Catatan 37

1541 Words
Suasana bar jalanan di wilayah bawah tanah Kota Industri ini benar-benar menghanyutkan. Dentuman musik dari pengeras suara yang berkelas membuat telingaku termanjakan meski musik diputar dengan suara yang kencang. lagu yang diputar di bar ini pun bukan lagu rendahan, melainkan sejenis dengan lagu-lagu yang biasa diputar di club-club ternama di luar negeri. Trap, twerk, tropical, deep house, dan banyak genre musik EDM lain yang benar-benar membuatku terhanyut pada suasana di tempat ini. Bahkan sejenak aku sampai lupa dengan tujuanku datang ke tempat ini. Fireball Apple Cider, minuman yang sempat aku pesan kepada Max ketika datang ke tempat ini bersama Alex beberapa hari yang lalu, sudah tersaji di depanku untuk menemani sore hari yang panas ini. Ketika memberikan minuman itu kepadaku, Max berkata jika ia merasa berhutang karena aku dan Alex telah pergi terlebih dahulu sebelum mencicipi minuman buatan Max tersebut. Setelah cukup lama Max mengabaikanku karena ramainya pengunjung barnya, akhirnya ia dapat menemuiku ketika bar miliknya ini mendekati waktu tutup dan pengunjung telah banyak yang meninggalkan bar. “Apakah aku membuatmu menunggu lama?” sapa Max sambil duduk di sampingku, meninggalkan singgasananya di belakang bar. “Ah tidak, kau hanya membuatku menunggu dari sore hingga hampir tengah malam,” sindirku sambil melihat pergelangan tangan kiriku di mana jam tangan The Barista terpasang dengan cantik. Max tidak mengajakku berbicara lebih lanjut, ia lebih memilih untuk meregangkan badannya sambil sedikit melenguh dan mengeluh lelah dengan hari ini. Aku mengakui, suara Max juga cukup menggoda, tetapi kali ini ada sesuatu yang lebih penting daripada godaan itu. Beberapa saat, suasana di antara aku dan Max menjadi hening. Max yang tepat di sampingku juga tidak membuka mulutnya untuk berbicara. Musik yang telah mati membuat tempat ini sedikit mencekam karena cahaya yang redup dan hanya suara lalu lintas di luar gang yang terdengar. Pengunjung terakhir bar ini selain aku adalah sepasang pemuda yang terlihat tidak dapat berdiri karena terlalu banyak minum, tetapi Max tidak berusaha mengusir mereka. Max menangkap mataku yang menatap lekat ke arah dua orang pengunjung terakhirnya itu. Bartender afro di sampingku ini berkata kepadaku, “aku akan membiarkan mereka ada di tempat ini hingga sadar, lalu mereka akan pergi dengan sendirinya.” “Lalu kapan kau akan membersihkan kekacauan tempat ini? Bukankah kau lelah setelah seharian melayani mereka?” sahutku. “Aku biasa membiarkan tempat ini berantakan di waktu malam, dan membersihkannya ketika akan membuka bar esok hari,” jawab Max lirih. Suaranya benar-benar terdengar lelah, namun hal itu justru membuat Max semakin terlihat jantan dan menggoda. Tidak lama setelah itu, dua orang pengunjung bar terakhir meninggalkan bar dengan sempoyongan. Terlihat si pria membopong teman wanitanya yang terlihat tidak berdaya. Aku hanya dapat tersenyum getir melihat suasana itu. Meski dalam kondisi yang mungkin menurut sebagian orang kurang baik, seorang lelaki sejati akan tetap melindungi dan menjaga wanitanya. Itulah yang aku lihat di depanku. Sama seperti di masa lalu di mana aku selalu dilindungi oleh priaku. “Mesra sekali bukan, Madame?” celetuk Max membuyarkan lamunanku. “Itulah lelaki sejati, Max. Ia akan menjaga wanitanya apapun yang terjadi dan tidak akan membiarkan wanitanya terluka,” sahutku. “Tapi kau tidak tahu siapa mereka bukan?” “Hmm?” Aku menoleh ke arah Max yang ternyata juga tersenyum getir di sampingku. “Mungkin kau tidak perlu tahu, Madame, hahaha…” sahut Max yang terlihat mencoba menyembunyikan sesuatu dariku. Sesaat kemudian Max bangkit, lalu menutup rolling door bar miliknya perlahan. Aku dapat melihat siluet badan bagian belakang Max yang tertutup oleh baju ketika ia berusaha meraih bagian bawah rolling door yang berada di atas kepalanya untuk ia tarik ke bawah. Gambaran punggung kekar hasil latihan bertahun-tahun di bawah tekanan tampak jelas di sana. Sesuatu di dalam dadaku terasa berdesir, aku harus mempertahankan kewarasanku sekeras mungkin. Bagian dalam Bounti Bar terlihat semakin gelap ketika rolling door tertutup. Hanya ada lampu remang-remang yang menerangi ruangan ini. Dari depan, Max berjalan perlahan mendekat ke arahku lalu kembali duduk di tempatnya semula. “Apa yang membawamu datang ke tempat ini, Madame? Rumor yang aku dengar, kau bukan tipe orang yang akan datang dengan tangan kosong,” ucap Max. Mendengar kalimat itu bahkan dari orang yang baru dua kali bertemu denganku, membuat raut wajahku seketika berubah menjadi sedikit sinis. Bukan karena aku tidak suka dengan kalimat itu, melainkan karena rumor tentangku yang hanya datang ketika membutuhkan sesuatu sudah menyebar hingga ke orang-orang yang belum kenal denganku. Melihat tatapanku yang aneh, membuat Max hanya terkekeh menyadari jika ia mengatakan sesuatu yang tidak seharusnya dikatakan oleh orang yang baru mengenalku. “Astaga, bahkan kau yang baru dua kali ini bertemu denganku dapat berkata seperti itu? Sepertinya kau terlalu banyak mendengar gosip tentangku di organisasi, Max,” ucapku ketus. “Tapi aku benar-benar bertanya kepadamu, Madame. Untuk apa kau datang ke sini?” Max kembali memastikan. “Akhir minggu ini akan ada penyerangan di tempat ini yang dilakukan oleh Hook. Kau tahu Hook bukan? Organisasi gelap tempat Alex bekerja,” sahutku lirih. Akhirnya aku memutuskan untuk mengatakan yang sebenarnya kepada Max. Saat Max mengabaikanku sore tadi, aku sempat berpikir untuk mengarang kisah demi menyelamatkan Max dan juga nyawaku sendiri. Tetapi semakin aku berpikir, kepalaku terasa semakin penuh dan justru tidak mendapatkan ide apapun. Akhirnya aku hanya bisa pasrah, menyerahkan segala keputusan kepada Max setelah mendengar cerita dariku. “Hahhh… Alex? Orang yang datang denganmu kemarin?” Suara Max terdengar gemetar, tetapi ia mencoba untuk tetap terlihat tegar. Meski begitu, aku masih dapat merasakan kegelisahan yang ada di dalam pikirannya. “Ya, aku juga bagian dari Hook saat ini. Aku hanya ingin kau bersiap-siap, mungkin aku akan membunuhmu akhir pekan ini.” Jujur saja aku merasa benar-benar berdosa melibatkan Max ke dalam misi pribadiku yang bahkan bukan misi resmi dari The Barista. “Tunggu, bagaimana bisa Bounti Bar menjadi sasaran?” tanya Max memastikan. “Ceritanya sedikit panjang, intinya ini semua terjadi karena salahku, Max. Maka dari itu aku ingin kau bersiap untuk mati!” Aku sedikit meninggikan nada bicaraku agar Max tahu jika aku tidak sedang bergurau dengannya. Namun di balik kalimatku, tanpa sadar air mataku tiba-tiba mengalir. Bukan lagi menggenang di kelopak mata, melainkan mengalir membasahi pipi. Aku tanpa sadar benar-benar menangis. Rasa takut yang teramat besar tiba-tiba datang menghampiriku ketika mengatakan apa yang kemungkinan akan terjadi akhir pekan ini. Aku takut mengorbankan nyawa manusia lagi. Aku terpaksa melakukan ini, karena aku merasa harus bertanggung jawab dengan apa yang aku lakukan di depan Zayn. Tapi apa yang aku korbankan benar-benar berat. Seorang agen The Barista bukanlah manusia biasa yang dapat dengan mudah dikorbankan. Bukan berarti jika manusia sipil aku dapat dengan mudah mengorbankan, melainkan karena agen The Barista khusus yang terjun di wilayah hitam seperti Max adalah agen dengan kemampuan khusus dan benar-benar kuat. “Hahhh… jika kau yang mengatakan itu, artinya aku hanya harus menghadapinya bukan? Tenanglah, madame. Aku bukan orang yang takut dengan kematian. Tapi sebelum akhir minggu besok, apakah kau memiliki permintaan khusus untukku?” Max terdengar pasrah dengan apa yang akan menimpanya. Aku mencoba menguatkan diri, menahan isak tangis dan badanku yang gemetar. Mendengar Max memasrahkan diri dan siap untuk mati, membuatku semakin merasa berdosa kepadanya. Aku menarik nafas panjang beberapa kali, mencoba menenangkan suaraku yang gemetar. “Sebelum penyerangan besok, aku ingin kau menghubungi Juan dan meminta bantuannya untuk menyelidiki seseorang. Aku mendengar rumor yang mengatakan jika Hook dilindungi oleh oknum petinggi polisi sehingga kejahatan mereka tidak terendus di permukaan. Aku ingin Juan mengungkap oknum polisi tersebut dari dalam.” Dengan terpaksa aku mengiyakan apa yang dikatakan oleh Max. Aku menitipkan pesan yang mungkin akan menjadi misi terakhir untuk agen yang telah bekerja cukup lama di dalam organisasi. Tidak, aku benar-benar tidak mengenal Max sebelumnya, tetapi aku tahu jika The Barista akan menyerahi tanggung jawab di tempat mengerikan seperti ini hanya kepada agen-agen yang telah berpengalaman. Ketika aku menyaksikan dengan mataku sendiri bagaimana Max bekerja sebagai seorang agen dalam satu hari ini, aku benar-benar salut padanya. Berbeda dengan Nova yang bekerja sebagai koordinator atau Adam yang bekerja sebagai pendukung medis dengan pengunjung kedai dari golongan “manusia normal” atau bahkan Isac dengan bar yang sepi, pengunjung bar milik Max ini adalah orang-orang yang kemungkinan dapat menjadi target operasi yang sedang ia mata-matai. Aku benar-benar menyaksikan bagaimana Max harus mengintai mereka di sela-sela ia beratraksi meracik minuman. Ia harus dapat fokus ke dua hal sekaligus dan itu benar-benar sulit untuk dilakukan. “Baiklah, Madame, aku akan menyampaikan pesanmu kepada Juan. Tetapi apakah aku boleh menyampaikan sesuatu kepadamu?” Suara Max tiba-tiba berubah menjadi tegas, tidak ada rasa gemetar yang aku rasakan dari kalimatnya. Aku tidak dapat merespon ucapannya dengan sepatah kata dan hanya memilih untuk menoleh ke arahnya dengan pandangan yang seakan sudah menyerah dan tidak memiliki harapan lagi. “Aku berterima kasih kepadamu, sudah memperingatkan tentang apa yang mungkin akan terjadi. Tapi aku juga memiliki hak untuk membela diri bukan?” Max tiba-tiba mengukir senyum di wajahnya. Tatapannya tiba-tiba berubah percaya diri, seakan yakin jika ia tidak akan mati akhir pekan ini. Keyakinan yang terpancar dari matanya membuatku semakin merasa bersalah. Bagaimana bisa dengan ceroboh melibatkan Max ke dalam masalah? Seharusnya aku tidak berbuat seperti ini. Apakah sudah terlambat untukku menyesal? “Max, aku mohon jangan buat aku semakin menyesali perbuatanku kemarin.” Aku hanya dapat mengucapkan itu di dalam pikiranku tanpa mampu membuat bibirku bergerak untuk mengutarakannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD