10 | Saran Mengerikan

1565 Words
SAAT Raphael tiba, Gerald terlihat lebih tenang dari perkiraannya. Walau raut wajahnya menunjukkan adanya sisa-sisa amarah, tapi dia masih bisa mengendalikan diri dengan baik. Raphael mengembuskan napas lega. Setidaknya, istana tidak sampai hancur lebur seperti yang ia bayangkan. Tempat itu masih utuh, dari luar, tapi dia belum melihat bagaimana keadaan di dalamnya. "Apa yang terjadi?" tanyanya, mendekati sang pangeran yang sebenarnya sangat tertutup dari kelihatannya. Gerald adalah anak yang pendiam. Kematian kedua orang tuanya saat ia masih balita ditambah kakaknya yang mengemban tugas sebagai calon raja berikutnya membuat seorang Gerald menjadi diabaikan. Tumbuh menjadi seorang monster. Tidak ada yang bisa disangkal dari kalimat itu. Gerald memang bisa menjadi monster yang teramat mengerikan jika ada yang mengusik ketenangannya. Namun, dia juga bisa menjadi sosok yang hangat dan penuh pengertian. Dia seorang pendengar yang baik, itu yang Raphael simpulkan saat melihat Gerald dan Angel bersama dulu. "Kau pasti sudah mendengarnya sendiri, lalu kenapa kau masih menanyakan hal yang sama padaku lagi?" Gerald mendengkus. Dicengkeramnya pedang miliknya dengan kuat hingga otot-otot di tangannya terlihat menyembul. "Kau berniat membunuhku?" tanya Raphael, ada sedikit lelucon saat ia mengatakannya. Efek bersama Claire beberapa hari membuat suasana hatinya membaik. "Mana mungkin? Jika aku mau membunuhmu, sudah sejak lama aku melakukannya." Gerald mendengkus pelan. Gerald tahu sifatnya memang buruk. Dia orang yang tertutup, dia tidak suka diperintah, dia juga tidak suka keinginannya ditolak, hampir tak ada satu pun orang yang bisa memahaminya bersama sifat-sifat buruknya. Namun, Raphael berbeda. Sebagai pengawalnya, Raphael tak pernah banyak mengekang keinginannya. Dia selalu menemani Gerald dan terus menjaganya tanpa banyak kata-kata. Dia tidak pernah melarang, tapi dia akan melerai jika Gerald sampai melewati batas. Raphael adalah teman ... sekaligus sosok saudara laki-laki yang sangat pengertian. Gerald menyayanginya selayaknya dia menyayangi saudaranya sendiri. Jadi, mana mungkin dia memiliki keinginan untuk membunuhnya? Jangan bercanda. "Benar juga. Apalagi dengan sifat menyebalkan yang kumiliki ini, sudah pasti kau akan menghunuskan pedangmu berulang kali." Senyum nakal Raphael mengembang di bibirnya. Senyum yang jarang sekali dia perlihatkan pada orang lain, karena ekspresi Raphael lebih sering mengimbangi ekspresi datar di wajah Gerald. Entah niatnya untuk mengejek atau sebagai profesionalitasnya dalam bekerja, Gerald tidak tahu jawaban pastinya. Gerald lantas mengernyitkan dahi. Ada sesuatu yang tak dia mengerti. Raphael terlihat berbeda sejak ia kembali. Pasti ada sesuatu yang telah terjadi. "Jadi, apa saja yang telah kau hancurkan di dalam sana?" tanyanya lagi sambil menatap Gerald dengan ekspresi serius. Ekspresi yang lebih akrab di dalam ingatannya, daripada senyum nakal khas seorang Raphael yang jarang sekali dia perlihatkan. "Kenapa kau tidak pergi dan melihatnya sendiri?" tawar Gerald yang langsung mengundang tawa. Gerald semakin menatapnya curiga. Jelas-jelas ada yang berbeda dari laki-laki yang berdiri di sebelahnya. "Aku bisa melakukannya nanti." Raphael mengambil tempat duduk di samping Gerald. "Jadi, apa yang mau kau katakan padaku? Wajahmu menunjukkan, kalau kau ingin menanyakan sesuatu padaku sekarang." Gerald mendengkus, tanpa dia harus bicara lebih dulu, Raphael sudah tahu kalau Gerald ingin menanyakan sesuatu padanya. Benar-benar sosok yang bisa memahami dan mengerti dirinya dengan baik. "Kau berubah," ucapnya singkat. "Benarkah? Seperti apa?" Raphael balik bertanya. "Kau terlalu banyak tersenyum dan tertawa. Apakah terjadi sesuatu yang menyenangkan saat kau pulang, hingga kau masih bisa menyimpan kebahagiaan itu sampai sekarang?" Gerald menatap Raphael penuh selidik. Dia mengizinkan pengawalnya itu pulang untuk mengunjungi adiknya yang kabarnya telah mati, tapi malah hidup kembali. Sebuah keajaiban yang membuat Gerald sadar, jika dia tak bisa menahan Raphael untuk terus berada di sisinya. Setidaknya, Raphael harus memastikan keadaan adiknya dengan kedua bola mata kepalanya sendiri. "Ya, adikku. Dia benar-benar hidup kembali ... menjadi lebih baik, lebih lucu, dan lebih menyenangkan dari sebelumnya." Senyumnya lagi-lagi mengembang. Senyuman yang terlihat mencurigakan bagi seorang Gerald yang cukup akrab dengan Raphael selama ini. "Menyenangkan, ya?" Gerald menatap Raphael penuh selidik, sebuah tatapan yang terlihat layaknya dia sedang menuduh Raphael baru saja melakukan sesuatu yang buruk pada saudara perempuannya sendiri. "Jangan berpikir macam-macam, aku takkan melakukan hal sebusuk itu pada adikku sendiri!" sangkal Raphael cepat-cepat saat melihat Gerald terlihat tengah menuduhnya. Raphael mendengkus pelan. "Aku tidak yakin itu, wajahmu menunjukkan kebalikannya." Gerald mengatakannya dan membuat Raphael semakin terdengar buruk saja. "Wajahku memang seperti ini. Kau tak mungkin menilai seseorang hanya dari wajahnya saja, kan?" Raphael terlihat putus asa saat kembali bicara, "Aku tak melakukan apa pun padanya, aku serius!" "Lalu, kenapa kau bisa terlihat sesenang itu?" Gerald mengulum senyum tipis. Ternyata, sedikit menggoda pengawalnya ini bisa mengurangi emosi negatif di dalam dadanya. "Aku pernah bercerita tentang adikku padamu sebelumnya, kan?" tanya Raphael, memastikan lebih dulu sebelum melanjutkan ceritanya. Gerald mengangguk, dia cukup mengingatnya dengan baik. Terlebih, Claire Skywish memang terkenal di wilayah kerajaan Athena, karena semua penyakit dan berimbas ke kekurangan fisiknya yang sangat lemah. "Putri berpenyakitan yang tak bisa berbuat apa-apa. Tunangan dari Theo. Lalu, apa yang terjadi padanya?" tuntutnya meminta penjelasan. "Dia kehilangan ingatannya." Raphael berkata dengan tenang. Namun, Gerald langsung menatapnya tajam. "Adikmu kehilangan ingatannya dan kau merasa bahagia karena itu?" tanyanya terkejut. Dia bahkan sampai tersentak saat mendengar balasan Raphael padanya. "Ya." "Apa isi otakmu sudah bergeser dari tempat seharusnya?" Gerald menanyakannya dengan mata membelalak. Jika Raphael membalasnya lagi dengan kata 'ya', dia bersumpah akan memukul laki-laki itu sampai pingsan untuk mengembalikan isi otaknya kembali ke tempat semula. "Aku sedikit menyayangkan dia kehilangan ingatannya, tapi dia terlihat lebih baik sekarang." "Lebih baik?" Gerald menyipitkan kedua matanya dengan dahi mengernyit heran. "Dia menjadi lebih terbuka dan lebih ceria. Dia bahkan memintaku mengajarinya untuk menjadi lebih kuat. Terdengar menyenangkan, bukan?" Raphael tak bisa menyembunyikan senyum penuh kebahagiaan di bibirnya sekarang. Gerald mendengkus pelan. "Apa dia lupa dengan penyakit bawaannya? Dia bisa langsung mati untuk kedua kalinya saat berlatih bersamamu." Raphael meringis pelan. "Saat aku pergi, dia sudah jatuh sakit." "Kau sudah mulai mengajarinya?" Dan anggukan Raphael membuat Gerald geleng kepala. "Kau gila!" "Ya, sepertinya ... tapi aku senang melihatnya bisa berkembang seperti itu. Di dalam hatinya pun, dia pasti sangat senang, karena mendapat sebuah jalan untuk bisa keluar dari kediaman Skywish." Gerald mengembuskan napas lelah. "Aku tak peduli lagi, jika sesuatu yang buruk sampai terjadi." Raphael tersenyum tipis. "Kau sebenarnya memiliki hati yang lembut. Tanpa kau sadari, kau sangat perhatian pada orang yang bahkan belum kau temui. Ah ... Claire juga turut berduka padamu." Dia teringat akan adiknya yang mengatakan duka saat mendengar kabar tentang Gerald. Gerald mengernyitkan dahinya. "Berduka, karena Angel?" "Lamaran perjodohanmu yang baru." Raphael menyeringai. "Bagaimana? Apa kau menerima perjodohan itu?" Gerald mengeluarkan sedikit bilah pedangnya, isyarat bahwa dia tak ingin membahas masalah itu sekarang. Sudah cukup sehari saja dia mengamuk untuk menolak ide busuk para penasihat keluarga kerajaan k*****t itu. Dia tak ingin menambah satu hari lagi untuk mengamuk pada pengawalnya yang sepertinya ingin sekali untuk ikut campur. "Claire mengatakannya padaku. Seharusnya mengganti pasangan akan jauh lebih mudah bagimu, kalau kau tak pernah mencintai Angel sebelumnya," kata Raphael dengan nada serius. "Dan aku memang sangat mencintainya bahkan sampai sekarang dan untuk selamanya. Aku akan terus mencintainya dan tak akan pernah menggantikan posisinya dengan perempuan mana pun. Aku telah bersumpah padanya, Raphael. Apa pun yang terjadi, aku akan tetap mencintainya sampai mati." Gerald memegangi dadanya. Di mana sebuah kalung berliontin matahari pemberian Angel di ulang tahunnya yang keenam belas berada. Kalung yang menjadi bukti bahwa dia sangat mencintai Gerald dan juga sebaliknya. Gerald menyimpan kalung yang kini lengkap sepasang, karena milik Angel tak lagi bisa dia bawa. Gerald menguburkan jasad tunangannya dan mengambil kalung bulan milik Angel, lalu ia pakai bersama sang matahari miliknya. Kalung sepasang, yang membuatnya lengkap, juga sebuah simbol kalau mereka akan hidup bersama selamanya. "Dia sudah pergi," kata Raphael dengan suara sedingin es. "Kau tak mungkin terus hidup dalam bayang-bayangannya seumur hidupmu. Terlebih kau seorang pangeran. Cepat atau lambat, kau pasti akan mendapatkan pengganti yang baru." Gerald tahu itu, tapi dia tetap tak ingin menggantikan posisi Angel di dalam hatinya. Selamanya ... hanya akan ada satu nama yang menghiasi hatinya. "Lalu, kenapa kau tidak menerima saja lamaran perjodohan itu?" Gerald menoleh cepat dengan mata mendelik tajam. "Jangan bercanda denganku, Raphael!" "Aku sama sekali tak ingin bercanda denganmu. Daripada kau terus menerus menolak dengan cara mengamuk seperti itu, lebih kau menerima salah satu dari mereka dan membiarkannya terus begitu. Aku tak memintamu menghapus nama Angelica di dalam hatimu, aku hanya menyarankan, untuk memanfaatkan salah satu orang itu menjadi tameng agar kau tak mendapat lamaran perjodohan yang lain. "Ingat Gerald, kau seorang pangeran. Menolak satu tak akan pernah cukup, karena yang lainnya akan terus datang dan mencoba peruntungan. Ini memang ide yang jahat, tapi memanfaatkan salah satu lamaran perjodohan itu untuk mencegah perjodohan lainnya terdengar lebih baik untukmu yang sekarang." Raphael tahu, dirinya menyarankan ide yang busuk. Sangat buruk. Namun, setahunya, sebelumnya Gerald pun tak pernah setuju dijodohkan dengan Angel. Dia menolaknya, tapi entah kenapa dia tetap mau menjalani dan malah jatuh cinta padanya. Raphael hanya mencoba satu peruntungan saja, jika hal seperti itu bisa kembali terulang, gadis itu pula yang akan merasa bahagia. Walaupun mungkin mustahil jika semuanya berjalan dengan mudah, tapi tak ada salahnya untuk dicoba. Daripada dia harus melihat Gerald mengamuk untuk menolak semua lamaran yang datang padanya, lebih baik dia memanfaatkan salah satu gadis itu untuk dijadikan tameng demi bisa menolak perjodohan lainnya. "Aku akan mengikuti usul ini, tapi aku akan menegaskan padanya. Kalau sampai mati pun, dia takkan pernah mendapatkan hati dan perhatianku. Jika dia masih menginginkan perjodohan itu terjadi, maka aku akan dengan senang hati menerima perjodohan itu." Entah Raphael harus menyesal atau bersyukur atas ide jahat yang keluar dari otaknya beberapa saat lalu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD