Amaya berhenti, memandang pria itu dengan mata menyala-nyala.
"DIAM KAU!" teriaknya, sebelum meraih tasnya dan berjalan keluar dari kamar dengan langkah terburu-buru, membanting pintu di belakangnya.
Di luar, Amaya mencoba mengatur napasnya. Ia merogoh ponselnya, membuka aplikasi pesan, dan membaca laporan dari tim yang ia sewa untuk merekam "penggerebekan."
Seharusnya dia bersama Elang, bukannya malah dengan pria yang sama sekali tidak dia kenal.
Dua tahun putus hubungan dengan Elang dan tidak berkomunikasi sama sekali selama itu, Amaya sudah menyiapkan kejutan ini untuk pria itu. Namun, rencananya mencari alasan untuk menuntut Elang agar menikahinya justru gagal total. Dan sungguh memalukan, dia malah tidur dengan pria asing.
‘Amaya! Di mana otakmu?!’ dia mengumpat dalam hati, kesal pada dirinya sendiri.
Dia harus meninggalkan tempat ini, sebelum bertemu orang yang dia kenal dan menimbulkan masalah baru.
Dia seorang dokter yang menjaga reputasinya dengan sangat baik. Apa kata orang nanti, ketika melihatnya keluar dari kamar hotel pada pagi hari dengan penampilan kusut seperti ini?
Tidak!
Dia belum siap menerima konsekuensi apapun.
Amaya berjalan cepat sambil susah payah menutupi gaunnya yang robek di bagian d**a akibat aktivitas panas semalam. Sesuatu yang seharusnya dia lakukan bersama Elang.
‘Ya, Tuhan!’ Amaya tertegun, ketakutan seperti melihat hantu.
Dari ujung lorong muncul Elang, melangkah lebar dengan wajah marah. Sepertinya sedang terburu-buru menuju lift.
Amaya tidak mengharapkan pertemuan ini. Apa kata Elang jika melihatnya dengan penampilan seperti ini? Dia segera membelok ke lorong lain, menghindari pertemuan itu dengan tubuh gemetar. Setelah melihat Elang masuk ke dalam lift, dia menghubungi orang yang telah ia perintahkan untuk membuat drama penggerebekan itu.
Saat itu, si influencer, seorang wanita bernama Wella Amanda, tengah menikmati momennya. Ia membaca komentar yang membanjiri unggahannya dengan senyum puas. Dia dijanjikan bayaran besar jika berhasil melakukan perintah.
"Babe! Kita viral! Elang bakal kepepet sekarang. Dia nggak bisa lari lagi."
Panggilannya langsung disambut oleh suara ceria dan bersemangat, tanpa mengucap sapaan terlebih dulu.
Amaya membeku. Rasa dingin menjalar di punggungnya. Jadi mereka tetap membuat video yang dia minta. Berarti Elang sedang bersama wanita lain.
Amaya menekan dahinya yang mulai berdenyut. Rencananya telah gagal total. Alih-alih membuat skandal yang memaksa Elang menikahinya, kini ia justru menciptakan skandal dengan wanita lain!
Sial!
"Hapus videonya sekarang juga!" perintah Amaya tegas.
"Tapi babe, ini udah trending! Kalau kita hapus sekarang, orang-orang malah nanti curiga—"
"Aku nggak peduli! HAPUS!" Amaya berteriak marah, lalu menutup telepon dengan kasar, dan melempar ponselnya ke sofa.
Ia meremas jemarinya dengan frustrasi. Dia teringat apa yang sebenarnya terjadi tadi malam. Dia salah masuk kamar, lalu siapa wanita yang bersama Elang? Dan yang lebih penting lagi, bagaimana cara ia menyelamatkan situasi sebelum semuanya semakin berkembang di luar kendali ini?
Amaya bisa menduga, sekalipun Wella menghapus postingannya, namun, video itu pasti sudah beredar luas. Dia merasa perutnya tiba-tiba melilit sakit. Dia frustrasi mengingat apa yang akan terjadi selanjutnya.
***
Pagi itu, setelah malam yang penuh kebingungan, Elenora menjalani rutinitasnya seperti biasa.
Dengan wajah yang masih tampak lelah, dia berjalan memasuki rumah sakit. Badannya masih terasa pegal, namun dia harus harus masuk kerja. Dia sudah berhasil mendapatkan pekerjaan ini dengan melewati seleksi yang cukup sulit, persaingan yang sangat ketat.
Elenora mengabaikan rasa letih yang dia rasakan dan mengayun langkah dengan bersemangat. Saat melangkah menyusuri lorong menuju ruang ganti, dia mulai merasa ada yang aneh. Beberapa rekan perawat dan staf medis yang biasanya menyapanya dengan ramah kini tampak menatapnya dengan ekspresi yang sulit dibaca. Mereka berbicara sambil melirik ke arahnya, membuatnya merasa tidak nyaman.
Sepertinya ada yang janggal, tapi ia mencoba mengabaikan perasaan itu. Dia melanjutkan langkahnya sambil menyapa riang beberapa orang perawat dan pasien yang dia temui.
Namun, kejadian-kejadian aneh terus berlanjut. Saat ia melewati sebuah ruangan, beberapa perawat berbicara di sudut ruangan dan langsung diam ketika melihat dirinya melintas.
Elenora merasa semakin bingung dan mulai memeriksa ponselnya, berharap bisa menghubungi Ayu, tetapi ternyata ponselnya mati. Dia ingat belum sempat diisi daya di rumah tadi, karena sudah buru-buru bersiap ke rumah sakit.
Elenora mengeluarkan charger dari dalam tas dan mengisi daya. Setelah beberapa saat, dia menghidupkan ponsel, dan tak lama kemudian berdering notifikasi panggilan tak terjawab—sebagian besar berasal dari Anggara dan beberapa panggilan lagi dari Ayu dan Sofia.
Elenora merasa sedikit panik, namun dia belum sempat berpikir lebih jauh, tiba-tiba Ayu datang menghampirinya, wajahnya tampak serius.
"Nora, semalam kau ke mana? Kau menghilang dari pesta, dan ponselmu tidak bisa dihubungi. Aku kebingungan mencarimu. Lalu tahu-tahu pagi ini kau sudah viral!"
Elenora menatap Ayu dengan bingung. "Viral? Apa maksudmu?" dia teringat gelagat aneh rekan-rekannya.
Ayu membuka ponselnya, lalu menunjukkan video yang sedang viral pada Elenora.
"Lihat ini, Nora. Video ini sudah menyebar ke mana-mana."
Elenora menatap layar ponsel itu dengan mata terbuka lebar. Dia sangat terkejut. "Apa... apa ini? A-aku tidak mengerti,"
"Video ini sudah menyebar. Semua orang mulai memperbincangkannya. Bahkan beberapa dokter dan perawat sudah membicarakanmu. Kau sekarang jadi pusat perhatian di rumah sakit ini! Apa sebenarnya yang terjadi, Ra?"
Elenora merasa dunia berputar lebih cepat. Apa yang terjadi semalam samar-samar muncul di ingatannya. Dia duduk sendirian di balkon, seorang pria mendatanginya dan memaksa membantunya. Dia merasa ada yang aneh dengan tubuhnya, lalu tadi pagi ia sudah terbangun di suite mewah hotel Sky Dirgantara. Ada seorang pria yang dia tinggalkan tertidur pulas di sofa.
Hanya itu yang bisa dia ingat.
“Kamu berpacaran dengan Kapten Elang?” tanya Ayu, menatap Elenora prihatin.
Elenora menatap Ayu bingung. “Kapten Elang? Siapa dia?”
***
Suasana ruang keluarga terasa tegang. Elang duduk di sofa dengan wajah dingin, tetapi hatinya mendidih.
Di depan Elang, sang ayah—Ridwan Dirgantara, seorang pria berusia awal enam puluhan dengan karisma tegas—menatapnya tajam. Ibu Elang, Herawati, duduk di samping suaminya dengan wajah cemas, sementara adik perempuan Elang, Jenia, hanya bisa diam sambil menggenggam ponselnya yang terus bergetar karena notifikasi berita.
Sebuah tablet dilemparkan ke meja dengan keras. Layar menampilkan berita yang terus menyebar luas, nyaris tak terkendali.
"Kapten Elang Dirgantara Tertangkap Basah di Hotel Bersama Seorang Wanita Misterius!"
"Skandal Pilot Terbaik Dirgantara Air: Siapakah Wanita di Balik Malam Panas Itu?"
Judul-judul sensasional terus bermunculan saat video itu terus dibagikan, semakin mencoreng reputasi keluarga Dirgantara yang selama ini bersih dari skandal.
Ridwan menatap putranya dengan marah. "Apa yang kau pikirkan, Elang?! Seumur hidup aku membangun nama baik keluarga ini, lalu dalam semalam kau menghancurkannya!"
Elang menghela napas panjang, tangannya mengepal. "Aku nggak melakukan apa-apa pada wanita itu, Pa. Itu jebakan."
"Jebakan?! Kau pikir aku akan percaya alasan konyol seperti itu? Pria dan wanita dewasa di satu kamar hotel dalam keadaan mabuk, dan kau berkata tidak melakukan apa-apa?"
Herawati, Ibu Elang, walaupun khawatir, berbicara dengan suara lembut, “Elang, setidaknya jelaskan pada kami. Siapa wanita itu? Kenapa kalian bisa tertangkap seperti itu?"
Elang meremas pelipisnya. "Aku bahkan nggak mengenalnya, Ma. Dia hanya seorang wanita yang secara kebetulan kutemui di pesta. Dia dalam keadaan mabuk dan aku berniat menolongnya. Aku malah meminta dokter datang karena wanita itu menunjukkan gelagat aneh, aku rasa seseorang memasukkan obat perangsang ke dalam anggur yang dia minum. Lalu tiba-tiba datang beberapa orang membawa kamera.” jelasnya.
“Sumpah! Aku nggak melakukan apa-apa pada wanita itu, aku nggak bersalah, Ma." Lanjutnya, berusaha meyakinkan.
Jenia, yang sejak tadi diam, akhirnya bersuara. "Tapi masalahnya, ini sudah menyebar luas, Kak. Reputasi keluarga kita sedang dipertaruhkan."
Ridwan menekan jemarinya di meja, berusaha menahan amarah. "Kau harus menyelesaikan ini, Elang. Aku tidak ingin keluarga kita mengalami kerugian besar karena tindakan bodohmu.”
Ridwan menatap putranya dengan sorot mata tajam.
"Kau harus menikahi wanita itu." Lanjutnya tegas.