3

1362 Words
Vanesa melepaskan tangan Ridho yang melingkar di pinggangnya yang ramping. Kakinya melangkah turun dari ranjang menuju kamar mandi dikamar Ridho. Ridho tersenyum kecut saat Vanesa telah menutup pintu kamar mandi. Ia ikutan bangkit, namun menuju ke pintu kamarnya dan menutupnya secara kasar. Brrraaakkkkk.... Vanesa menangis dibawah guyuran air shower. Hatinya remuk mengingat dirinya tak utuh lagi, bukan satu kali Ridho memaksanya. Dua kali, dua kali setelah kematian anak pertama sebelum Kevin. "Fadlan, tolong aku." lirihnya menyandarkan dirinya di dinding kamar mandi. Vanesa tak bisa berhenti tersenyum saat pulang dari acara kelulusan SMA nya. Bahkan raut bahagia diwajahnya tak bisa surut meski ia sudah tidak bersama Fadlan. Hari ini, tepat hari ini ketika momen kelulusannya Fadlan menyatakan cintanya padanya. Bahkan laki-laki itu bersedia untuk datang ke orang tuanya untuk melamar dirinya. "Dooor..." teriak Vanesa mengagetkan Ridho yang berdiri dibelakang rumah kediaman orang tuanya. "Ih, kamu kagetin Aku Nesa." kata Ridho mencubit pipi Nesa, membuat Vanesa memukul bahu Ridho. "Sakit Ridho." kesal Vanesa. Ridho terkekeh mengacak gemas rambut Vanesa. "Aku lulus." teriak Vanesa. Ridho yang senang lalu memeluk Vanesa, mengangkat tubuh ramping itu dan membawanya berputar membuat Vanesa tertawa bahagia. "Ih, udah pusing." ucap Vanesa membuat Ridho menghentikan putarannya. "Aku senang." "Sama." jawab Ridho. "Aku mau kasih kabar bahagia buat Bapak sama Ibuk Dho." bisik Vanesa ditelinga Ridho membuat Ridho tertawa. "Halah, lulus doang aja sebahagia itu." jahil Ridho. Vanesa menggeleng kepalanya. "Ih, bukan itu. Kalau lulus Bapak sama Ibu pasti juga udah tahu dong." "Terus apa dong?" tanya Ridho. "Aku mau dilamar sama Fadlan, temen sekelas aku." ucap Vanesa senang membayangkan Fadlan akan meminangnya pada orang tuanya. Rahang Ridho mengeras, mendengarnya. "Apa?" tanya Ridho dengan nada dingin. "Fadlan, Fadlan ketua osis di sekolah aku mau lamar aku. Aku abis jadian sama dia Dho. Seneng bangeeeet." ucap Vanesa tanpa sadar akan perubahan wajah Ridho. "Ikut gueee..." Ridho menyeret tubuh Vanesa tiba-tiba. "Dho, Dho apa-apaan sih sakit. Lepasin dong. Kita mau ke mana sih?" tanya Vanesa. "Ikut Gue Vanesa." teriak Ridho masih menyeret tubuh Vanesa ke kamarnya. "Kita ngapain sih ke kamar kamu. Ibu Bapakku nanti marah Dho kalau liat." amuk Vanesa. "Diem! Diem kamu!" maki Ridho dengan suara kencang setelah mengunci pintu kamarnya. "Dho, aku mau keluar Dho." Ridho memandang tajam Vanesa. Dilucutinya pakaiannya sendiri satu persatu membuat Vanesa menutup matanya dengan tangannya setelah berteriak kaget. "Ridho, kamu ngapain? Ridho aku mau keluar." jerit Vanesa. "Aaaaa Ridho lepas, Ridho kamu apa-apaan. Lepasin aku." jerit Vanesa ketakutan. "Kamu gak boleh nikah sama lelaki lain Nesa, kamu harus nikah sama aku!" kata Ridho tajam sembari merobek seragam milik Vanesa. "Ridho jangan hiks.. Jangan!" isak Vanesa. "Kami milik aku. Cuman aku Sayang. Aku yang bisa nikahin kamu. Aku udah kamar kamu di Pak Basuki Bapak kamu. Bapak kamu setuju." "Enggak, aku nggak mau nikah sama kamu. Kau mau Fadlan hiks." "Diem!" Vanesa menggelengkan kepalanya berulang kali, kala mengingat kekejaman Ridho padanya sore itu. Tubuh Vanesa menggigil. Kevin putranya adalah anak keduanya. Sebelumnya Vanesa pernah mengandung saat pertama kali Ridho mempersoalkannya dulu, tepat dihari kelulusan mereka. Vanesa yang kabur malam itu dari kediaman orang tua Ridho sama sekali tidak tahu bahwa dirinya berbadan dua. Hingga kejadian naas dimana ia berlari membuat janinnya yang masih beberapa minggu harus pergi. Braaakkkk.... Vanesa memandang Ridho yang mendobrak pintu kamar mandi. Laki-laki itu menangis pilu memandang ke arahnya. Ridho membawa tubuh Vanesa ke dalam dekapannya. Diangkatnya tubuh Vanesa yang basah kuyup. "Kamu bisa mati Sayang." ucap Ridho mengeringkan rambut Vanesa dengan handuk. "Biar mati." jawab Vanesa, Ridho menggelengkan kepalanya saat suara lirih Vanesa menyeruak digendang telinganya. "Sayang, Kevin kasihan. " lirih Ridho. Vanesa diam tak menjawab. "Angkat tangannya Sayang." ucap Ridho saat membuka kemeja tidur Vanesa. "Jangan." cegah Vanesa saat Ridho hendak membuka pengait bra nya. "Nes, kamu bisa sakit." kata Ridho tetap membuka. "Awas." kata Vanesa mendorong tubuh Ridho, namun laki-laki itu sama sekali tidak bergeser dari hadapan Vanesa. "Kevin butuh Asi kamu. Kamu nggak kasihan Kevin dari kecil nggak pernah dapet asi dari kamu." lirih Ridho memandang p******a Vanesa yang berada dihadapannya. "Kamu Mamanya. Apa kamu nggak kasihan dia. Apa kamu mau Kevin seperti dia? Apa kamu mau kita kehilangan Kevin seperti kehilangan dia?" bentak Ridho. Vanesa menggelengkan kepalanya. Air mata turun dari kelopak mata Vanesa. "Kevin nggak salah, aku yang salah. Dia butuh kamu, sampai kapan kamu mau begini?" tanya Ridho frustasi. "Fadlan?" "Kamu mau Fadlan?" tanya Ridho sinis. "Aku kasih Fadlan." Vanesa mengadahkan kepalanya menatap Ridho. "Pergi. Pergi sebelum aku berubah pikiran. Kejar Fadlan kamu. Jangan pernah kembali ke sini, jangan pernah kembali ke rumah ini buat ketemu Kevin." "Kamu cuman butuh Fadlan kan?" "Fine." kata Ridho berdiri dari ranjang. "Inget! Jangan pernah kamu mengaku Mama dari Kevin ketika kamu sudah pergi." ucap Ridho sinis lalu keluar dari kamarnya. Ridho berjalan lunglai keluar dari kamarnya. Hatinya semakin sakit saat mendengar Kevin yang menangis cukup kencang. "Kevin kenapa sus?" tanya Ridho pada suster yang menggendong Kevin. "Tuan Kevin tiba-tiba demam Tuan. Dari tadi sama sekali tidak mau minum s**u formulanya." ucap suster tersebut. Ridho mengambil alih tubuh putranya dari gendongan sang suster. "Sayang, anak Papah. Cup.. cup.. Jangan nangis, kita ke dokter ya Nak. Sayang. Anak Papa sakit ya? Jangan tinggalin Papah Nak." ucap Ridho meneteskan air matanya. "Sus, ayo kita bawa Kevin ke rumah sakit." ucap Ridho membawa Kevin keluar dari kamar. Kevin terus saja menangis. Ridho yang melihat Vanesa keluar dari kamarnya menyeret sebuah koper hanya bisa tersenyum getir. "Kevin. Kevin kenapa?" tanya Vanesa panik berlari ke arah Kevin yang terus menangis. "Bukan urusan kamu, kami nggak ada urusan sama kamu. Awas, aku mau bawa Kevin ke rumah sakit." ketus Ridho. Vanesa tidak menghiraukan Ridho. Diambilnya tubuh Kevin secara paksa. "Sayang, Kevin. Ini Mamah Sayang." ucap Vanesa. "Kasih Kevin ke aku sekarang juga. Aku mau bawa dia ke rumah sakit. Kamu bukan Mamanya." ucap Ridho ingin mengambil Kevin. Vanesa menggelengkan kepalanya. Ia bergerak mundur menghindari Ridho yang ingin merebut Kevin darinya. "Sayang, kamu pengen minum Mamah ya? Iya Nak?" tanya Vanesa membawa Kevin ke dalam kamarnya. "Vanesa, bawa Kevin ke sini." teriak Ridho. Ridho berjalan cepat mengikuti Vanesa yang masuk ke dalam kamar. Vanesa membuka beberapa kancing kemejanya. Ia menurunkan bra. "Sayang, pelan-pelan Nak." isak Vanesa merasa sedih karena ini baru pertama kalinya ia menyusui Kevin. Ridho tercengang melihat pemandangan di depannya. Pemandangan dimana Vanesa tengah memberi asi pada Kevin. Anaknya terlihat tenang didalam dekapan sang Mama. "Kevin haus ya? Nggak mau minum s**u formula ya Sayang? Kevin mau minum Mama ya hiks?" ucap Vanesa sembari terisak. "Kasih Kevin ke aku." ucap Ridho. Vanesa menggelengkan kepalanya. "Tolong kembalikan putra Saya Vanesa." ucap Ridho dingin. Vanesa memeluk erat Kevin. "Pergilah, sebelum aku berubah pikiran." Vanesa menggelengkan kepalanya. "Vanesa." "A.. a..ku mau sama Kevin." ucap Vanesa terbata. Ridho mendengus. "Jangan berharap bisa membawa Kevin pergi. Kevin putraku, jangan harap bisa membawanya dengan Fadlan sialanmu itu." "Berikan Kevin padaku." ucap Ridho. "Suster." teriak Vanesa sambil terisak. "Suster." teriaknya lagi. "Iya nyonya." "Tolong bawa Kevin. Hati-hati jangan sampai putra saya bangun ya suster." ucapnya memberikan Kevin pada suster tersebut. Vanesa mencekal tangan Ridho saat Ridho hendak berbalik meninggalkannya. "Lepas." ucap Ridho dingin. "Maa..af." "Aku minta maaf." ucap Vanesa. Ridho terkekeh. "Maaf untuk apa? Untuk akan meninggalkan kami demi laki-laki yang kamu cintai?" tanya Ridho sarkastik. "Tidak perlu minta maaf, cukup menghilang dari kami. Sudah cukup." ucap Ridho menatap tajam Vanesa. Dengan takut-takut Vanesa mengalungkan lengannya pada leher Ridho. "Apa-apaan kamu." maki Ridho. Cup.. Vanesa mengecup sekilas bibir Ridho meskipun hatinya terasa ngilu karena merasa berkhianat pada Fadlan. "Kamu bilang kamu pengen kasih Kevin adik." ucap Vanesa dengan meneteskan air matanya. Ridho terkekeh mengejek. "Lepaskan tanganmu Nes. Kau tidak berminat. Maaf. Pergilah." ucap Ridho melepaskan tangan Vanesa. Vanesa menahan tahan Ridho lagi untuk ke dua kalinya. Ridho menaikan alisnya saat Vanesa membuka seluruh kancingnya. Ridho bisa melihat cup bra Vanesa yang basah karena air s**u yang sepertinya masih menetes. "Pakai kembali aku nggak minat." ucap Ridho. Vanesa menggelengkan kepalanya. Dengan berani Vanesa mengangkat tangan Ridho dan meletakkan jemari Ridho di atas salah satu payudaranya, Vanesa meremasnya sendiri membuat Ridho membulatkan matanya. Ridho mendorong tubuh Vanesa. "Aku nggak akan nyentuh kamu lagi, mending aku nyentuh orang lain. Terserah kamu mau apa, aku nggak perduli." ucap Ridho lalu meninggalkan Vanesa di dalam kamar mereka.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD