Catatan 13

1510 Words
Dua hari setelah pertemuanku dengan Bianka di istana megah miliknya, aku mengatur pertemuan untuk melakukan transaksi antara Bianka dan Zayn di mana aku menjadi orang ketiga di antara mereka. Aku mengirimkan foto anak yang diminta oleh Bianka kepada Zayn, dan Zayn berkata jika tiga hari dari sekarang, aku harus membawa pembeli beserta uang tebusan. Dan tepat tiga hari setelah itu, Zayn membagikan lokasi pertemuan kepadaku, dan aku teruskan pesan itu kepada Bianka. Lokasi pertemuan itu berada tersembunyi di antara pabrik dan gudang di daerah utara Kota Nelayan, cukup jauh dari jalan utama. Lokasi itu berupa sebuah gudang yang tidak terpakai. Tiga hari berselang, aku hanya datang berdua bersama Bianka menggunakan mobil miliknya. Sebuah city car berwarna hitam keluaran tahun 2007 harus berjalan melewati jalan bergelombang, memasuki gang sempit untuk sampai ke tempat pertemuan. Meski Bianka adalah orang kaya, namun ia masih memilih mobil keluaran lama. Aku sempat bertanya kepadanya tentang alasan ia menggunakan mobil itu, dan ia mengatakan jika mobil itu adalah saksi bisu perjuangannya di The Barista. Ketika sampai di tempat itu, aku dan Bianka disambut dengan gudang tua usang yang terlihat akan roboh. Zayn dan Alea beserta dua anak yang akan ditebus ada di tempat itu. Dari dalam mobil, aku dapat melihat jika dua orang korban itu memiliki tatapan mata kosong seakan tidak memiliki harapan untuk hidup. “Apakah ini tempat mereka menyekap semua korban?” ucap Bianka ketika mengetahui jika tempat pertemuan mereka tidak layak untuk dihuni. “Aku rasa bukan, Bianka. Tempat ini hanya mereka gunakan untuk kamuflase,” jawabku dari kursi penumpang. Aku turun sambil membawa satu koper penuh uang, sedangkan Bianka tidak membawa apapun. Tempat pertemuan yang tertutup membuat kemungkinan mereka membawa bala bantuan sangat besar, aku dan Bianka harus bersikap waspada agar dapat keluar dari tempat ini hidup-hidup. Aku sedikit melirik ke arah Bianka ketika keluar dari mobil. Dari sudut mataku, terlihat jika Bianka tidak terlihat bergetar sedikitpun. Aku merasa lega karena sempat berpikir jika gadis manis yang terlihat sangat lugu itu menghancurkan semuanya. “Hei Nona Lilia, apakah kau yakin jika remaja ini adalah klien kita?” Ucapan sinis Alea membuka pembicaraan sore ini. Tatapan Alea masih sama seperti ketika pertama kali berjumpa denganku, tetap sinis dan terkesan tidak menyukaiku sama sekali. “Ya, kau tidak mengenal orang ini?” sahutku ketus menanggapi perkataan wanita jal*ng satu itu. “Aku kecewa padamu, Lilia. Aku kira kau akan membawa orang kaya yang berkelas, tetapi yang terlihat di hadapanku hanyalah pemuda tanggung. Apa aku ingin menipuku?” Zayn ikut merendahkan harga diriku. Aku melirik ke arah Bianka, lalu ia melihat sejenak ke arah koper yang kubawa, kemudian matanya mengarah ke atas sehingga Bianka saling pandang denganku. Pandangan Bianka memberi isyarat jika ia ingin aku membuka koper yang aku bawa. Tanpa menjawab perkataan Zayn, aku segera membuka dan menunjukkan isi dalam koper yang berupa tumpukan uang tunai pecahan seratus dolar. Ketika aku melihat ke arah Zayn, matanya tampak berbinar menyaksikan tumpukan uang tunai bernilai jutaan dolar itu. “20 juta, tunai. Kau pikir kami meremehkanmu? Bukankah kau yang meremehkanku, Tuan Zayn?” Bianka membuka mulutnya dengan tajam, wajahnya terlihat tegas, tidak tampak seorang Bianka yang lemah lembut dan polos di sini. “Ah, maafkan aku, Nona. Aku kira kau hanya seorang gadis manja yang ingin bermain mafia denganku. Ternyata Nona Lilia membawakan aku seorang klien yang luar biasa.” Nada bicara Zayn seketika berubah ketika melihat uang. Kesombongannya langsung lenyap, dan hal itu tidak disukai oleh Alea yang berdiri di sampingnya, tampak dari tatapan Alea yang semakin sinis kepadaku. “Jika aku boleh tahu, siapakah nona cantik di depanku ini?” Zayn menggosok-gosokkan tangan di depan wajahnya sambil memberikan senyum penuh nafsu kepada wanita berkelas di sampingku. Bianka sama sekali tidak menunjukkan ekspresi jijik sama sekali, dengan wajah menggelikan yang ditunjukkan Zayn, ia sanggup menunjukkan ekspresi datar di depan pria itu. “Rin, Rin Abriana Lee, pemilik dari Airconst,” jawab Bianka singkat. “Sebagai seseorang yang masih muda dan kaya raya, untuk apa kau memerlukan anak-anak seperti ini?” Alea seperti masih menaruh curiga kepadaku dan Bianka. “Menurutku sangat aneh jika orang yang masih muda sepertimu melakukan transaksi. Jangan bilang jika kau adalah orang suruhan Nona Lilia. Kau tahu? Aku tidak pernah percaya dengan wanita jal*ng itu sejak awal.” Dengan tanpa sopan santun, Alea mengacungkan tangan kirinya kepadaku. Sebagai orang saat ini memiliki posisi di bawah Bianka, aku hanya bisa diam. Jika aku berbicara sedikit saja, maka mereka akan semakin curiga terhadapku. “Kau tahu Arena yang ada di pusat kota?” ucap Bianka singkat. “Arena? pusat pertarungan ilegal dan penjualan obat terlarang? Bukankah tempat itu dibubarkan oleh pemerintah?” jawab Alea memastikan. “Benar, lalu kau pikir ke mana para anak jalanan Arena pergi sekarang?” Rin melangkahkan kakinya perlahan mendekat ke arah Alea, tatapan Bianka tidak lepas dari mata Alea. “Apa maksudmu?” Alea menaikkan sebelah alis matanya. “Mereka menyebar ke seluruh negeri, melanjutkan apa yang menjadi misi utama Arena. Aku adalah orang yang ada di balik Arena. Nugraha, pemimpin Arena sebelumnya ditangkap oleh polisi dengan tuduhan pembunuhan dan penjualan obat terlarang. Ketika Arena menjadi kacau, aku mengambil alih. Ya, aku, gadis yang kau remehkan ini adalah orang yang berhasil menyatukan dan membangun kembali Arena.” Bianka menghentikan langkahnya ketika tiba di depan dua orang anak yang berada tepat di depan Alea. Sedikit menunduk, ia mengelus kepala kedua anak itu dan berkata, “mereka adalah masa depan Arena, dan kalian justru menahan mereka. Tidak, aku tidak ingin membiarkan hal itu terjadi. Aku akan membawa mereka dan menjadikan dua orang anak tanpa dosa ini sebagai aset Arena di masa depan.” Alea yang mendengar ucapan Bianka seketika terlihat gemetar. Matanya terbelalak seakan tidak menyangka jika gadis yang terlihat polos di depannya adalah orang yang berbahaya. Setelah mengelus dua orang anak di depannya, Bianka memutar pandangannya ke arahku, mengukir senyum hangat namun terlihat memiliki aura membunuh di baliknya. “Madame Lilia, segera berikan uang itu kepada dua orang terhormat di depan kita, karena aku sudah tidak sabar ingin bermain dengan sobat kecil kita.” Dua orang anak di depan Bianka tidak bereaksi apapun seakan mereka sudah lelah dengan kehidupan yang mereka jalani selama ini. Aku yang masih terpaku melihat pemandangan di depanku merasa terkejut ketika Bianka memanggil namaku. Baru kali ini aku menyaksikan agen lain yang memiliki cara kerja yang sama mengerikannya dengan diriku. Kebanyakan agen baru di The Barista memiliki cara kerja yang tergolong aman dan tidak berani macam-macam di luar karena takut jika mereka tidak pulang dengan selamat. Sisi lain Bianka ternyata cukup mengerikan, dia dapat menjadi orang yang seakan memiliki kepribadian ganda, berbeda dengan diriku yang mencitrakan diri sebagai orang yang sama di depan semua orang. Aku juga tidak sanggup memberikan reaksi atas apa yang dilakukan oleh Bianka. Aku memilih hanya diam dan menyerahkan uang yang aku pegang kepada Zayn dan transaksi berhasil dilakukan tanpa ada adegan baku hantam. Kedua anak yang berhasil aku dan Bianka selamatkan hanya menurut dan masuk ke dalam mobil. Mereka hanya diam, tatapan matanya benar-benar seperti orang yang tidak memiliki nyawa. Aku tidak tahu, apakah mereka diberikan obat tertentu selama disekap, atau mengalami siksaan yang berat sehingga kehilangan jiwa mereka, atau mereka sebenarnya adalah mata-mata yang ditunjuk Zayn untuk mengintai para pembelinya? Yang manapun itu, tetap saja tidak ada yang baik. Aku harap Bianka memiliki rencana yang baik setelah ini, karena jujur saja, aku bukan orang yang tahu cara mengeksekusi suatu rencana ketika informasi yang kudapatkan telah lengkap. Selama aku bekerja sebagai agen intelijen, tugasku hanya menjadi informan bagi The Barista sehingga namaku masih tetap baik di mata para mafia hingga saat ini, berbeda dengan Bianka yang juga terjun ketika penyergapan. Ketika aku dan Bianka telah keluar menuju jalan utama Kota Nelayan, Bianka mengambil ponsel dari dalam tas kecil miliknya dan menghubungi seseorang. Tidak lama, Bianka mengucapkan sesuatu yang membuatku tercengang, “Kalian bisa kembali!” Ucapan yang dapat bermakna banyak hal. Aku yang merasa penasaran terhadap apa yang ada di balik kalimat tersebut, bertanya langsung kepada Bianka, “Kalian? Siapa yang kau maksud, Bianka?” Gadis yang tengah mengemudikan kendaraan miliknya hanya tersenyum tipis, lalu sebuah kalimat yang tidak aku sangka meluncur mulus dari mulutnya, “Aku hanya mengantisipasi kemungkinan terburuk, Madame. Sejak pagi, beberapa anggota Arena telah aku tempatkan di beberapa titik di sekitar tempat transaksi kita. Setidaknya ketika ada sesuatu yang buruk terjadi, kita tidak akan mati. Aku belajar dari masa lalu, Madame, hahaha.” Bianka terlihat sangat santai ketika mengatakan hal itu. “Luar biasa, tidak hanya untuk dirinya sendiri, bahkan Bianka telah berhasil mengkoordinir suatu organisasi besar," pikirku. Kabar yang aku dengar tentang Bianka ternyata bukan isapan jempol belaka. Beberapa bulan ke belakang, The Barista digemparkan dengan isu seorang agen muda yang berhasil mengambil alih satu organisasi bawah tanah, dia adalah seorang perempuan dan sering dibanding-bandingkan denganku. Beberapa agen mengatakan kepadaku jika agen baru tersebut adalah regenerasi dari seorang Lilia, karena ia sama-sama berbahaya jika dibandingkan denganku. Dan saat ini, aku tengah duduk di samping kursi kemudi bersama dengan gadis tersebut. Bianka, sepertinya aku harus mengajarkan kepadamu tentang segala hal yang aku ketahui di dunia ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD