"Jess, i'm so sorry. Aku tidak bermaksud kurang ajar dengan mencium keningmu. Sungguh aku benar-benar minta maaf." Morgan mengatupkan kedua telapak tangannya di depan d**a dan menampilkan raut penuh sesal yang jelas terlihat.
Jessica menggelengkan kepalanya sembari menghela napas pelan. Lalu dia menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk seulas senyuman tipis. "Tidak Morgan, aku tidak tersinggung dengan apa yang kamu lakukan. Aku yakin kamu melakukan itu karena sudah menganggapku seperti sahabatmu, sama seperti kamu menganggap Brendan karena aku adalah istrinya, dan niat kamu mencium keningku pasti untuk membuatku jauh lebih tenang agar tidak merasa ketakutan lagi kan."
Jessica melupakan sejenak rasa penasaran yang timbul di benaknya atas perkataan Morgan. Ia tidak ingin mengambil pusing dan terlalu memikirkan hal yang tidak penting, karena ia tahu Morgan sangat baik kepada Brendan selama ini dan begitupun dengan kebaikan yang pria itu lakukan pada Jessica hari ini.
Morgan segera mengangguk dan tersenyum mengiyakan perkataan Jessica. Kini ia dapat merasa lega karena ternyata Jessica tidak menaruh rasa curiga sedikitpun terhadapnya.
"Aku pikir kamu marah karena aku mencium keningmu. Sekali lagi aku minta maaf ya, Jess," ucap Morgan mengakhiri rasa penyesalannya.
"Tidak perlu minta maaf Morgan. Seperti yang aku bilang tadi, harusnya aku mengucapkan terima kasih padamu karena kamu sudah datang untuk menyelamatkan aku dan coba berusaha menenangkanku dari rasa takut ini. Maaf ya kalau kedatangan kamu ke sini malah membuatmu menjadi kelelahan karena membuang banyak tenaga untuk membelaku. Oh ya, tujuan kamu datang ke sini pasti untuk menemui Brendan kan. Silakan temui dia, mungkin kamu ingin memberi dia semangat untuk melewati masa kritisnya dan segera bangun." Jessica mempersilahkan sahabat suaminya untuk menghampiri Brendan yang masih terbaring lemah dengan alat medis yang terpasang di beberapa bagian tubuhnya.
"Ya, aku datang ke sini untuk Brendan. Sungguh aku terkejut mendengar kabar dari temanku yang menyampaikan atas insiden yang menimpa Brendan. Rasanya aku masih tidak percaya kenapa dia bisa pergi meninggalkan rumah setelah aku mengantarkannya pulang, karena seharusnya kalian tengah berbahagia merayakan malam anniversary pernikahan kalian yang ke lima tahun."
Morgan menunjukkan raut sedihnya, lalu melangkah perlahan demi perlahan menuju Brendan. Lalu ia mencengkram pundak Brendan dengan penuh emosional karena apa yang tidak pernah ia lihat selama ini, kini harus terjadi di depan matanya, yaitu melihat Brendan yang selama menjadi pasukan SWAT terkenal memiliki 1001 taktik untuk menghindari serangan dari musuh yang dapat membahayakan nyawanya, tapi sekarang pria itu malah terbaring lemah karena luka tembak di tubuhnya.
Jessica pun ikut melangkah meninggalkan posisinya semula dan berhenti tepat di samping Morgan.
"Ini semua salah aku, Mor. Brendan jadi seperti ini karena aku kembali menuntutnya untuk segera meninggalkan pekerjaannya, begitu dia menolak dan meminta waktu untuk memikirkan semuanya, aku kembali mengungkapkan keinginanku untuk berpisah. Aku pergi meninggalkan rumah, meninggalkan acara makan malam kita berdua dan pergi meninggalkan pesta anniversary yang sudah aku persiapkan sejak siang hari. Sampai akhirnya di rumah sakit ini Brendan mengabulkan keinginanku untuk kita berpisah. Lalu dia pergi dari rumah sakit, dan tidak lama kemudian dia kembali lagi dalam keadaan tidak sadarkan diri dan kehilangan banyak darah. Dia hampir meregang nyawa. Aku menyesal, Mor." Jessica menceritakan alasan mengapa Brendan jadi begini dengan kembali terisak, ia menundukkan kepalanya dalam-dalam dengan air mata yang kembali lolos dari kedua pelupuk matanya.
Morgan begitu terkejut mendengar penuturan Jessica, ia tak habis pikir mengapa wanita itu tega memperlakukan Brendan seperti ini. Padahal yang ia tahu, Brendan pulang untuk merayakan malam anniversary pernikahannya bersama Jessica dengan menggantungkan harapan yang begitu besar, yaitu ingin memperbaiki hubungannya bersama wanita yang teramat dicintainya.
"Kamu tega melakukan itu, Jess? Kenapa kamu begitu ngotot ingin berpisah dari Brendan? Apa kamu tidak tahu bahwa dia sangat mencintaimu lebih dari apa pun yang ada di dunia ini termasuk nyawanya sendiri. Selama ini dia selalu berhasil menghindari kematiannya demi kamu, hanya untuk menjagamu, dan dia sering mengatakan padaku kalau kamu sampai benar-benar memintanya untuk pergi meninggalkanmu, maka dia akan pergi untuk selamanya dan tidak akan pernah kembali lagi."
Jessica kembali mengangkat kepalanya yang sempat tertunduk dalam. Ia menatap kedua bola mata Morgan yang tampak berkaca-kaca ketika mengatakan apa yang pernah Brendan katakan padanya. Perasaan Jessica kian dibuat hancur karena kesalahannya sendiri. Ia merasa bodoh dan terus merutuki kebodohannya di dalam hati.
"Aku memang bodoh, Mor. Aku bodoh karena tidak pernah mau mengerti tentang dia selama ini, tentang pekerjaannya dan isi hatinya. Yang aku pikirkan selama ini hanyalah perasaanku yang ingin selalu mendapatkan perhatian dari Brendan. Sungguh, aku tidak mau kehilangan Brendan untuk selamanya, Mor. Dia tidak boleh pergi meninggalkan aku di sini sendiri. Dia harus tetap bertahan demi aku karena aku tidak pernah mengharapkan dia mengalami semua ini. Aku sangat mencintainya, Mor..." ungkap Jessica dengan bercucuran air mata dan tubuh yang semakin bergetar hebat.
Melihat penyesalan Jessica yang mendalam dan mentalnya yang sangat terpukul karena kondisi suaminya saat ini, Morgan segera merangkul tubuh Jessica dan mendekapnya erat-erat. Hati Morgan begitu lemah untuk melihat Jessica terpuruk seperti ini.
"Tenanglah, Brendan pasti akan bertahan demi kamu jika kamu menginginkannya. Aku mohon sama kamu Jess, jika setelah Brendan siuman nanti jangan lagi kamu meminta berpisah darinya kalau dia tidak melakukan pengkhianatan di belakangmu dan tidak berniat untuk meninggalkanmu. Brendan mencintaimu dengan tulus dan apa adanya, jangan sia-siakan cintanya jika kamu tidak ingin kehilangan dia untuk selamanya," ucap Morgan yang coba menasehati Jessica yang menjadi satu-satunya alasan yang bisa membuat seorang Brendan menangis dan terlihat begitu lemah karena cintanya pada Jessica.
Jessica dengan cepat menganggukan kepalanya. "Aku janji, Mor, aku janji akan berubah dan tidak akan meminta untuk berpisah lagi pada Brendan. Selagi dia mampu setia dan tidak berkhianat, aku pasti akan mempertahankan pernikahan ini," tekad Jessica penuh kesungguhan di dalam pelukanmu Morgan.
Entah mengapa Jessica merasa beruntung Morgan datang di saat dirinya merasa terpuruk. Pria itu mampu membuatnya merasa tenang, melupakan rasa takut yang sempat mengikat kuat pikirannya dan pada akhirnya memiliki keyakinan bahwa Brendan pasti akan sadar untuknya.
Sesaat kemudian Morgan kembali mengurai dekapannya dari tubuh Jessica. Pria itu mulai menangkup kedua lengan Jessica dan menatap wajahnya lekat-lekat.
"Kamu pasti lapar kan? Kamu mau aku belikan apa?" tanya Morgen dengan penuh kelembutan dan mengalihkan topik pembicaraan mereka untuk menghilangkan kesedihan Jessica walau hanya untuk sesaat dan tidak dapat bertahan lama.
Namun, Jessica malah menggeleng seolah dirinya tidak lapar walau sudah menghabiskan banyak tenaga untuk melewati kejadian demi kejadian yang menimpanya hari ini.
"Aku tidak lapar."
"Sama sekali?" tanya Morgan dengan sebelah alis yang terangkat naik.
Jessica mengangguk dengan lemah karena ia merasa tidak berselera untuk makan di saat semuanya belum kembali membaik. "Ya, aku tidak lapar sama sekali. Kalau kamu lapar, lebih baik kamu cari makan dulu di luar. Nanti kamu boleh kembali lagi ke sini setelah perutmu merasa kenyang."
"No. Aku ingin makan bersamamu. Hitung-hitung ini breakfast pertama kita setelah cukup lama saling mengenal, karena sebelumnya kita hanya pernah bertemu di beberapa acara makan malam bersama Brendan. Please, mau ya," mohon Morgan mengingat kini jarum jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan waktunya sarapan pagi.
"Tapi aku tidak tega jika harus meninggalkan suamiku sendiri di sini, sementara aku malah asik makan di luar. Aku takut kalau harus jauh-jauh dari Brendan." Jessica mengungkapkan rasa takutnya karena merasa tidak mampu jika harus pergi meninggalkan Brendan di ruangannya sendiri. Takut jika saat ia kembali, dirinya malah menemukan kondisi pria yang dicintainya memburuk.
"Oh, baiklah. Aku mengerti ketakutanmu. Kalau begitu aku beli makan di luar nanti kita makannya di sini sekalian jagain Brendan. Gimana?" tanya Morgan yang meminta persetujuan dari wanita itu.
"Ok, aku setuju."
"Kamu mau makan apa?"
"Hmm, apa pun yang kamu pesan."
"Really? Kamu tidak ingin menentukan pilihan menu sarapanmu sendiri?" tanya Morgan dengan senyuman yang mulai mengembang sempurna dari kedua sudut bibirnya karena dapat kembali melihat raut wajah yang Jessica ditampilkan kini menunjukkan baik-baik saja.
"Ya, aku bukan seorang pemilih. Apa pun yang ada di depan mataku, kalau aku lapar, maka aku akan memakannya," jawab Jessica sembari mengedikkan kedua bahunya.
"That right. Kalau begitu katakan, kamu mau minum apa?" tanya Morgan kembali yang baru pertama kali dapat berbincang seintens ini bersama Jessica, karena selama ada Brendan mereka hanya saling menyapa ketika bertemu tanpa obrolan panjang lebar.
"Begitu juga dengan minimum, samakan saja seperti yang kamu pesan."
"Kalau aku pesan coffee, apa kamu juga mau?"
"Tidak masalah sama sekali, malah bagus kan kalau aku minum coffee biar mataku kuat melek terus sampai Brendan siuman nanti." Jessica mengulas senyuman dan berusaha untuk menguatkan hatinya setelah mengatakan hal itu.
"Kamu tidak boleh sampai begadang. Kalau kamu ngantuk ya tidur, jangan memaksakan diri untuk tidak tidur karena ingin menjaga Brendan. Aku datang ke sini adalah untuk menjaganya, sampai dia siuman. Jadi kamu bisa beristirahat siang ini sebelum merawat pasien-pasienmu yang sakit dan membutuhkan bantuanmu," ucap Morgan yang memang sejak awal berniat untuk mengurangi beban Jessica di saat-saat seperti ini.
"Ah, tidak Morgan. Aku tidak enak jika harus merepotkan kamu sampai segitunya. Biarkan aku yang menjaga Brendan karena dia adalah suamiku, jadi setelah kita sarapan bersama, kamu bisa pulang atau melanjutkan tugasmu."
"Tapi Brendan juga adalah sahabat terbaikku, jadi tolong izinkan aku untuk menemaninya melewati masa kritisnya. Setidaknya biarkan aku menjaganya sampai dia sadar dari komanya. Ini sama sekali tidak merepotkanku, Jessica. Minggu ini adalah jatahnya aku dan Brendan untuk libur, jadi tidak ada salahnya kalau aku mengisi liburanku di sini untuk menjaga sahabatku yang sedang dirawat di rumah sakit." Morgan coba memaksa agar Jessica membiarkannya untuk tetap stay di sana dan coba meringankan beban wanita itu.
"Benarkah ini tidak merepotkan kamu sama sekali?" tanya Jessica sekali lagi untuk memastikan.
"Sama sekali tidak," jawab Morgan dengan penuh keyakinan.
"Baiklah kalau itu tidak merepotkanmu, dengan senang hati aku mengizinkan kamu untuk menjaga Brendan bersamaku di sini," ucap Jessica dengan mengembangkan seulas senyuman.
"Bersamamu? Apakah itu artinya kamu tidak pergi bekerja?" tanya Morgan dengan kedua alis yang saling bertaut.
"Ya, aku memutuskan untuk izin dari pekerjaanku sampai Brendan sembuh. Bahkan aku sudah merencanakan untuk pergi berlibur bersamanya kalau kondisi Brendan sudah membaik."
"Itu ide yang bagus. Dengan pergi berlibur berdua pasti pernikahan kalian akan kembali merasa hangat seperti awal kalian menikah dulu. Semoga setelah pergi berlibur hubungan kalian semakin membaik ya," ucap Morgan dengan kedua mata yang berbinar, hingga pria itu melupakan niatnya yang hendak pergi mencari makan di luar untuk sarapan dirinya bersama Jessica pagi ini.
"Thanks Morgan. Aku pun selalu mengharapkan hal yang sama. Ya sudah, kalau gitu tunggu apa lagi? Katanya kamu mau pergi keluar kan?" tanya Jessica mengurai secara perlahan keinginan Morgan yang masih nyaman berbincang banyak hal bersamanya.
"Ah iya. Hampir saja aku lupa. Kalau gitu aku pamit ya. Jangan menangis selama aku pergi, kamu harus kuat demi Brendan!" ucap Morgan mengingatkan Jessica untuk terus kuat karena ia tidak ingin jika harus melihat air mata kesedihan kembali menetes membasahi wajah cantik wanita itu.
Jessica hanya menjawabnya melalui sebuah anggukan, tanpa kata-kata. Ia merasa mungkin dirinya saat ini bisa kuat karena ada Morgan di sampingnya. Morgan yang terus mencoba untuk menghiburnya agar tidak bersedih. Jessica tidak tahu apa yang akan terjadi setelah Morgan pergi, karena rasa takut akan apa yang dialaminya beberapa jam yang lalu masih melekat erat dalam pikirannya.
Morgan pun berlalu pergi dari hadapan Jessica, meninggalkan ruangan itu dengan menutup pintunya rapat-rapat. Pria itu melangkah dengan bersemangat sembari menampilkan senyuman yang sumringah. Morgan teramat bahagia pagi ini, karena peluang untuk dekat dengan Jessica kini terbuka lebar.
"Apakah salah jika aku mengharapkan Brendan tidak akan pernah bangun dari tidurnya saat ini untuk selama-lamanya? Ah, itu tidak salah sama sekali. Dan entah kenapa aku merasa Tuhan sedang baik padaku kali ini, akhirnya Tuhan menciptakan momen yang sangat aku tunggu-tunggu, Brendan tertembak oleh orang yang tidak terduga, membuatnya terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dan koma. Sudah cukup selama ini aku merasa iri melihat kebahagiaannya bersama Jessica, aku pun ingin merasakannya bersama wanita yang aku idamkan untuk menjadi milikku selamanya!" batin Morgan sembari menampilkan seringai tipis penuh rencana licik yang tak terduga.