91. Selamat Tinggal, Roma!

2331 Words

“Hah? Serius, Mas?” Aku tidak bisa menyembunyikan rasa kagetku setelah mendengar pengakuan Mas Rifqi tentang penyebab dia harus mandi keramas sebelum subuh pasca insiden di apartemenku. Kusebut insiden karena memang momen itu membekas. Aku bahkan masih ingat bagaimana aku menjaga jarak dari Mas Rifqi untuk sementara waktu dan dia pun menyadarinya. “Serius. Enggak tahu kenapa, warna merahnya enggak bisa hilang dari otak dan akhirnya mimpi itu enggak bisa dihindari lagi.” “Jujur, semalam aku mikirnya Mas malah—” “Malah apa? Main solo?” Aku nyengir, berharap cengiran ini menjawab pertanyaannya. “Enggak sampai itu juga, sih. Kalau tiba-tiba main solo hanya karena lihat dalaman cewek, agak ekstrem jatuhnya. Saat itu Mas lebih ke agak syok aja. Bayangin, bangun tidur disuguhin pemandangan

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD