Hook adalah organisasi yang sangat menarik. Apa yang aku lakukan kemarin ternyata memberikan dampak besar terhadap kehadiranku di dalam organisasi ini di mana hari ini Zayn terlihat sangat marah kepadaku.
Berawal dari laporan dari dua orang paman preman, ah aku suka istilah paman preman, hahaha. Berawal dari laporan paman preman yang aku buntuti kemarin, akhirnya Zayn memanggilku ke dalam ruangannya di Atlantic Harvest.
Aku hanya tertawa ketika menerima panggilan itu, aku menganggap setidaknya sekarang Hook benar-benar memberikan atensi kepadaku. Itulah sebenarnya tujuanku bertingkah kemarin, karena aku bukan orang yang dikenal di dalam organisasi ini, aku harus melakukan sesuatu agar setidaknya banyak orang yang berada di dalam Hook sadar akan keberadaan seseorang yang mungkin akan mengancam keberlangsungan organisasi ini. Mengancam? Kenapa aku ingin mereka tahu bahwa aku mengancam keberlangsungan Hook? Karena aku memiliki prinsip, semakin siaga sebuah benteng, maka celah di benteng itu akan semakin terlihat. Aku hanya harus membuktikan, apakah ucapanku benar atau tidak.
Buah dari perbuatanku adalah aku harus duduk di kursi panas disaksikan oleh Zayn, orang yang menurut data yang aku dapatkan dari Z adalah pemimpin dari organisasi penculik ini. Bertiga bersama dengan Alea, ruangan milik Zayn ini terasa mencekam meskipun tidak ada kalimat yang keluar dari tiga orang di tempat ini. Lagi-lagi aku harus terjebak pada situasi hening namun mengintimidasi.
“Hahhh… Nona Lilia, sebelum masuk ke dalam Hook, kau adalah orang yang dapat membuatku terkesan dengan kemampuanmu mencari klien untuk menjual koleksiku. Tetapi setelah ada di dalam organisasi, kenapa kau terlihat bertindak sesuka hati? Kau harus tahu, Lilia, Hook adalah organisasi yang sudah tertata rapi dan terstruktur. Aku tidak ingin kehadiranmu justru membuat Hook yang sudah matang menjadi berantakan!” ucap Zayn dengan nada tinggi. Zayn terlihat benar-benar marah, namun emosinya yang meledak-ledak justru membuat pria di depanku ini tampak mempesona. Sesaat aku bahkan lupa jika Zayn adalah orang yang sudah mempermainkan nyawa manusia.
Hatiku berdesir mendengar suara itu, tanpa sadar keringat dingin di dahiku mulai bercucuran perlahan seiring jantungku yang mulai berdebar. Nafasku mulai memburu bersamaan dengan suara berat Zayn yang merasuk ke dalam pikiranku. Di bawah intimidasinya, aku merasa melayang kehilangan akal sehat. Aku berusaha sekuat tenaga mempertahankan kesadaranku dan tetap mengingat jika Zayn adalah orang yang telah melakukan sesuatu yang tidak manusiawi.
Sikap diam yang aku tunjukkan kepada Zayn ternyata memicu emosinya lebih tinggi lagi. “Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku, Nona?!” bentak Zayn dengan alis yang bertaut. Aku hanya tersenyum, benar-benar tersenyum. Bentakan demi bentakan yang Zayn berikan membuatku tanpa sadar merasa benar-benar antusias. Senyum lebar yang terukir di wajahku membuat Alea dan Zayn yang duduk di depanku semakin kesal. Selir Zayn itu bahkan hendak berdiri, namun ditahan oleh pria tampan berwajah timur tengah tersebut.
“Aku harus memutar otak, harus! Bagaimanapun aku harus keluar dari situasi ini!” pikirku sambil tetap mempertahankan senyum demi menutupi gejolak di dalam pikiranku. Akhirnya aku menemukan sebuah ide.
“Tuan Zayn, aku merasa bersyukur kemarin dapat ikut ke Kota Industri dan menyaksikan sendiri apa yang terjadi di sana. Dan kau tahu? Aku menemukan sesuatu di tempat itu. Sesuatu yang mungkin kau tidak akan memercayainya,” sahutku datar namun tatapan mataku tidak lepas dari Zayn.
Dua orang di depanku terlihat bingung, tidak mengerti dengan apa yang aku ucapkan. Mereka saling tatap, kemudian bersamaan mereka memandangku dengan heran. “Jika kau tetap bekerja seperti ini, bisa saja anggota di Kota Industri akan tertangkap,” lanjutku.
“Kau jangan berkata sembarangan! Aku tahu, kau pasti hanya mengada-ada untuk menutupi tingkah lakumu yang semena-mena bukan?” sahut Alea.
Ah sial, suara wanita jal*ng itu benar-benar merusak suasana. Fantasiku tentang pria gagah di depanku langsung sirna mendengar suara memekakkan telinga dari wanita jal*ng ini. Debaran dadaku seketika langsung hilang, sesuatu yang basah di bawah sana seketika juga langsung mengering. “Dasar jal*ng perusak suasana!” batinku. Selama sepersekian detik wajahku berubah kesal, sebelum akhirnya aku dapat mengendalikan diri dan kembali tersenyum. Namun kali ini senyum yang terukir di wajahku sedikit masam dan aku menatap Alea dengan lekat.
“Kau ingin bukti? Kenapa kita tidak bertaruh?” ujarku. Ya, aku mengajak Alea bertaruh karena aku yakin dengan apa yang keluar dari mulutku adalah sebuah kebenaran.
“Ha? Kau bercanda? Untuk apa bertaruh dengan wanita sepertimu? Tidak, maaf.”
“Kau takut?” Aku terus berusaha menekan Alea.
“Apa kau bilang?!” Alea terlihat semakin kesal.
“Lilia! Jelaskan maksudmu secara lebih rinci!” Zayn ikut bersuara. Aura dominan yang dimiliki Zayn seketika menguar dan membuatku kembali berdebar.
Aku berusaha mempertahankan kesadaranku, tidak ingin kegilaanku pada lelaki mengambil alih pikiranku. Dengan raut wajah yang tidak berubah, aku mencoba menarik nafas panjang perlahan agar otakku menjadi sedikit lebih santai.
“Kau dapat bertanya kepada Alex, Tuan Zayn. Ia mengenal dengan baik seorang bartender bernama Max. Sayangnya, Max adalah agen mata-mata pemerintah yang ditugaskan untuk mengawasi daerah bawah tanah Kota Industri. Aku dapat menjamin akurasi dari ceritaku mencapai seratus persen. Kau dapat tidak memercayaiku, tetapi jangan salahkan aku jika suatu saat pekerjaanmu berantakan.” ucapku yakin kepada Zayn.
Zayn dan Alea saling beradu pandang. Aku tahu mereka berdua tidak percaya dengan apa yang aku katakan, namun karena aku yakin dengan ucapanku, aku tidak perlu berusaha mati-matian untuk membuat mereka berdua percaya. Aku hanya harus mengikuti jalan pikiran mereka, lalu membuat mereka dapat membuktikan sendiri jika omonganku benar. Semoga aku memiliki cara untuk melakukan hal itu.
“Ah… sebentar lagi mungkin aku akan menjadi gila!” Zayn merebahkan kepala ke sandaran sofa di belakang punggungnya. “Baiklah, aku masih belum mengerti bagaimana cara bermain dengan orang sepertimu, Lilia. Aku hanya ingin tahu, bagaimana caramu membuktikan omonganmu?” Zayn menegakkan kembali kepalanya.
"Akhir pekan ini kita pergi ke Kota Industri, aku punya sebuah rencana yang bagus. Jangan lupa untuk membawa beberapa orang untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu. Dan aku peringatkan, kau harus siap terluka, Tuan Zayn." Aku memberikan senyum sinis penuh tanda tanya kepada Zayn. Pria itu terus saja menatapku dengan bingung, namun aku tidak bergeming.
Aku keluar dari ruangan milik Zayn, meninggalkan dua orang yang masih dilanda kebingungan di dalam sana. Tapi sesuatu yang tidak mereka ketahui adalah, aku juga sedang bingung dengan apa yang harus aku lakukan. Jujur saja, sebenarnya aku tidak memiliki rencana apapun untuk dilakukan akhir minggu ini. Aku hanya omong besar di depan Zayn agar pria itu dapat mempercayaiku masuk lebih dalam ke organisasi sehingga aku dapat mengetahui seluk beluk Hook secara lebih rinci.
Tapi ada sesuatu yang mengganjal pikiranku. Sejak aku benar-benar bergabung ke dalam Hook, aku merasa otakku tiba-tiba kosong, aku tidak tahu apa yang harus dilakukan. Langkah-langkah yang aku ambil pun terasa percuma dan banyak melakukan blunder. Meski memang ketika berada di Kota Industri aku dapat berbaur dengan Alex, tetapi orang-orang yang lain tetap tidak menyukaiku. Hal ini sangat berbeda dari yang aku rasakan selama di luar negeri di mana banyak organisasi yang dapat kumasuki hanya bermodalkan tubuh dan rayuanku. Tetapi Hook berbeda, Zayn seakan punya kekuasaan yang mutlak sehingga bawahannya menjadi solid. Ah, apa lagi yang harus aku lakukan?
Sejak masuk ke dalam Hook aku juga menyadari jika apa yang tertulis di catatan penyelidikanku sangt berantakan, terlalu berantakan hingga sulit untuk dibaca. Otakku sedang kacau, benar-benar kacau. Berkali-kali aku merasa ingin menyerah, berpikir jika lebih baik aku mati saja. Suasana kerja di negaraku sendiri benar-benae berbeda jika dibandingkan dengan di luar negeri. Nama besar Madame Lilia serasa tidak memiliki arti di negara ini karena sulitnya medan yang harus aku taklukkan.