“Ma, ini Titi. Sudah telponan itu.” Tegas om Linc, atau yang lebih tepatnya sekarang aku panggil papa mertua. Yang membuatku harus menahan nafas, tante Linc hanya menoleh dan mengembangkan sedikit senyum. Aku hanya bisa bersabar. ”Apasih, Papa. Kok malah heboh banget. Mama lagi nelpon sama dokter di Jepang. Gak denger tadi, papa, kalau mama ngomong pakai bahasa Jepang?” Tanyanya dengan side eyes bombastis. Sedih lah aku ngelihatnya. Lalu tante menanggapi kode dari om Linc, agar tante menoleh ke arahku dan menyapaku. “Ehh! Titi…” tante Linc akhirnya menoleh ke arahku dan aku segera mendekat dan mengulurkan tangan untuk mencium tangannya. Sayangnya, tante Linc hanya mencolek tanganku, tanpa di izinkan aku untuk menggenggam tangannya. “Tante…” ucapku masih tetap sopan. ”Kamu denger-deng

