1

952 Words
Aku baru saja pulang dari Kampus impianku. Hatiku masih di landa rasa bahagia karena aku lulus dan masuk di Universitas ternama sesuai dengan harapanku. Satat membuka pintu ruang tamu, sayup terdengar suara dua wanita dari arah ruang tengah. Kakiku segera melangkah kesana karena aku begitu penasaran sekali. Benar saja, aku melihat Tante Puspa sedang bercerita dengan luapan penuh emosi. tak pernah aku melihat, ante Puspa begitu kesal lalu menangis. "Siang Ma, Tante ..." sapaku pada Tante Puspa, sahabat Mama. Mama menoleh ke arahku dan tersenyum. Begitu juga dengan Tante Puspa yang mengangkat wajahnya sambil menghapus sisa air mata yang masih menetes di pipi mulusnya. "Cantas? Kamu sudah pulang? Gimana? Lulus kan?" tanya Mama dengan rasa penasaran. "Lulus Ma," jawabku singkat sambol melirik ke arah Tante Puspa. Ia sibuk mencari sesuatu dari dalam tasnya. ak pernah aku melihat wajah cantik Tante Puspa menangis dan baru kali ini. Kalian tahu, Tante Puspa memiliki senyum yang sangat manis dengan suara lembut sedikit manja. Entah apa pekerjaannya, hampir setiap hari selalu ada di rumahku dengan pakaian yang bagus dan tentunya bermerek. Belum lagi, tas dan sepatu blink yang selalu matching dengan pakaian yang di kenakannya. "Butuh tisu, Tan?" tawarku pada ante Puspa. Tante Puspa langsung menoleh ke arahku dan tersenyum manis sekali sambil mengangguk lalu menerima tisu pemberianku dan menghapus air matanya. "Puspa ... Aku mau antar bekal suamiku dulu. Kamu disini duu, atau mau makan siang biar ditemani Cantas," titah Mama pada tante Puspa. "Iya Nggi ... Makasih ya. Cantas temenin Tante disini saja," ucapnya denagn senyum semakin merekah. Entah kenapa, senyum itu aku sambut dengan rasa bahagia dan aku mengangguk mantap. Batinku saat itu, akhirnya aku bisa dekat dengan Tante Puspa. Ini adalah momen yang sangat aku harapkan. Mama sudah pamit pergi ke Kantor Papa. Kebetulan supir pribadi di rumah sedang cuti. Terpaksa Mama harus anter sendiri bekal makan siang Papa ke Kantor. Papa itu tidak mau makan kalau bukan masakan Mama. Memang terlalu bucin Pak Tua itu. Aku duduk di sofa yang sama dengan Tante Puspa. Harum parfumnya sangat enak walaupun aku tahu, wangi itu sudah tercampur dengan keringatnya. Sampai aku berpikir, bagaimana kalau aku mencium tubuhnya di luar pakaian itu. Sepertinya hasratku memuncak dengan cepat. Lalu, nasib singkong mentegaku? Hah ... Aku harus sabar menikmati waktu ini. "Kamu kenapa, Tas?" tanya Tante Puspa padaku. Tante Puspa mengambil kipas lalu mendinginkan tubuhnya dengan kipas itu. "E -enggak apa -apa, Tan," jawabku gugup. Melihat rambut yang di kuncir semua ke atas hingga leher jenjang itu terlihat seksi, membuat singkong mentegaku mulai matang di dalam. "Hmmm ... Maaf ya. Tante kepanasan," ucap Puspa dengan cueknya melepas blazer yang dan hanya meninggalkan tank top merah dengan bulatan penuh yang sedikit menyembul seolah sedang memanggilku untuk tetap melihat bentuk indah itu. Singkong mentegaku benar -benar tertantang sekali melihat pemandangan tepat di depan mata. Sampai aku menelan air lirku seperti orang sedang kehausan. "Tas?" panggil Tante Puspa padaku sambil mengibaskan tangannay di depan wajahku. Aku yang masih melamun dan otakku mulai berjalan kemana -mana. Aku ini lelaki normal, walaupun aku masih muda, aku juga punya adrenalin yang sama seperti lelaki lainnya. Aku kira, singkong menegaku cukup kokoh dan besar. Aku pasti bisa memuaskan perempuan yang nantinay akan menjadi istriku. "Eh .. Iya Tan ..." jawabku semakin gugup dan terbata. "Hmmm ... Liatin apa hayo ..." ucap ante Puspa malah menggodaku. Aku semakin keki dan membenarkan dudukku agar singkong mentegaku tidak terhimpit. rasanya kan sakit kalau terhimpit di antara kedua pahaku. Padahal singkongku sudah akan mengembang smepurna. "Ah .. Enggak lihat apa -apa, Tan," ucapku masih tedengar gugup walaupun aku sudah berusaha santai sekali. "Kamuu punya pacar, Tas?" tanya Tante Puspa yang begitu santai menyandarkan punggungnya di sandaran sofa. "Enggak Tan ..." jawabku polos. Jantungku berdegup kencang sekali. Belum tahu saja, kalau aku selalu memikirkan Tante Puspa selama ini. Aku cukup puas walau hanya membayangkan sentuhannya saat memelukku beberapa tahun yang lalu. Jadi, aku tidak perlu punya pacar. "Masa sih? Lelaki ganteng dan pintar kayak kamu, gak punya pacar? Kok Tante gak percaya ya?" ucap Tante Puspa merasa aneh dan tertawa pelan. "Eum ... Memang belum punya. Lagi pula gak pengen punya Tan. Kayaknya punaya pacar itu malah merepotkan, waktu belajarku malah terganggu," ucapku dengan jawaban yang wajar. "Hmmm ... Iya juga sih. Tapi, punay pacaritu perlu, biar kenal perempuan. Jadi gak kaget nantinya," ucap Tante Puspa padaku. "Kaget apanya Tan?" tanyaku spontan. Jujur aku semakin penasaran. "Gimana ya jelasinnya." Tante Puspa menegakkan duudknya sambil mengetik -ngetukkan jari telunjukknya di bibirnya yang merah merona. "Ya jelasin aja, Tan ..." ucapku seolah menantang. "Kamu kan sudah dewasa, Tas. Kamu pasti punya kebutuhan dong," ucap Tante Puspa ragu. "Kebutuhan makan? Itu maksudnya?" ucapku polos. "Ehh ... Bukan itu. Maksud Tante ... Kebutuhan biologis. Pernah dong, diajarin di pelajaran biologi?" cecar Tante Puspa padaku. Aku mengangguk paham. Singkong mentegaku mendadak menegang lagi. "Ah sial sekali!" umpatku di dalam hati. Tidak mungkin aku meninggalkan Tante Puspa sendirian. Aku belm puas ngobrol dan menikmati kecantikan serta tubuhnya yang seksi itu. Tante Puspa sepertinya memang pekas sekali. Ia langsung melihat ke arah bawah tepat dimana singkong mentegaku berada. Aku pun langsung mengapitkan kedua pahaku. Dengan celetukkan yang spontan dan sambil tertawa. "Punya kamu besar juga ya ..." Tawa Tante Puspa terdengar agak menyindirku. Aku langsung menunduk karen malu. "Upss ... Maafin Tante, Tas ..." ucap Tante Puspa menggeser tubuhnya sedikit merapat ke arahku. Jantungku smekain berdebar apalagi aroma wangi tubh Tante Puspa benar benar membuatku mabuk kepayang siang ini. Tubuhku terasa panas dan pikiranku mulai kacau. "Gak apa -apa, Tan," jawabku lirih. "Tante suka kok yang besar kayak gitu ..." ucapnya sambil memegang tanganku. Aku pun langsung mengangkat wajah menatap wajah Tante Puspa seolah sedang merayuku. Bibirku rasanya kelu. Aku bahagia sekali, di puji begitu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD