Part 6 - Permintaan Nura

1571 Words
Cleo berjalan lunglai ke depan laptopnya, sudah beberapa hari ini ia tidak menyentuh benda tipis berwarna silver itu. Rutinitas nya sebagai seorang dokter bisa membuat Cleo bisa tidak bisa sama sekali menyentuh keyboard. Cleo memang seorang dokter, tapi menulis novel adalah hobinya. Walaupun bukan karya yang melejit di pasaran, namun Cleo sudah memiki beberapa buku yang berhasil ia terbitkan. Cleo membuka email yang masuk. Beberapa dari penerbit yang mengajaknya kembali mengirimkan karya beberapa perusahaan farmasi yang menawarkan produk obat jyga, lalu dari beberapa aplikasi yang ia sambungkan ke email miliknya. Tidak ada menarik. Cleo menutup jendela internet di layar laptopnya. Sambil menopang kan tangan ke dagu, Cleo memainkan jemarinya, mengarahkan kursor ke file berisi kumpulan foto yang ia pindahkan dari ponsel ke laptop setiap bulan. Kebanyakan foto selama masa ia pendidikan. Saat mahasiswa, masih sangat cupu di antara teman-teman yang segar. Wajar saja, Cleo masuk sekolah kedokteran melalui jalur beasiswa dari pemerintah daerah, sedangkan teman-teman yang lain masuk dengan biaya dari orang tua yang rata-rata anak dari seorang mampu. Begitu juga saat ia menjadi koas, asisten dokter di rumah sakit daerah. Cleo juga masih sama, ia terlihat paling 'biasa' diantara yang lain. Mungkin karena itu hingga kini Cleo tetap menjadi dokter dengan penampilan paling biasa dibandingkan dokter perempuan yang ada di rumah sakit. Ddrrr..drrtt... Cleo melirik ke arah ponselnya. Ponsel layar sentuh itu menampilkan kontak yang semalam baru saja ia simpan, “CEO kepret” “Halo,” buka Cleo, “Bisa temani aku temui Nura?” tanya Rakka langsung. Cleo diam sesaat, dia melihat laptopnya lirih. Ini lah saat yang tepat untuk kembali meneruskan novel yang sebentar lagi ia selesaikan, semua ide sudah tertampung rapih di kepalanya. Namun ajakan Rakka sulit ia tolak. Baginya menemui Nura juga hal yang penting. Ia bisa membayangkan malam yang sepi di rumah sakit. Nura yang malang, ia tidak boleh terlalu lama bersedih. “Hei! Pingsan?” tanya Rakka asal. “I-iya..” Cleo tersadar dari lamunannya. “Iya? Beneran pingsan?” Rakka bertanya serius. “Hah? Enggak. Ih, apaan sih!” Cleo perotes. “Ok. Tunggu saja aku di rumah kosmu. Sepuluh menit, harus sudah siap.” Rakka langsung mematikan sambungan teleponnya. Cleo membenturkan keningnya ke atas keyboard laptop. Cleo tidak menyangka, pertemuannya dengan CEO dalam kecelakaan saat itu berlanjut hingga sekarang. Cleo tidak khawatir Rakka orang jahat memang, karena Mang Dadang sudah memberikan jawabannya. Tapi, Cleo merasa ada yang berbeda semenjak itu. Cleo tidak pernah memiliki teman selain rekannya di rumah sakit, atau teman kuliahnya dulu. Teman semasa sekolah Cleo sudah menghilang, lebih tepatnya seperti menjauh semenjak tau Cleo dan keluarganya. Cleo melipat layar laptopnya, lalu bangun dan membuka lemari kayu berwarna putih. Cleo diam sejenak, ia menatap tubuhnya ke arah cermin. Masih dengan pakaian yang sama seperti yang ia kenakan semalam dengan Manyu. Cleo merasa tidak pantas mengenakan itu saat menemui Rakka nanti. Ia menghembuskan nafas sambil memilih beberapa pakaian yang tergantung. Tidak pernah Cleo sebingung ini setaip ingin bepergian, biasanya ia paling tidak pernah ambil pusing dengan pakaian. Hampir semua baju kemeja, Cleo tersadar kalau ia terlalu tertinggal dalam hal fashion. Cleo menarik sebuah kemeja garis-garis halus, putih dan biru muda, bawahannya Cleo mengenakan jins panjang. Cleo mengganti pakaiannya. Kali ini ia bimbang dengan rambutnya. Cleo mengikat rambutnya, lalu menggulung bagian belakang rambut coklat milk nya. “hm, not bad..” Cleo berkomentar sendiri. Cleo melihat layar ponselnya, ada sebuah pesan masuk dari Rakka. Ia mengabari kalau sudah ada di depan kosnya. Cleo mengintip dari tirai, tidak seperti Manyu yang menunggu Cleo di luar dan melambaikan tangan ke Cleo, Rakka memilih di dalam mobil. Memang berbeda kehidupan mereka. Jelas Rakka saat ini sudah bisa di bilang sultan. Cleo meraih ponselnya dan memasukkan nya ke dalam tas. Cleo mengenakan sniker putih miliknya. Keluar, dan menuruni anak tangga. Cleo terkejut, Rakka sudah berdiri di samping mobil, dan membukakan pintu. “Masuk.” Perintah Rakka. Cleo diam beberapa saat, menyaksikan Rakka yang terlihat berbeda. Tidak seperti yang ia lihat beberapa kali kemarin di rumah sakit, hari ini Rakka mengenakan denim dan kaos santai, di luar kaosnya Rakka mengenakan jas casual berwarna abu yang kontras dengan kulitnyang putih, wajahnya semakin terlihat tampan. Kalau Cleo anak muda penggila Korea, mungkin sudah menjerit histeris melihat Rakka. Sayangnya, Cleo tidak terlalu antusias degan oppa-oppa negeri gingseng. Cleo melangkah masuk ke mobil Rakka. Mobil yang berbeda. Hari ini Cleo tidak mendapati mobil lain berada dekat dengan mobil Rakka, kemungkinan besar Raka datang sendiri, tidak dengan pengawal-pengawal botaknya. Rakka menghidupkan mesin mobilnya, lalu menekan padel gas. Mobil Rakka melaju, Cleo menatap lurus ke depan. “Nura sudah tau,” ucap Rakka, “Tau apa?” tanya Cleo menatap Rakka, “Tau, kalau dia bukan di negeri dongeng.” Jawab Rakka. Cleo diam, sepertinya jurus Cleo itu tidak berjalan mulus. Cleo tidak memiliki pengalaman dalam menaklukkan hati anak kecil seumuran Nura. Ia tidak memiliki adik kandung atau sekedar sepupu. Pengalaman berkomunikasi langsung dengan pasien dibawah umur sepuluh tahun juga sangat minim. Nura masih berusia enam tahun, tapi penyamaran Cleo sudah dapat ia tebak. Sepanjang perjalanan Rakka hanya diam, Cleo juga. Ia tidak ingin berbicara banyak dengan Rakka. Lagipula, lebih baik ia memikirkan bagaimana pendekatan dengan Nura nanti. Mobil Rakka membawa mereka masuk dan berhenti tepat di halaman depan rumah sakit. “Eh, eh! Ini tempat parkir khusus dokter!” pekik Cleo saat Rakka memarkirkan mobilnya dekat dengan pintu masuk RS. Rakka tidak menjawab, ia melepas seat belt nya. “Kamu tuli? Kamu gak boleh sesukamu parkir di sini!” ulang Cleo membesarkan suaranya. Rakka menatap Cleo datar, “ya. Aku tau.” Jawaban datar Rakka membuat Cleo geram. “Lalu? Ayo, pindahkan lagi mobilmu. Parkiran yang lain masih luas.” “Kamu kan dokter? Jadi, salah dimana?” Rakka menaikkan alis matanya sebelah, d**a Cleo penuh. Ia rasanya ingin melemparkan tas yang ia pakai ke muka Rakka. Tapi ia urungkan, karena benar kata-kqta Rakka, ia adalah dokter di sini. Cleo menyusul Rakka turun dari mobil. Rakka berjalan mendahului Cleo yang lunglai. Harusnya hari ini dia tidak melangkahkan kakinya ke dalam rumah sakit, harusnya hari ini ia tidak memarkirkan mobil di tempat parkir biasa yang ia kendarai, karena hari ini harinya libur. Rakka menghentikan jalannya, BUKK.. Cleo yang berjalan di belakang Rakka menabrak badan Rakka. Cleo mengangkat kepalanya, kali ini Rakka tepat berhadapan dengannya. “Apa lagi sih?” tanya Cleo kesal, ia merasa ajaib di dekat Rakka. Merasa selalu kesal setiap waktu. “Kamu yang kenapa?” Rakka malah balik bertanya, “kenapa kamu berhenti mendadak? Setahuku rumah sakit ini tidak ada lampu merah?” tanya Cleo geram. Rakka mundur selangkah menjauhi Cleo. Lalu, telapak tangan Rakka naik ke atas kepala Cleo, mengusap rambut Cleo perlahan. Mata Cleo membulat, wajahnya merah padam. Beberapa orang yang lewat tidak terkecuali perawat yang mengenal Cleo sempat berhenti dan berbisik seperti melihat bahan gosip yang akan mereka jadikan headline besok. Wajah Rakka serius, sementara Cleo seperti orang kemasukan mahluk halus. Matanya bulat, mulut sedikit terbuka, wajah merah. Nafasnya nyaris berhenti sesaat merasakan usapan lembut tangan Rakka di kepalanya. “Ih, apaan sih!” setelah beberapa detik yang terasa seperti berabad-abad, Cleo tersadar bahwa yang dilakukan Rakka sudah melampaui batas. “Aku hanya memberimu kekuatan, agak tidak lemas.” Jawab Rakka santai. “Apa? Ha-ha..” Cleo tertawa terpaksa, ia tidak melihat gurat rasa bersalah yang di tunjukkan Rakka setelah tau Cleo tidak menyukai tindakannya, “memangnya kamu kira aku anak kucing di elus-elus begitu, hah?” suara Cleo agak meninggi. Beberapa pengunjung rumah sakit menatap Cleo heran. Cleo berjalan mendahului Rakka. Ia merasa wajahnya masih panas, tapi ia berharap tidak begitu dengan yang terlihat. Rakka mengulum senyum melihat salah tingkah Cleo. Rakka berjalan di belakang Cleo sampai di depan pintu kamar Nura. Saat di depan pintu, Rakka menerobos memegang gagang pintu dan membukanya terlebih dahulu. Rakka masuk ke dalam ruangan rawat Nura, terlihat Nura sedang memainkan rubik di tangan nya. Ia terlihat serius. Nura menghentikan gerakan tangannya. “Ada Om Pangeran di sini?” tanya Nura takjub. Senyumnya seketika mengembang. Cleo menatap Rakka yang kini tersenyum mendengar Nura memanggilnya pangeran. Cleo menyesal kemarin sempat memperkenalkan Rakka dengan sebutan pangeran. Ternyata Rakka tidak pantas dengan nama itu. “Hai, Nura!” sapa Rakka. Berbeda seperti saat berbicara dengan Cleo, Rakka terdengar lebih ceria. “Besok kamu di perbolehkan pulang..” Rakka menyampaikan kabar kepada Nura. Nura menunduk, seperti nya kabar itu bukan kabar yang baik untuk Nura dengar. Rakka terlihat merasa bersalah dengan ucapannya. “M-maaf kan Om, Nura..” ucap Rakka pelan. Nura menggelengkan kepala. “Nura sudah tidak ada Papi dan Mami, lalu Nura harus tinggal dengan siapa?” tanya Nura dengan suara bergetar, “Kaki Nura dan mata Nura sudah pergi bersama Mami Papi, Nura gak bisa sendiri. Nura saja selalu memencet tombol ini kalau Nura perlu sesuatu.” Nura menunjukkan sebuah tombol tidak jauh dari tangannya. Tombol itu untuk memanggil suster bila Nura ada sesuatu yang diperlukan. “Nura tenang saja, di sini ada Om dan Tante Cleo,” ucap Cleo lembut. Nura mengangkat kepalanya.. “Katanya, Om Pangeran punya segalanya?” tanya Nura lugu. Entah dari mana ia mendapatkan banyak informasi. Belum sampai dua hari Cleo tidak menjenguknya, tampaknya Nura sudah memahami banyak kondisi. “Tentu saja, Nura mau apa? Om akan berikan.” Jawab Rakka. Tentu saja, bagi Rakka tidak ada yang mahal baginya. “Hm, Nura..” Nura terlihat berfikir, “Nura ingin Mami Papi baru.” Sambung Nura malu-malu. “APA?” tanya Rakka dan Cleo bersamaan. Nura mengangguk, “Plis Om Pangeran, Tante dokter yang baik. Nura mau Mami Papi baru. Papi Pangeran dan Mami dokter..” “APA!!” kali ini Rakka dan Cleo kembali memekik bersamaan dengan suara yang lebih besar lagi, sementara Nura tersenyum menunjukkan jejeran gigi s**u nya yang tersusun rapi dan kedua telapak tangan merapat menjadi satu. “Pliiiisss!” mohon Nura. Cleo dan Rakka menelan ludah bersamaan. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD