Patrick mencium bibir Jessica dengan begitu buasnya. Membuat wanita itu merasa hina dan menangis perih. Sorot mata Jessica menatap dalam kedua mata Patrick dengan penuh permohonan. Ia memohon agar Patrick melepaskannya dan menghentikan semua ini.
Melihat Jessica yang tidak dapat mengimbanginya, hingga membuat wanita itu terlihat kesulitan bernapas, Patrick berbaik hati dan melepaskan ciumannya sejenak.
"Patrick please … tolong lepaskan aku…" ucap Jessica dengan begitu lirihnya dan terdengar terengah-engah karena wanita itu tidak berniat untuk mengatur napasnya yang terasa sesak dan tercekat, tapi malah mencoba untuk kembali memohon. Jessica memohon dengan air mata yang semakin mengalir deras membasahi wajahnya.
"Kalau aku berhenti sampai di sini, itu tidak bisa membuatku untuk memilikimu seutuhnya. Kalau aku tidak bisa memilikimu, maka Brendan juga tidak boleh memiliki kamu. Jadi pergunakan waktu yang singkat ini untuk mengambil napas dalam-dalam sebelum aku melanjutkan kembali hal yang belum tuntas," jawab Patrick dengan begitu teganya tanpa menghiraukan rasa sakit di relung hati Jessica.
"No Patrick, please jangan lakukan itu padaku…" tangisan Jessica semakin tersendat dalam. Tubuhnya semakin gemetar hebat karena tak kuasa menghentikan semua ini. Dirinya begitu lemah untuk memberontak Patrick yang tengah dikuasai hasrat yang terlarang.
"Baiklah, karena kamu tidak mengindahkan perintah aku, maka kesempatanmu sudah habis untuk menghirup udara gratis yang aku berikan. Sekarang mari kita lanjutkan, sweety!" Patrick menampilkan seringai tipis yang begitu menakutkan. Dan pria itu kembali melumat bibir Jessica yang selama ini selalu terlihat begitu menggoda, tetapi ia tidak pernah bisa melakukan hal ini karena terhalang status mereka yang merupakan sebagai dua orang sahabat.
Tubuh Jessica menegang, ia tak menyangka bahwa Patrick akan terus melanjutkan aksinya tanpa memedulikan permohonannya sama sekali. Tangisannya pecah, rasa takut sekaligus rasa bersalah semakin menyerangnya. Jessica takut jika sang suami yang tengah berjuang untuk melewati masa kritisnya tiba-tiba saja siuman dan melihat apa yang terjadi saat ini, dan hatinya semakin merasa bersalah karena membiarkan pria lain menyentuh bibirnya tanpa dapat melakukan apa-apa karena tubuhnya begitu lemah.
"Ya Tuhan, aku mohon tolong bantu aku. Tolong kirimkan siapa saja untuk masuk ke ruangan ini dan memergoki aksi Patrick yang sudah sangat keterlaluan ini. Tolong jangan biarkan dia semakin berbuat lebih terhadapku yang lemah ini. Tolong jangan buat aku semakin merasa bersalah dan menjadi kotor di hadapan suamiku yang masih berjuang untuk dapat sadar kembali. Aku mohon Tuhan … tolong bantu aku keluar dari situasi ini. Aku takut…" batin Jessica di kedalaman hatinya yang terasa remuk karena dihancurkan oleh Patrick, pria yang selama ini ia anggap adalah sahabat baiknya. Sahabat yang mau mendengarkannya bercerita dan berkeluh kesah tanpa mengharapkan apa pun.
Entah ini suatu kebetulan atau bukan, apa yang diharapkan Jessica benar-benar terwujud. Seseorang masuk ke dalam ruangan dan langsung menarik kerah jas yang Patrick kenakan dari arah belakang, membanting tubuhnya dengan kasar hingga terpelanting jatuh ke dasar lantai.
Jessica terkejut melihat siapa yang datang menyelamatkannya, ia berusaha menutup mulutnya rapat-rapat dengan kedua telapak tangan agar dapat menahan suara jerit histerisnya melihat apa yang terjadi di hadapannya saat ini. Jessica dapat menyaksikan betapa marahnya sang malaikat penyelamat pada Patrick yang telah melecehkannya.
"Ya Tuhan, terima kasih Kau telah mengirimkan Morgan untuk datang menyelamatkanku. Terima kasih," ucap syukur Jessica dengan terisak-isak pada Sang pemilik kehidupan karena telah mendengar doanya di dalam hati.
Ya, Morgan datang di saat yang tepat. Ia yang berniat datang untuk mengunjungi sahabatnya, bergegas masuk ke dalam ruang rawat Brendan dengan langkah yang tergesa saat tak sengaja kedua telinganya mendengar suara tangis seorang wanita dari dalam ruangan yang pintunya tidak tertutup rapat. Ruangan VIP yang tidak dilintasi oleh orang-orang yang tidak berkepentingan, maka dari itu tidak ada satu orangpun yang mengetahui aksi yang dilakukan Patrick terhadap Jessica di dalam ruangan tersebut. Tidak ada yang curiga karena keduanya selama ini dikenal sangat dekat, dan bersahabat dengan baik. Siapa yang menyangka bahwa pagi-pagi buta begini Jessica berada dalam bahaya di tangan Patrick.
Morgan meluapkan emosinya dengan menghajar Patrick yang telah berani bersikap kurang ajar terhadap istri dari sahabatnya. Ia mendaratkan pukulan bertubi-tubi, menghajar wajah Patrick hingga darah segar mulai mencurat dari mulut pria itu dengan tulang hidung yang patah.
Jessica tidak ingin Morgan sampai hilang kendali hingga menghilangkan nyawa seseorang karena membelanya, ia langsung melerai agar Morgan menghentikan aksinya saat ini.
"Morgan, stop!" Namun, tidak mudah untuk Jessica menghentikan Morgan yang emosinya tengah meluap-luap.
Jessica segera berteriak dengan suaranya yang lantang agar Morgan mendengar perkataannya. "Morgan, please stop! Stop, Morgan, stop!!"
Hingga akhirnya Morgan menghentikan aksinya dan menghela napas kasar karena Jessica menghentikannya di saat dirinya belum puas untuk memberi pelajaran pada lawannya. Sorot matanya masih menajam ketika menatap wajah Patrick yang telah ia buat menjadi babak belur. Pria itu segera bangkit dari posisinya, membenarkan lengan kemejanya yang mengkerut akibat terlalu banyak membuang tenaga.
Begitupun dengan Patrick yang segera bangkit dengan wajah yang terasa nyeri akibat perbuatan Morgan yang tiba-tiba saja muncul di ruangan itu. Padahal sesaat lagi Patrick berhasil menguasai tubuh Jessica yang selama ini begitu ia inginkan.
"Kurang ajar! Siapa kau? Berani-beraninya kau masuk tanpa izin!" tanya Patrick yang bersiap untuk membalas perbuatan Morgan.
Namun, dengan cepat Jessica berdiri di tengah-tengah antara Patrick dan Morgan. Ia tidak ingin ada keributan yang berkelanjutan. Terlebih saat ini kondisinya masih begitu cocok dengan apa yang baru saja ia alami ketika dirinya tengah bersedih karena hal yang menimpa suaminya.
"Pergi sekarang atau aku akan membawa kasus ini ke jalur hukum?!" ancam Jessica sembari mengarahkan jari telunjuknya dengan tegas ke arah pintu yang masih terbuka lebar untuk mengusir Patrick dari hadapannya saat ini juga.
Patrick yang merasa kesempatannya telah berakhir sejak kedatangan Morgan ke ruangan tersebut, ia pun berlalu pergi begitu saja dengan rasa dendam yang menyelimuti. Pria itu bertekad untuk membalaskan rasa sakit hatinya atas apa yang telah Morgan lakukan padanya.
Tangisan Jessica kembali pecah setelah Patrick pergi dari hadapannya, meninggalkan ingatan buruk yang membekas di pikirannya. Ingatan yang membuat hatinya terluka atas pelecehan yang ia alami. Mental Jessica terguncang hebat, tubuhnya gemetar dengan kedua lutut yang terasa lemah tak berdaya.
"Brendy maafkan aku. Maaf aku tidak bisa mencegah semua itu untuk tidak terjadi…" Jessica terus mengulangi perkataannya berkali-kali. Kali ini ia merasa telah mengkhianati Brendan, cinta pertamanya, pria pertama dan seharusnya menjadi pria terakhir yang hanya boleh menyentuh bibirnya. Bibir yang telah Brendan claim hanya miliknya seorang.
Morgan mengerti dengan keadaan Jessica yang pastinya syok dengan apa yang harus ia alami. Pria itu melangkah maju dan segera merengkuh tubuh Jessica, menariknya masuk ke dalam pelukannya. Memberikan pelukan hangat untuk mengurai rasa takut yang wanita itu rasakan. Memberikan tempat nyaman untuk Jessica meluapkan perasaannya agar tidak meninggalkan trauma yang mendalam.
"Jangan takut, sekarang kamu aman bersamaku. Dia tidak akan berani lagi menyakitimu. Maafkan aku Jess, maaf aku datang terlambat untuk menyelamatkanmu dari hal yang baru saja terjadi. Maaf aku tidak bisa menjagamu dengan baik." Morgan terlihat begitu menyesali kedatangannya yang terlambat. Bahkan pria itu merasa sangat terpukul atas apa yang Jessica alami, hingga ia menyalahkan dirinya sendiri.
Jessica menggelengkan kepalanya dalam pelukan Morgan. "Tidak Morgan, ini bukan salah kamu. Seharusnya aku yang berterimakasih karena kamu sudah datang tepat waktu sebelum semuanya terlambat. Walau sekarang aku sangat menyesal karena tidak bisa menjaga diriku dengan baik untuk Brendan… Aku menyesal karena membiarkan pria lain menyentuh bibirku tanpa dapat melakukan pemberontakan. Aku menyesal…"
Morgan mulai mengurai pelukan yang tercipta karena ia merasa tidak sanggup mendengar tangisan Jessica yang begitu mengiris hatinya, lalu ia menangkap kedua sisi wajah Jessica dan menatap kedua mata indah milik wanita itu dalam-dalam. "Jangan menyalahkan dirimu sendiri, aku tahu tanpa kamu harus menjelaskan. Kamu sudah berusaha untuk memberontak agar semua ini tidak terjadi. Kamu tidak salah dan tidak perlu menyesal, karena yang sepatutnya menyesal adalah pria itu."
"Terima kasih kamu sudah kamu mengerti aku, Morgan. Aku nggak tahu, apa jadinya aku kalau kamu nggak datang. Aku … a-aku sangat takut dia akan melakukan lebih daripada tadi," tangis Jessica yang masih merasa ketakutan.
"Jangan takut, kejadian ini tidak akan terulang kembali. Aku janji kamu akan aman setelah ini. Tapi sekarang aku mohon, berhentilah menangis. Kalau kamu terus menangis seperti ini akan semakin membuatku merasa bersalah karena tidak bisa menjagamu dengan baik. Berhenti menangis ya. Please…" mohon Morgan seraya menghapus air mata yang menutupi wajah cantik Jessica.
Morgan menghapus air mata itu menggunakan jemarinya dengan penuh kelembutan, lalu yang terakhir ia menarik paksa kedua sudut bibir Jessica agar mengukir senyuman untuk mengobati rasa sakit di hatinya.
"Kamu harus selalu tersenyum seperti ini. Okay?" pinta Morgan yang langsung mendapat anggukan dari Jessica.
Wanita itu kembali berhambur memeluk tubuh Morgan, sahabat suaminya yang telah ia anggap seperti sahabatnya juga. Jessica berusaha menghilangkan rasa takutnya dalam pelukan Morgan yang hampir mampu membuatnya merasa tenang.
Jemari Morgan terus mengusap perlahan-lahan pucuk kepala Jessica, membiarkan wanita itu meluapkan rasa takutnya dengan sisa-sisa tangisan dalam pelukannya, asalkan setelah ini ia dapat kembali melihat senyuman Jessica yang selalu ia rindukan. Lalu tanpa sadar Morgan mendaratkan kecupan penuh kasih sayang di permukaan dahi wanita itu. "Kamu aman bersamaku, Jess. Kamu akan aman hanya bersamaku," bisiknya dengan perlahan.
Mendapat perlakuan yang tidak seharusnya dari sahabat sang suami, membuat Jessica segera mengurai kedua tangannya yang sempat melingkar di tubuh Morgan, melepaskan pelukan mereka dan melangkah mundur dua langkah.
Seketika Morgan merutuki kebodohannya di dalam hati penuh rasa sesal, setelah melihat Jessica yang mulai memberi jarak di antara keduanya setelah apa yang ia lakukan dan ucapkan pada wanita itu.
"Kenapa aku merasa perkataan Morgan terdengar tidak wajar ya? Kenapa dia mengatakan kalau aku akan aman hanya bersamanya? Apa baru saja dia mengklaim aku tidak aman jika bersama Brendan? Sebenarnya apa maksud Morgan? Aku benar-benar tidak mengerti," batin Jessica yang merasa gelisah setelah beragam pertanyaan menyerang benaknya di saat pikirannya belum benar-benar merasa tenang setelah banyak kejadian yang harus ia lewati hari ini.