Tidak Hanenda, tidak Alfatih, tidak juga Talitha—yang dengan bodohnya malah memilih pergi—melainkan Aretha Syazani Nasir. Alfatih tahu gadis itu akan menolak keinginan dari nenek dan juga ibunya. Namun ia yakin, jika nenek dan ibu Aretha melakukan apa yang Alfatih instruksikan, gadis itu mau tak mau akan menjadi pengantinnya besok.