"Kalau kamu memang lebih bahagia dan nyaman bersama Patrick, aku setuju untuk mengabulkan permintaanmu. Aku akan segera mengurus surat perceraian kita. Semoga kamu bahagia ya, Jess, setelah kita resmi berpisah nanti. Maaf kalau selama ini aku tidak bisa menjadi sosok suami seperti yang kamu inginkan. Kamu tenang saja, mulai malam ini kamu tidak akan pernah melihat aku lagi di hadapanmu," ucap Brendan yang pada akhirnya pasrah untuk mengakhiri pernikahannya bersama Jessica jika itu bisa membuat Jessica bahagia dan tak lagi hidup menderita.
Setelah selesai mengatakan hal itu, Brendan segera membalikkan tubuhnya untuk berlalu pergi dari hadapan Jessica. Tidak ada kata yang dapat menggambarkan suasana perasaan Brendan saat ini. Perasaannya hancur berkeping-keping karena harapannya untuk mempertahankan pernikahannya bersama Jessica harus pupus dan tidak dapat diperjuangkan lagi. Semua harapannya harus terkubur dalam-dalam mulai malam ini karena tidak ada lagi harapan indah yang harus diperjuangkan.
"Maafin aku, Brendy… Maaf karena aku harus mengatakan semua ini… Tapi aku kecewa karena pada akhirnya kamu lebih memilih pekerjaanmu dibanding aku. Mungkin dengan cara seperti ini kita bisa bahagia dengan jalan hidup masing-masing. Kamu tidak akan pernah dibebani lagi dengan tingkah dan sikapku yang tidak pernah mau mengerti kamu dan pikiranku tidak akan merasa terbebani lagi saat kamu harus pergi bertugas," batin Jessica yang akhirnya tidak dapat menutupi kehancuran hatinya karena pernikahan yang sudah berumur lima tahun hari ini berakhir hanya karena permasalahan waktu.
Brendan kembali pergi meninggalkan rumah sakit dengan perasaan yang hancur, tapi kali ini lebih hancur dari sebelumnya. Ia tidak pernah berani membayangkan untuk hidup berpisah dari Jessica selama ini, tapi entah kenapa semua ini harus terjadi dan berakhir menyakitkan.
Pria itu tak lagi mampu untuk berkata-kata, mulut dan hatinya terkunci karena tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Perjuangannya telah berakhir sampai di sini karena wanita yang diperjuangkannya terus bersikeras untuk berpisah dengannya, bahkan Jessica telah merendahkan harga dirinya dan memuji pria lain di hadapannya.
Hingga tak terasa langkah kaki Brendan terhenti di pelataran lobi dan segera masuk ke dalam mobil. Pria itu melajukan kendaraannya tanpa arah dan tujuan. Ia merasa tak pantas untuk menginjakkan kaki ke rumahnya yang ditinggali bersama Jessica karena wanita yang telah dinikahinya tepat lima tahun silam terlihat begitu benci saat berhadapan dengannya. Mungkin hal itu terjadi saat Jessica telah dekat dengan Patrick.
Setibanya di jembatan layang yang tampak sepi dari lalu lalang kendaraan, Brendan menghentikan laju kendaraannya sejenak di bahu jalan. Pria itu memerlukan waktu untuk berpikir ke mana tujuannya saat ini setelah pernikahannya berakhir bersama Jessica.
"Sekarang hidupku sudah hancur, Tuhan… Aku tidak lagi memiliki alasan untuk bertahan karena alasan yang aku miliki satu-satunya terus memintaku untuk pergi dari hidupnya. Sekarang hidupku terasa hambar tanpa tujuan yang pasti. Aku tidak tahu harus apa setelah ini…" ucap Brendan dengan begitu lirihnya. Tatapannya mulai berkunang-kunang karena ada banyak air mata yang menganak di pelupuk matanya sehingga menghalangi pandangan pria yang tengah menyandarkan kepalanya di pundak kursi jok mobil.
"Aku benar-benar tidak menyangka Jessica akan tega melakukan hal yang begitu menyakitkan di belakangku, hingga wanita yang begitu aku cinta selama ini sampai hati melukai perasaanku, membuatku hancur berkeping-keping tanpa perasaan sedikit pun. Aku tidak tahu kapan cinta yang dulu begitu besar untukku mulai hilang di hati Jessica, dan kapan dia mulai jatuh cinta pada Patrick? Kenapa selama ini aku tidak pernah menyadari semua itu, kenapa aku baru menyadarinya sekarang, setelah semuanya terlambat dan tidak dapat diperbaiki. Kenapa aku bisa sebodoh ini Tuhan, membiarkan wanitaku jatuh hati dan terlanjur nyaman dalam pelukan pria lain…" Brendan mulai merutuki kebodohannya, ia menyalahkan dirinya sendiri karena telah membuat Jessica berpaling darinya.
Padahal selama ini Jessica sering mengatakan hanya Brendan satu-satunya orang yang bisa membuatmu merasa nyaman setelah ibunya. Dan Jessica pun pernah bilang bahwa Brendan adalah cinta pertamanya dan akan menjadi cinta terakhirnya hingga wanita itu menutup mata untuk selamanya.
"Selamanya kamu akan menjadi cintaku satu-satunya. Pria yang paling aku cintai di dunia ini. Hanya kamu satu dan tidak akan ada yang lainnya. Kamu harus gitu juga ya sayang, setia sama aku dan jadikan aku wanita satu-satunya yang kamu sayangi di dunia ini." Ucapan itu masih terngiang jelas dalam benak Brendan. Ucapan yang sering Jessica lontarkan setiap kali akan berpisah dengan Brendan ketika pria itu hendak pergi bertugas.
Ya, Brendan adalah pria yang menjadi cinta pertama dalam hidup Jessica karena sejak terlahir ke dunia ia tak pernah sekalipun merasakan kasih sayang dari pria yang merupakan ayahnya. Hingga Brendan hadir di hidupnya, barulah Jessica dapat merasakan kasih sayang dari seorang pria yang begitu besar kepada dirinya. Membuatnya mengenal arti cinta yang sesungguhnya.
Selama ini Brendan sudah berusaha agar menjadi yang terbaik untuk Jessica. Namun sayang, usaha yang ia lakukan selama lima tahun ini harus secepat ini berakhir tanpa pertimbangan untuk mempertahankan hubungan keduanya, setelah apa yang pernah mereka lewati bersama.
"Aku masih nggak nyangka Jess, kenapa kamu bisa secepat ini memutuskan untuk berpisah denganku tanpa mau mempertimbangkan janji apa saja yang pernah kita ucapkan di hari pernikahan kita 5 tahun yang lalu. Kita berjanji akan setia sehidup semati dan tidak akan pernah meninggalkan dalam keadaan apa pun, tapi sekarang kamu malah ingin kita mengakhiri pernikahan ini tanpa mau memberiku waktu sedikit lagi saja untuk mempertimbangkan pengunduranku menjadi pasukan SWAT. Aku tidak tahu bagaimana caranya untuk dapat membuatmu mengerti tanpa harus mengambil keputusan ini. Apa kamu tidak mau mengenang sedikit saja perjuangan kita selama lima tahun ke belakang ini dan apa saja yang sudah kita lalui bersama? Aku tidak bisa Jess, ini berat… Kamu tidak akan pernah mengerti betapa sakitnya aku karena perpisahan ini Jess…"
Sesaat kemudian Brendan tertunduk lesu. Jemarinya yang terasa begitu dingin coba menghapus bulir-bulir kristal yang membasahi wajahnya. Namun, itu semua tidak dapat menghentikan kesedihannya karena air mata terus jatuh bercucuran tanpa dapat dicegah dengan cara apa pun.
Hingga beberapa saat kemudian suara ribut-ribut di luar mobil membuat Brendan segera mengangkat kepalanya dan memandang ke arah luar. Pandangannya menangkap sekelompok pria berpakaian serba hitam menghajar dua orang yang sudah terjatuh dan tak berdaya di permukaan aspal jalanan yang terlihat cukup lengang karena waktu saat ini menunjukkan pukul 03.00. Di sana juga terlihat sebuah mobil dan sebuah motor terparkir sembarangan dengan lampu serta mesin yang masih menyala. Sepertinya mobil dan motor tersebut saling kejar-kejaran sepanjang jalan hingga akhirnya berhenti tepat di belakang mobil milik Brendan.
Tidak ingin melihat dua orang yang tengah dikeroyok hingga babak belur oleh sekelompok pria yang berpakaian serba hitam sampai meregang nyawa, Brendan pun memutuskan untuk segera keluar dari mobil dan langsung berteriak dengan tegas untuk menghentikan pengeroyokan itu.
"Berhenti!!"
Seketika aksi yang terjadi di depan matanya terhenti. Sekelompok pria yang mengenakan pakaian serba hitam menoleh ke belakang dan menatap Brendan penuh raut ketidaksukaan karena aksi mereka dihentikan di saat mereka belum puas melampiaskan amarahnya pada dua orang yang telah berani mengusik kesenangan mereka di tengah-tengah pesta yang tadinya masih berlangsung di sebuah bar.
"Siapa kau? Jangan berani-beraninya ikut campur urusan kami jika kau ingin pulang dengan selamat!" ucap salah seorang pria yang sepertinya paling muda di antara teman-teman yang lainnya. Dan mereka semua terlihat masih berusia 20 tahunan. Hanya ada satu pria yang mengenakan topi, pria itu terlihat seperti berusia di atas 20 tahun dan tertangkap tengah memegang pisau kecil bekas menyayat dua korban yang berada di bawah kuasanya.
Brendan dengan cepat mengeluarkan kartu keanggotaannya dan menunjukkannya pada pria itu sambil terus melangkah maju untuk dapat membebaskan dua orang pria yang tampak sudah tak berdaya dengan beberapa luka, namun kepala mereka masih diinjak oleh sekelompok pria yang terlihat tidak memiliki hati nurani.
"Police! Lepaskan orang itu atau kalian malah akan mendapatkan hukuman yang lebih berat jika mereka sampai kehilangan nyawanya!" titah Brendan setelah selesai menjelaskan siapa dirinya kepada mereka.
Sekelompok pemuda berpakaian serba hitam itu ketakutan mendengar bahwa mereka berhadapan dengan seorang polisi. Bahkan nyali mereka seketika menciut saat mendapat ancaman yang terlontar dari mulut Brendan, membuat mereka mundur secara teratur dan melepaskan dua korbannya.
Namun, tidak dengan pria yang masih menggenggam pisau kecil di tangannya itu. "Kau pikir aku takut jika kau polisi? Kami berlima dan kau sendirian! Aku bisa saja meledakkan kepalamu sekarang juga jika dalam keadaan terdesak!" ucapnya dengan begitu berani dan tatapan yang menajam.
"Lakukan jika Anda berani. Tapi setelah Anda meledakkan kepala saya, Anda harus siap dengan hukuman yang setimpal!" jawab Brendan menanggapi perkataan pria yang terlihat berada dalam pengaruh alkohol itu.
Hingga teman-teman dari pria itu segera menarik lengannya untuk pergi meninggalkan tempat tersebut, karena seorang polisi telah menangkap basah aksi kekerasan yang mereka lakukan.
"Cio, come on! Kita harus cepat pergi dari sini!" ucap salah seorang temannya yang memanggil nama pria itu.
"Dia ancaman untuk kita! Apa kalian mau kita ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara?!" tanya pria yang dipanggil Cio itu dengan memberontak saat tubuhnya diseret untuk masuk ke dalam mobil.
Sementara Brendan segera membantu dua pria muda yang tergeletak di permukaan aspal dengan bersimbah darah akibat luka benturan dan sayatan di beberapa bagian tubuh mereka. Ia tak menanggapi perdebatan para pelaku pengeroyokan yang baru saja terjadi karena Brendan akan segera memproses kasus ini setelah menyelamatkan dua korban di depan matanya.
Namun nahas, saat Brendan tengah memapah salah satu dari dua orang tersebut untuk dibawa masuk ke mobilnya dan berniat untuk segera dilarikan ke rumah sakit agar mendapat pertolongan dari dokter berakhir gagal, ketika selongsong peluru yang dimuntahkan oleh pria bernama Cio mengenai tubuh belakang pria itu berkali-kali. Cio menembak Brendan dengan begitu brutal akibat ia merasa sangat panik dan takut bila dirinya dan teman-temannya akan mendekam di penjara dalam waktu yang cukup lama karena Brendan pasti akan memproses apa yang tertangkap oleh matanya.
Teman-teman Cio sudah mencegah agar pria berusia 25 tahun tersebut tidak melakukan hal itu karena mereka takut akan mendapatkan hukuman yang lebih berat daripada yang seharusnya. Namun, Cio nekat dan tetap melakukan aksinya. Ia mengeluarkan pistol yang disembunyikan di balik celananya untuk menghabisi seseorang yang dianggap musuh dan berani mengganggu kesenangannya.
Hingga karena perbuatannya Brendan jatuh tersungkur dengan beberapa luka tembak di tubuhnya. Dalam kondisi yang tidak baik-baik saja seperti ini membuat Brendan tak mampu melakukan perlawanan dan berakhir mengenaskan dengan darah yang mengalir dari beberapa luka tembak yang diakibatkan oleh Cio.
"Jess… Jessy…" sebelum menutup kedua mata, Brendan masih sempat memanggil nama wanita yang begitu ia cintai dengan lirih. Hingga pria itu terkapar lemah tak berdaya dan kehilangan banyak darah di tengah-tengah jalanan sepi dan jarang dilintasi oleh pengguna jalan di saat jam-jam seperti ini.