Kehadiran Pria Lain

2642 Words
Brendan segera memutuskan untuk kembali ke rumah sakit setelah mendengar penuturan Gwen tentang kebenaran yang ada. Kebenaran bahwa sesungguhnya Jessica tidak benar-benar menginginkan untuk berpisah dengannya. Pria itu kembali pergi mengunjungi rumah sakit dengan membawa harapan yang begitu besar. Ia berharap Jessica mau mencabut keputusannya dan mengubur dalam-dalam keinginannya yang sangat menginginkan perceraian di antara mereka. "Sampai kapanpun aku tidak akan pernah meninggalkan kamu, Jessy. Aku akan terus mempertahankan kamu sampai aku mati, jadi aku berharap kamu berhenti untuk terus mengutarakan keinginan yang tidak benar-benar sesuai dengan kata hatimu," harap Brendan yang kini kembali fokus mengendarai mobilnya, berkendara dengan kecepatan tinggi agar cepat sampai di rumah sakit, tempat istrinya berada saat ini. *** Saat hendak menuju ruang kerja Jessica, tak sengaja Brendan berpapasan dengan seorang dokter pria bernama Patrick. Pria yang telah berani memeluk tubuh istrinya dan mendukung keputusan wanita itu untuk bercerai, bukannya memberikan semangat agar Jessica terus mempertahankan pernikahannya. Pria yang seperti mengharapkan sesuatu atas perceraian Jessica dan Brendan nantinya. Brendan segera menghentikan langkah pria itu yang akan pergi meninggalkan lantai 2. "Anda Patrick yang tadi dengan berani memeluk istri orang kan?" tanyanya seraya mengarahkan jari telunjuk yang seketika berhasil menghentikan langkah kaki Patrick. Patrick segera menoleh ke arah Brendan, menatap pria itu tajam dengan sorot mata penuh ketidaksukaan. Mendengar ucapan Brendan tentang dirinya yang sudah berani memeluk istri orang, membuat fokus Patrick langsung tertuju pada sosok Jessica yang datang menghampirinya dengan dibalut kesedihan dan menangis dalam pelukannya. "Anda Brendan, suami dari Jessica?" tanya Patrick yang memang tidak mengenal siapa sosok Brendan dan tidak tahu seperti apa wujudnya, karena selama ini ia hanya dapat mendengar cerita tentang Brendan dari Jessica tanpa pernah bertemu dengan pria itu secara langsung. "Tepat sekali, saya benar-benar tidak menyangka Anda akan mengenali saya secepat ini. Apakah sebelumnya Anda tahu siapa saya?" tanya Brendan dengan menampilkan seringai yang begitu mengerikan. Petrik segera menggelengkan kepala dengan santai dan tersenyum tipis. "Oh bukan, saya baru saja menebak karena Anda menyinggung persoalan tentang saya yang telah berani memeluk istri orang, tentu saja pikiran saya langsung tertuju pada Jessica yang saya ketahui bahwa dia masih berstatus sebagai seorang istri dari Brendan Cooper." "Lancang sekali mulut Anda ya. Pantas saja tadi Anda bisa berkata pada Jessica dan mendukungnya untuk melayangkan gugatan cerai kepada saya, bahkan Anda sampai rela mencarikan lawyer terbaik untuk mengurus kasus perceraian yang sayangnya tidak akan pernah terjadi sampai kapanpun karena saya dan Jessica akan terus bersama!" ucap Brendan dengan penuh penekanan sembari mengepalkan kedua tangannya erat-erat. Bahkan rahangnya kini mulai mengeras, tatapannya menajam penuh kebencian saat menatap wajah pria yang sepertinya memiliki perasaan terhadap Jessica. Patrick semakin tersenyum tipis mendengar ucapan Brendan. Pria itu tidak menyangka sama sekali bahwa percakapannya bersama Jessica beberapa jam lalu ternyata didengar langsung oleh Brendan. "Ah, mohon maafkan saya Tuan Brendan. Maaf atas kelancangan saya yang telah menawarkan lawyer kepada istri Anda untuk mengurus perceraiannya bersama Anda. Saya hanya berniat untuk membantunya agar bisa terlepas dari hal yang membuatnya terus merasa bersedih dan menderita. Saya tidak bermaksud macam-macam, saya ingin membantu sedikit hal pada sahabat saya yang sedang menghadapi masalah sulit," jawab Patrick yang suaranya kali ini terdengar lebih lembut dari sebelumnya. "Jangan bohong, Anda pasti menyukai istri saya kan? Jangan jadikan alasan ingin membantu hanya untuk menutupi sesuatu yang Anda harapkan dari Jessica. Apalagi Anda telah begitu lancang berani menyarankan Jessica untuk melayangkan gugatan di pengadilan." "Apakah saya harus menjawabnya dengan jujur, Tuan?" tanya balik Patrick dengan raut wajah yang begitu meremehkan. Brendan berdecak kesal mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut pria itu. Ia menggertakkan giginya hingga terdengar suara gemeretak yang cukup keras. "Ah, baiklah. Saya akan jujur mengenai perasaan saya yang sebenarnya pada Jessica. Dugaan Anda benar, Tuan. Saya memang menyukai istri Anda. Lagi pula mana ada pria normal dekat dengan wanita yang sempurna seperti Jessica tapi tidak terlibat perasaan. Tidak ada alasan bagi pria manapun untuk tidak mencintai Jessica karena dia adalah wanita yang sangat cantik, lembut, dan penuh kasih sayang. Jessica selalu bisa menciptakan kenyamanan saat dekat dengan siapapun, dia juga ramah pada semua orang. Jadi menurut saya tidak ada pria yang mampu menolak pesonanya yang begitu sempurna. Hanya pria bodoh yang menyia-nyiakan Jessica dan selalu membuatnya menderita," sindir Patrick dengan begitu beraninya tanpa merasa takut sedikitpun. Brendan merasa semakin terbakar mendengar perkataan Patrick yang begitu terlihat meremehkannya dan menganggapnya bodoh karena disangka telah menyia-nyiakan Jessica, padahal kenyataannya tidak karena Brendan tidak akan pernah mau melepaskan Jessica sampai kapanpun, sekalipun akhir-akhir ini mereka sering bertengkar hebat. "Tahu apa Anda tentang hubungan saya dan Jessica? Jadi berhenti dan jangan asal bicara!" ucap Brendan dengan tegas. "Maaf tuan, saya tidak bermaksud untuk membuat Anda marah atau tersinggung. Saya hanya ingin menyampaikan apa yang saya tahu dari Jessica. Tapi saya harap dengan pertemuan kita malam ini bisa membuatmu sedikit sadar dan mau menghargai Jessica sebagai istrimu dan mementingkan dia di atas segalanya sebelum Anda benar-benar kehilangannya. Kalau begitu saya permisi dulu, selamat malam!" Patrick pun memilih pergi begitu saja setelah menyelesaikan kata-katanya tanpa menunggu jawaban yang terlontar dari mulut Brendan. Melihat kepergian Patrick dari hadapannya membuat Brendan semakin geram. Pria itu benar-benar merasa direndahkan oleh Patrick yang tidak tahu apa-apa tentang dirinya, tapi malah sok tahu dan sok menghakimi. "Manusia seperti tadi dijadikan teman oleh istriku? Ya Tuhan, Jess… apa yang terjadi denganmu, sampai kamu memutuskan orang seperti itu untuk menjadi teman dan tempat untuk kamu bercerita? Aku benar-benar tak habis pikir sama kamu, Jess… Kamu tega menceritakan tentang permasalahan dalam rumah tangga kita kepada pria lain, menceritakan tentang keburukanku pada orang yang seharusnya tidak perlu ikut campur dalam masalah kita," batin Brendan yang begitu menyayangkan sikap Jessica yang terlalu terbuka mengenai masalah rumah tangganya kepada orang luar. Seketika lamunan Brendan buyar saat sebuah tangan menepuk pundaknya, membuat pria itu segera tersadar dan menoleh ke arah samping untuk melihat seseorang yang menyentuh pundaknya. "Tuan Brendan, ada keperluan apa Tuan datang malam-malam begini?" sapa seorang wanita berparas cantik yang merupakan asisten dokter Jessica di rumah sakit. Brendan menghela napas sejenak, dia berusaha untuk menahan emosinya yang hampir memuncak karena pertemuannya bersama Patrick tadi. "Ah iya. Saya datang ke sini untuk mencari dokter Jessica. Apa dia ada di ruang kerjanya?" jawab Brendan dan mengakhiri kalimatnya dengan sebuah pertanyaan. "Dokter Jessica ada di ruang IGD, Tuan. Beliau sedang menangani pasien korban kecelakaan. Mungkin Tuan bisa menunggu sebentar di ruang kerja dokter Jessica, nanti kalau dokter sudah selesai menangani pasien saya akan memberitahu jika ada Tuan yang menunggu di ruangannya." Asisten Jessica yang bernama Ava itu dengan ramah mempersilahkan Brendan untuk menunggu di ruang kerja atasannya. "Hmm, terima kasih untuk tawarannya. Tapi tidak apa-apa, Ava, saya menunggu di depan ruang IGD saja. Jadi jika dokter Jessica telah selesai menangani pasiennya di ruang IGD saya bisa langsung menemuinya." Brendan dengan sopan menolak tawaran Ava karena ia lebih memilih menunggu Jessica selesai menangani pasien tepat di depan ruang instalasi gawat darurat agar wanita itu tidak menghindar saat mengetahui keberadaannya di sana. "Baiklah kalau begitu, Tuan. Oh ya, apa Tuan mau sekalian bareng sama saya ke IGD? Kebetulan saya juga diminta oleh dokter Jessica untuk membantunya di ruang IGD," tawar Ava kembali. "Boleh, kita bareng saja ya. Sekalian ada hal penting yang ingin saya tanyakan sama kamu." "Tanya soal apa ya, Tuan?" tanya Ava yang merasa gugup saat mendengar Brendan akan menanyakan hal penting padanya. "Soal Patrick. Kamu kenal kan dengan dokter Patrick? Saya ingin tanya sama kamu karena saya merasa kamu pasti cukup dekat dengan dokter Jessica dan tahu apa saja yang dilakukannya selama berada di rumah sakit," jawab Brendan yang kini menggantungkan harapannya pada Ava yang mungkin dapat memberinya sedikit informasi tentang kedekatan Patrick dan Jessica di belakangnya. "Apakah ini soal kedekatan dokter Patrick dengan dokter Jessica, Tuan?" tebak Ava yang bertanya dengan begitu polosnya karena ia tidak tahu ada masalah apa antara Brendan dengan Jessica saat ini. Pertanyaan wanita yang berdiri di hadapannya kini membuat Brendan semakin yakin, bahwa Jessica dan Patrick menjalin kedekatan yang cukup intens, atau bahkan kedekatan yang terjalin cukup istimewa, lebih dari kata teman. "Ya, itu yang ingin saya tanyakan. Seberapa dekat Jessica dengan Patrick?" tanya Brendan sembari menampilkan senyumannya yang palsu agar Ava tidak merasa seperti diinterogasi atas pertanyaan yang dilontarkan oleh Brendan. "Cukup dekat. Bahkan bisa dikatakan bahwa dokter Patrick dengan dokter Jessica sangat dekat, mereka sering menghabiskan waktu bersama ketika tidak ada pasien yang harus ditangani. Setahu saya mereka juga sering pergi ke bioskop berdua untuk menonton film keluaran terbaru atau pergi untuk makan malam. Maaf, memangnya kenapa ya Tuan bertanya seperti ini?" jawab Ava apa adanya mengenai apa yang ia ketahui, mengakhiri kalimatnya dengan sebuah pertanyaan dibalut rasa penasaran. Hati Brendan sakit mendengar kabar kedekatan istrinya dengan pria lain. Kini perkataan Gwen yang sempat berani menjamin bahwa Jessica dengan Patrick hanya menjalin hubungan sebatas pertemanan sesama dokter seketika terurai begitu saja di dalam pikiran Brendan. Ia tidak percaya Jessica dan Patrick menjalin hubungan sebatas teman biasa, karena apa yang baru saja ia dengar dari Ava cukup menjelaskan sedekat apa wanita yang dicintainya dengan Patrick, ditambah perkataan Patrick yang mengakui bahwa ia menyukai Jessica semakin membuat Brendan terpenjara dalam dilema. "Oh begitu. Tidak apa-apa kok, Ava. Saya hanya ingin memastikan bahwa hubungan antara Jessica dan Patrick masih baik-baik saja. Tadinya saya sempat khawatir kalau mereka masih berselisih paham dan ya… begitulah. Namanya hubungan pertemanan pasti ada saja yang namanya ribut-ribut. Anyway, thanks ya untuk informasinya. Kalau begitu kamu duluan saja ya ke IGD-nya karena dokter Jessica pasti sangat membutuhkan kamu. Saya mau ke toilet dulu sebentar," ucap Brendan penuh sandiwara karena ia tidak mungkin jika harus mengatakan kebenarannya pada Ava bahwa ia merasa hancur mendengar kedekatan sang istri dengan pria lain di belakangnya. "Baiklah Tuan. Kalau begitu saya pamit dulu. Permisi." Ava pun berlalu pergi dari hadapan Brendan menuju IGD dengan menaiki lift. Sementara Brendan langsung menghempaskan tubuhnya untuk duduk di sebuah sofa yang berada di seberang lift setelah sepeninggalan Ava. "Dugaanmu salah Mom, Jessica dan Patrick dekat bukan sebagai teman biasa. Tapi lebih dari itu. Bahkan mereka menjalin kedekatan yang begitu intens di belakangku. Patrick sudah mengakui perasaan dia yang sebenarnya pada Jessica, sekarang tinggal aku mendengar isi hati Jessica pada pria itu. Entah aku siap atau tidak saat mendengar jawaban yang terlontar dari mulut Jessica nanti. Aku bingung…" batin Brendan dengan perasaan yang benar-benar lelah mendapati kenyataan pahit di malam anniversarynya bersama Jessica. Di tengah-tengah lamunan Brendan yang tengah berkecamuk tak karuan. Tiba-tiba saja Jessica muncul di hadapannya dengan raut penuh tanda tanya. "Brendy, ngapain kamu ke sini?" tanya Jessica yang di kedalaman hatinya diliputi rasa bersalah karena telah membuat Brendan sehancur ini. Namun, sebisa mungkin ia menyembunyikan rasa bersalah itu di hadapan Brendan. Brendan segera bangkit dari posisi duduknya dengan tubuh yang begitu lemah seperti tidak bertenaga. Tatapannya begitu nanar saat melihat wajah Jessica yang ada di hadapannya saat ini. "Kenapa kamu harus melakukan semua ini, Jess?" tanya Brendan dengan suara yang terdengar begitu lirih. "Memangnya apa yang aku lakukan?" Jessica balik bertanya karena ia tidak mengerti dengan arah pembicaraan Brendan. "Kenapa kamu menduakan cintaku dengan Patrick? Apakah kamu benar-benar sudah tidak membutuhkan aku lagi dan sungguh ingin pergi menjauh dari hidupku?" Brendan bertanya dengan pandangan yang mulai buram karena kedua matanya telah digenangi bulir-bulir kristal yang siap terjatuh kapanpun. "Ma-maksud kamu apa?" tanya Jessica yang semakin tidak mengerti, bahkan pertanyaan yang terlontar dari mulut Brendan sungguh mengejutkannya. Ia bingung, dari mana Brendan bisa mengenal sosok Patrick. "Tanpa perlu aku katakan maksud pertanyaanku, kamu pasti mengerti dengan apa yang aku tanyakan. Sekarang cukup jawab, apa dia lebih baik daripada aku?" tanya Brendan yang berusaha siap walaupun tidak siap untuk menerima kenyataan terburuk dalam hidupnya. "Brendy, aku benar-benar tidak mengerti dengan maksud pembicaraanmu. Dan bagaimana bisa kamu mengenal Patrick?" Jessica menggelengkan kepala dengan pelan sembari menautkan kedua alisnya. "Tidak perlu bersandiwara lagi, Jessy. Aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri betapa nyamannya kamu berada dalam pelukannya, menangis dan mengatakan kamu sangat lelah menjalani pernikahan ini bersamaku. Aku melihat betapa lembutnya jemari Patrick saat mengusap punggung dan pucuk kepalamu, bahkan dia begitu erat saat memeluk tubuhmu. Kamu harus tahu satu hal Jess, tadi aku bertemu dengan Patrick. Dia telah mengakui perasaannya padamu di hadapanku. Dia mengatakan, pria normal mana yang mampu menolak pesonamu dan tidak melibatkan perasaan saat dekat denganmu. Dia menyukaimu, aku bisa melihat ada cinta yang begitu dalam di matanya saat dia membahas tentang kamu di hadapanku. Dia mengatakan aku adalah pria bodoh karena dianggap sudah menyia-nyiakan kamu dan membuatmu menderita selama menjadi istriku. Apakah kamu bahagia saat bersamanya, Jess?" ungkap Brendan dengan penuh emosional karena harapannya untuk terus bisa mempertahankan pernikahannya bersama Jessica harus berakhir karena kehadiran orang ketiga. Hingga suaranya bergetar hebat saat mengatakan hal demikian. Akhirnya kini Jessica mengerti setelah mendengar cerita dari Brendan. Ia sangat syok mengetahui Patrick yang terlalu melebih-lebihkan ceritanya sehingga terlalu memojokkan Brendan yang sampai saat ini masih merupakan suaminya. Namun, sekarang ini Jessica berusaha mampu menyembunyikan perasaan syoknya atas drama yang Patrick katakan di hadapan Brendan. "Apa aku salah menceritakan masalah hidupku pada sahabatku? Aku juga manusia biasa yang butuh tempat untuk meluapkan kesedihanku, Brendy, aku tidak sekuat itu untuk bisa memendam rasa lelah ini sendirian. Aku memang banyak cerita pada Patrick tentang masalah kita selama ini, karena hanya dia yang mau mendengarkan seluruh cerita-ceritaku dan selalu ada di saat aku membutuhkannya." Jessica coba membela dirinya di hadapan Brendan karena ia merasa tidak adil jika pria itu marah mengetahuinya bercerita kepada orang lain untuk meluapkan rasa sesak di d**a atas permasalahan yang dihadapi. "Kamu nyaman dengannya?" tanya Brendan yang tak kuasa lagi untuk menahan kehancurannya walau ia mencoba untuk terus sadar dengan keberadaannya saat ini. Maka dari itu, Brendan mencoba kuat dan menahan sangat keras agar air mata itu tidak jatuh dari pelupuk matanya. "Kenapa kamu bertanya seperti itu?" Jessica dibuat bingung mendengar pertanyaan macam itu dari suaminya. "Jawab saja pertanyaanku, Jessy! Apa kamu nyaman bersama pria itu?" tanya Brendan kembali mengulangi pertanyaan yang sama dan menuntut jawaban dengan penuh penekanan. "Aku tidak tahu harus menjawab apa, intinya selama ini dia selalu ada untukku. Di saat aku memiliki masalah berat dan aku tidak tahu harus cerita sama siapa, dia dengan begitu baiknya menawarkan untuk bertemu dan memintaku menceritakan semua masalahku agar pikiran aku tidak terbebani dengan berbagi cerita bersamanya. Sangat berbeda denganmu bukan, karena saat aku butuh kamu, tapi kamu malah mematahkan semangatku. Kamu lebih sering sulit dihubungi, bahkan tidak pernah menjawab panggilanku di saat aku sedang benar-benar membutuhkanmu sebagai sosok seorang suami, dan kamu pulang ke rumah menemuiku hanya untuk melampiaskan hasratmu seakan aku ini bagaikan seorang p*****r yang dibutuhkan saat kamu menginginkan tubuhku!" jawab Jessica dengan begitu teganya menghujam jantung Brendan dengan pedang tajam yang sangat panjang, yaitu ucapannya. Napas Brendan tercekat hingga ia merasa sulit bernapas selama beberapa saat setelah mendengar kata-kata Jessica yang sungguh melukai hatinya. Ia tidak percaya jika selama ini Jessica memandang dirinya rendah dengan sebelah mata. Jessica telah salah mengartikan perasaan Brendan selama ini, selama 5 tahun mengarungi rumah tangga bersama-sama. Kali ini Brendan tak mampu menahan gejolak di hatinya. Hingga air mata luruh seketika di saat hatinya kembali dilukai oleh orang yang sama. "Terus Jess, teruslah katakan apa pun yang ingin kamu katakan untuk meluapkan beban di hatimu. Ungkapkan rasa kecewa dan penderitaanmu selama menjadi istriku. Aku sadar aku jauh dari kata sempurna untuk menjadi suamimu seperti yang kamu harapkan. Aku beda jauh dengan Patrick yang selalu ada untukmu, yang memiliki banyak waktu sampai sempat menemanimu menonton bioskop, dinner, bercerita sampai lupa waktu, dan selalu membuatmu merasa nyaman selama berada di dekatnya. Ya, aku bukan Patrick yang kamu inginkan. Aku tidak pernah membuatmu bahagia, tapi malah sering membuatmu menderita. Kalau kamu sudah selesai mengatakan semuanya, malam ini juga aku akan mengabulkan keinginanmu untuk kita berpisah asalkan itu bisa membuatmu bahagia." Seketika kedua mata Jessica terasa perih. Dengan cepat ia mengedipkan matanya beberapa kali agar tetap terlihat baik-baik saja di hadapan Brendan walau hatinya sakit, karena pada akhirnya Brendan menyerah dan mengabulkan permintaannya selama ini yang menginginkan untuk segera berpisah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD