Catatan 14

1881 Words
Suara deburan ombak pantai dan pemandangan langit jingga sore hari mengiringi kepulanganku dari Kota Nelayan menuju Pusat Kota bersama Bianka dan dua anak yang berhasil diselamatkan. Di kursi belakang mobil milik Bianka ini tidak terdengar suara apapun. Aku mencoba melirik ke belakang dari kaca spion yang berada di atasku dan melihat jika dua anak di belakang tengah terlelap. Aku sempat khawatir jika dua anak tersebut meninggal di perjalanan, tetapi kekhawatiranku sirna kala melihat d**a mereka bergerak mengikuti irama nafas yang berarti dua anak itu masih memiliki nyawa. Aku masih belum habis pikir dengan Bianka di mana ia dapat seringan itu mengeluarkan uang dengan nominal yang tidak sedikit hanya untuk menyelamatkan orang yang tidak ia kenal. Sedikit melirik ke arah Bianka, ia tengah fokus mengemudi namun wajahnya mengisyaratkan jika ia tengah memikirkan sesuatu. “Hei Nona Manis, kenapa air matamu menggenang?” tanyaku yang melihat jika ada tangisan yang tertahan di kelopak mata Bianka. “Tidak ada apa-apa, Madame. Aku mungkin hanya lelah karena pekerjaan,” jawab Bianka datar. “Tenanglah, aku adalah seorang agen, Bianka, kau tidak bisa berbohong kepadaku. Setidaknya jika kau ingin berbohong, lakukanlah sebaik mungkin jangan sampai aku mengetahuinya.” Aku mengalihkan pandanganku dari Bianka menuju sebelah kiri di mana hamparan laut dan langit jingga menjadi perpaduan apik yang memanjakan mata. “Jujur saja aku marah, Madame. Tapi aku merasa jika kemarahanku ini tidak ada gunanya.” Meskipun Bianka berkata jika ia marah, namun nada bicaranya masih terdengar datar tanpa ada emosi. “Aku berpikir, apa gunanya penegak hukum di negeri ini jika ternyata di lapangan masih banyak mafia yang bebas berkeliaran tanpa takut tertangkap? Kau lihat bagaimana raut wajah dua orang yang bertemu kita di Kota Nelayan? Raut muka manusia biad*b yang tidak merasa berdosa sama sekali ketika menyiksa manusia lain! Ke mana semua penegak hukum di kota itu? Kota Nelayan masih bagian dari negara ini, Bukan? Kenapa kota itu terlihat sangat kotor?” Laju kendaraan Bianka perlahan-lahan menjadi semakin kencang. Jarum pembaca kecepatan di depan roda kemudinya bergerak semakin ke kanan. Dari kursi penumpang aku dapat melihat jika Bianka memacu kendaraannya di atas kecepatan 100 KM/J. Matanya melihat lurus ke depan dengan air mata yang mulai membasahi pipi mulusnya. “Itulah gunanya kita di sini, Bianka. Kita sebagai agen intelijen resmi di bawah naungan pemerintah memiliki kewenangan lebih, yaitu melakukan eksekusi kepada orang-orang secara langsung tanpa menunggu proses hukum. Sebagai agen kita juga kebal hukum, dan aku memanfaatkan hal itu untuk kepentinganku sendiri di luar sana. Aku juga memiliki trauma yang besar di belakangku, sama sepertimu yang memiliki trauma melihat keluargamu terbunuh di depan mata. Sebagai seorang perempuan yang memiliki perasaan, jujur aku memiliki dendam yang sangat besar terhadap orang-orang yang berbuat seenaknya, karena itulah aku berbuat kotor di luar,” jawabku datar. Ucapanku memiliki makna yang kontradiktif dan hanya dapat dimengerti oleh orang-orang tertentu. Orang yang tidak memahami ucapanku akan berpikir jika aku mengadu nasib dengan Bianka, namun orang yang mengerti atas ucapanku akan berpikir jika aku memiliki tujuan tersirat di balik perkataanku. “Tidak hanya keluargaku, Madame, tetapi juga banyak orang. Banyak orang yang aku lihat mati di depan mataku. Kau pasti sudah mendengar jika misi pertamaku selesai dengan kematian banyak orang, bukan? Itu pertama kalinya dalam hidupku melihat orang lain mengorbankan nyawa demi diriku, sedangkan kak Nova hanya bereaksi datar ketika mendengar laporanku. Aku terkadang ingin marah kepadanya, tetapi aku ingat jika ada banyak hal yang harus dipikirkan ketika kita terjun ke dalam sebuah misi, bahkan nyawa juga menjadi sesuatu yang tidak berharga jika dibandingkan dengan informasi.” Bianka menggenggam roda kemudi dengan erat, urat-urat di tangannya mulai terlihat dan kecepatan mobil telah mencapai lebih dari 130 KM/J. Meskipun ketika bekerja sebagai seorang agen Bianka terlihat keras dan berbahaya, namun aku melihat jauh di dalam dirinya masih terdapat sisi idealis dan rasa kemanusiaan yang tinggi. Mungkin memang faktor gadis muda ini yang baru bergabung di dalam organisasi dan belum banyak melihat kematian sadis di depannya, sehingga idealisme dan rasa kemanusiaannya masih sangat tinggi, berbeda denganku yang lebih tampak seperti monster berhati es. “Sebagai seorang agen, aku meminta maaf kepadamu jika terkesan tidak memiliki perasaan. Tapi, izinkan aku bercerita sedikit kepadamu. Sebelum masuk ke dalam The Barista, aku sempat mengikuti sebuah permainan bertahan hidup di mana aku melihat kematian banyak orang tepat di depanku. Ketika permainan itu berakhir, di situlah empatiku sirna. Nova juga telah melihat banyak kematian sadis sehingga terkesan tidak memiliki rasa kemanusiaan sama sekali. Tapi jauh di dalam lubuk hati, aku juga merasa miris ketika melihat nyawa manusia dijadikan ajang permainan. Karena itulah aku mengambil misi ini, Bianka.” Aku terus memperhatikan ke arah di mana jalanan mulai terlihat buram di mataku karena kecepatan mobil ini yang semakin lama semakin tinggi. “Karena itulah, Madame. Aku rela mengeluarkan uang berapapun untuk menyelamatkan nyawa orang yang tidak bersalah seperti kedua anak yang ada di belakang kita.” Banka melirik ke arah belakang melalui spion yang ada di atas kepalanya di mana dua anak itu masih tertidur lelap. Langit berangsur menjadi gelap ketika aku dan Bianka keluar dari hutan tepi pantai dan mulai masuk di pedesaan pinggir Pusat Kota. Ketika pemukiman warga mulai tampak, Bianka sedikit mengurangi kecepatan mobilnya meski menurutku masih cukup kencang, sekitar 100 KM/J. Sekitar 200 meter di depan mobil ketika baru memasuki wilayah pemukiman pinggir kota, aku melihat sebuah sorot lampu hendak keluar dari pertigaan sebelah kiri menuju jalan raya. Aku yakin jika Bianka juga menyadari hal itu. Bianka menyalakan klakson, memberi peringatan kepada pengendara kendaraan yang hendak keluar tersebut, namun pengendara itu seakan tidak mendengar dan tetap melajukan kendaraannya keluar dari pertigaan. “BIANKA!” Aku berteriak sekencang-kencangnya ketika bagian depan sebuah mobil masuk ke badan jalan utama ketika laju kendaraan Bianka masih kencang. Bianka segera membanting setir ke arah kanan, ban belakang mobil ini berdecit dan hampir tergelincir. Beruntung saat ini keadaan jalan tengah sepi sehingga tidak ada kendaraan dari arah berlawanan yang menyambut mobil Bianka. Dalam keadaan mobil yang hampir oleng, Bianka memutar kembali roda kemudi ke arah kiri sambil menarik rem tangan yang membuat ban belakang bergesekan dengan aspal, membentuk jalur bekas ban dan mobil berputar hingga berhenti dengan posisi berlawanan arah dari tujuanku sekitar 200 meter setelah pertigaan di mana mobil kurang aj*r itu tidak memedulikan sekitar dan maju seenaknya. Dengan kepala yang panas dan dahi berkerut, aku segera keluar dari mobil di mana pintu sebelah kiri mobil Bianka berada paling dekat ke badan jalan, dan segera berdiri di tengah jalan menghadang mobil kurang ajar yang hampir menabrak mobil Bianka. Aku yakin jika pengemudi mobil tersebut melihatku yang berdiri di tengah jalan, tetapi semakin dekat denganku, mobil itu tidak terlihat menurunkan kecepatan. “Ah bangs*t!” Aku berteriak sambil melompat keluar dari badan jalan karena mobil itu sungguh-sungguh berniat menabrakku. Meski tidak melaju dengan kencang, tetapi aku yakin akan terluka jika dihantam oleh benda keras tersebut. Sebelum mobil itu melaju jauh, aku mengambil sebuah batu berukuran satu kepalan tangan yang kebetulan ada di samping kakiku dan kulempar ke arah mobil itu tepat mengenai kaca bagian belakang. Meski kaca mobil tersebut tidak pecah, tetapi aku yakin kaca itu akan mengalami retak karena hantaman yang cukup keras. Namun sayang, mobil itu masih tetap melaju tanpa terganggu dengan apa yang aku lakukan. “Sudahlah, Madame. Yang penting tidak ada satu pun dari kita yang terluka.” Tanpa kusadari, Bianka telah keluar dari mobil dan berusaha menenangkanku dengan mengelus punggungku perlahan. Nafasku tersengal, jantungku berdetak kencang ketika merasakan nyawa yang hampir tercabut dari tubuhku ketika hampir mengalami kecelakaan. Aku melihat ke arah Bianka yang tampak lebih tenang jika dibandingkan denganku, padahal ia baru saja berada di belakang roda kemudi dan menyelamatkan nyawa empat orang yang ada di dalam mobil. “Masing-masing dari kita tidak ada yang terluka, itu sudah cukup, Madame. Ayo, kita lanjutkan perjalanan.” Bianka menarikku agar kembali ke dalam mobil. Ketika masuk ke mobil, aku menyadari jika dua anak yang duduk di kursi belakang telah bangun dari tidurnya dan duduk dalam diam. Matanya masih tetap tidak mengisyaratkan ada semangat hidup di dalamnya. “Hei, kalian sudah bangun? Apa kalian sudah makan?” sapaku yang disambut dengan gelengan kepala dari dua anak tersebut. “Baiklah, aku akan membawa kalian ke restoran terdekat,” sahut Bianka sambil menyalakan mobil. Mobil berjalan santai kali ini, tidak ada kecepatan tinggi karena aku yakin jika Bianka juga masih terkejut atas kejadian yang baru saja menimpa. Setelah sekitar 20 menit berjalan, Bianka membelokkan mobilnya ke sebuah restoran cepat saji berlogo seorang kakek tua. “Kalian tunggu di sini,” ucap Bianka ketika keluar dari mobil dan berjalan sendiri ke dalam restoran yang terkenal dengan menu ayam goreng renyah itu sedangkan aku bertugas untuk menjaga dan mengawasi kedua anak di dalam mobil. Tidak lama kemudian, Bianka kembali dengan membawa dua bungkusan berisi satu set makanan lengkap untuk dua anak yang kelaparan di kursi belakang. “Segera habiskan makanan kalian, setelah itu baru kita lanjutkan perjalanan. Kita akan menunggu hingga kalian selesai makan,” ucap Bianka sambil memberikan bungkusan itu kepada dua anak di belakang. “Kenapa tidak kita ajak mereka makan di dalam restoran? Aku yakin jika mereka belum pernah makan di tempat itu dan akan senang ketika kita ajak ke sana.” Aku melihat dua anak itu dengan lahap memakan nasi beserta ayam goreng, aku sangat senang melihat mereka menyantap makanan itu. Dua anak itu mulai sesenggukan, air mata mulai mengalir di pipi sambil terus mengunyah makanan mereka. “Aku tahu jika mereka pasti akan senang. Tapi aku khawatir pengunjung lain akan terganggu dengan kehadiran mereka. Bagaimanapun mereka adalah anak yang belum layak kembali ke masyarakat dengan keadaan seperti ini.” Bianka juga menatap kedua anak itu dengan senyum yang sangat hangat. Terlihat ada perasaan lega yang Bianka rasakan setelah berhasil menyelamatkan dua anak itu. “Lalu setelah ini bagaimana, Bianka?” “Aku akan membawa mereka ke Arena, agar mereka berdua belajar cara bertahan hidup. Setelah itu aku akan mengembalikan mereka ke orang tuanya. Aku tidak ingin orang tua mereka melihat keadaan anaknya yang mengenaskan seperti ini. Setidaknya ketika mereka pulang, mereka telah tumbuh menjadi orang yang lebih baik di Arena.” Aku melihat ada air mata yang kembali menggenang ketika Bianka selesai dengan kalimatnya. Tampak aura keibuan yang mulai timbul dari remaja yang baru saja menjadi dewasa di sampingku. “Dan, aku telah meminta Daniel untuk mencari sesuatu berdasarkan foto yang kau berikan kepadaku. Bawalah ponsel ini, semua yang kau butuhkan untuk langkah selanjutnya ada di situ.” Bianka memberikan sebuah ponsel pintar keluaran lama kepadaku. Ketika menerima benda tersebut, aku sedikit menimang-nimang karena masih bingung dengan apa yang ada di dalamnya. “Aku hampir lupa, aku lupa mengisi ulang baterai ponsel itu, Madame. Kau dapat mengisinya sendiri nanti, hehe.” Raut wajah Bianka dapat berubah drastis dari serius menjadi kembali imut seperti pertama kali aku bertemu dengannya. Sebenarnya ada rasa kesal di dalam pikiranku karena Bianka seakan sengaja memberikan ponsel dengan baterai kosong kepadaku, tetapi senyum manisnya membuatku tidak dapat marah pada gadis manis yang memiliki banyak bakat ini. Setelah dua anak di kursi belakang selesai melahap makanan mereka, perjalanan pun berlanjut. Namun Bianka menurunkanku di Red Coffee dan melanjutkan perjalanan menuju Arena seorang diri. Satu sisi ada rasa khawatir di dalam pikiranku karena aku masih belum percaya dengan dua anak yang aku bawa dari Hook, tapi sisi lain aku yakin jika Bianka dapat menjaga dirinya sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD