Part 2

925 Words
Aretha memandangi amplop yang ada di atas mejanya. Ayahnya berpesan padanya untuk mengantarkan amplop itu secara langsung ke kediaman ibu dan adik kembarnya, namun rasa enggan membuat Aretha masih tetap berdiri di tempatnya. Kenapa harus dirinya? Tanyanya pada dirinya sendiri. Aretha lebih memilih untuk bertemu dengan pasangan pengantin yang berselisih paham atas konsep pernikahan mereka atau calon mertua yang selalu ribut dengan calon menantu saat menentukan makanan apa yang harus tersaji saat resepsi pernikahan anak dan calon menantunya daripada harus pergi ke kediaman Bahuwirya. Sejak saat ibunya datang dan membawa Talitha pergi bersamanya, kebencian Aretha untuk wanita yang sudah mengandungnya dan wanita dari wanita yang sudah mengandungnya amatlah besar. Sekalipun ayahnya selalu menasehatinya untuk memaafkan, namun Aretha tak bisa melakukan hal itu dengan mudah. Dan lagi, isi surat itu—jika memang penting—seharusnya diambil oleh orang yang membutuhkannya. Bukan malah diantarkan oleh orang yang tidak memiliki kepentingan apapun seperti dirinya. “Loe kenapa?” Husna yang terbiasa masuk tanpa mengetuk pintu memandang ke arah Aretha dengan dahi mengernyit bingung. “Dari pagi gue perhatiin tuh bibir cemberut mulu. Lama-lama loe bisa kembaran sama bebek sama angsa. Atau sebenernya loe itu pengen punya bibir seksi kayak platipus?” Lanjutnya seraya berjalan mendekat dan meletakkan map di atas meja Aretha, tepat di samping amplop putih panjang yang sejak tadi mengganggu Aretha. “Oh, ini.” Husna meraih amplop tersebut, membolak-balikannya dengan ekspresi datar sebelum meletakkannya kembali ke atas meja. “Loe belum ngasih amplop ini ternyata, ngapain loe kekeupin (peluk) sih?” tanyanya dengan nada bingung. “Loe diemin disini juga gak bakal beranak tuh amplop. Dia juga gak bakal lari sendiri ke rumah tante Rini. Apaan sih emang isinya? Cek dari bokap? Hadiah nikahan buat adik loe?” tanyanya dengan nyinyir. Aretha memandang sepupu sekaligus sahabatnya itu dengan dingin seraya menyandarkan punggungnya ke punggung kursi kulitnya. “Anterin gih, loe juga tahu dimana alamatnya.” Perintahnya datar. “Jiah.” Ucap Husna dengan nada jijik. “Loe yang diamanatin kok malah balik nyuruh gue.” cibirnya. “Ini namanya amanat, Cinta. Mau gak mau, suka gak suka loe harus anterin sendiri. Lagian kalo loe anterin sendiri ini amplop, itu sama aja loe secara gak langsung bilang sama nyokap sama adik kembar loe kalo loe rido bin rela dilangkahin. Jadi ya udah, cus pergi sana.” Usir Husna seraya mengibaskan kedua tangannya. “Betewe, itu proposal nikahannya Mba Tri. Semuanya udah dia setujui, dia juga udah transfer DP sesuai dengan yang kita minta. Tinggal cus eksekusi.” Jawab Husna yang hanya Aretha jawab dengan anggukkan samar. Tanpa banyak kata, Husna meninggalkan ruangan Aretha. Namun tepat di daun pintu, gadis itu menghentikkan langkahnya dan kembali berujar. “Gak baik menunda pekerjaan, semakin lama loe nunda buat pergi ke rumah nyokap, semakin lama juga urusan loe kelar.” Ingatnya seraya menutup pintu. Meskipun enggan, Aretha menyetujui ucapan Husna. Dia harus segera menyelesaikan masalahnya dan itu berarti dia harus sesegera mungkin menyerahkan amplop itu pada orang yang berhak memilikinya. Dengan cepat Aretha meraih kunci mobilnya dan pergi meninggalkan kantornya. Jalanan yang lengang membuat perjalanan Aretha lebih cepat. Tanpa ia sadari, ia sudah sampai di area perumahan mewah yang sudah belasan tahun belakangan ditinggali oleh ibu dan juga adik kembarnya. Rumah tiga lantai yang super luas dengan empat pilar bundar yang berdiri kokoh menyangga bangunan itu membuat Aretha jijik melihatnya. Mewah, mungkin itu kata sanjungan yang akan orang-orang katakan mengenai bangunan di depannya. Namun bagi Aretha, kata yang tepat untuk menggambarkan rumah itu adalah ‘suram’. Aretha keluar dari mobilnya, menjejakkan kakinya yang berbungkus pumps setinggi lima sentimeter ke atas aspal di luar pagar kediaman Bahuwirya. Dengan punggung tegap dan langkah yang mantap, Aretha berjalan mendekati pintu pagar, membuat satpam yang bertugas jaga malam itu terkejut saat melihatnya. “No-nona. Anda kemana saja?” tanya seorang pria bertubuh tegap yang Aretha duga berusia empat puluhan mengenakan PDH (Pakaian Dinas Harian) berwarna hitam membuka pintu dengan tergopoh. “Nyonya sama Tuan nyari-nyari Nona dari kemarin malam.” Lanjutnya dengan nada khawatir yang membuat Aretha memandangnya dengan kedua alis menyatu. “Aku bukan nona kalian!” Ucapnya dingin yang membuat pria itu terenyak bingung. “Dimana Nyonya Apsarini.” Ucapnya yang membuat satpam itu mengerutkan dahinya semakin dalam. “Nyo-nyonya ada di dalam, bersama dengan Tunangan Anda.” Ucap pria itu dengan terbata. Aretha memandang pria itu dengan sudut matanya dan berjalan mendekati pintu kayu setinggi tiga meter di depannya. Tanpa menunggu seseorang membukakan pintu, Aretha mendorong pintu besar itu dengan dorongan yang cukup kuat. Suasana rumah luas itu terlihat sunyi, seolah tidak ada penghuni. Ia terus melangkah masuk, mengabaikan ketukan hak sepatunya yang beradu dengan lantai marmer yang menimbulkan suara nyaring di telinganya sendiri. Seorang pelayan dengan seragam merah muda dan apron berwarna putih tampak terkesiap kala melihatnya. “No-nona, Anda sudah kembali?” tanyanya dengan terbata yang kembali dihadiahi pandangan dingin Aretha. “Aku bukan nona kalian. Dimana Nyonya Apsarini?” tanyanya sedingin tatapannya. Pelayan itu tampak terenyak kaget dengan ucapan Aretha. Tentu saja, batin Aretha. Ia tahu kalau saudara kembarnya memanggil wanita yang sudah melahirkan mereka dengan sebutan Mami dan pria yang menjadi ayah tirinya dengan sebutan Papi. Tapi bagi Aretha, ibunya adalah Nyonya Apsarini dan pria yang menjadi ayah tirinya kini adalah Tuan Hanenda Bahuwirya. “Nyo-nyonya dan Tuan ada di ruang kerja, Nona.” Ucap pelayan itu masih dengan nada terbata. “Dan dimana itu ruang kerja?” tanya Aretha masih dengan nada ketusnya. Pelayan itu menunjuk dengan ibu jarinya namun kediaman Aretha membuat wanita itu melangkah lebih dulu untuk menunjukkan ruangan yang seharusnya pada Aretha.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD