Tidur Raya terganggu karena merasa kedinginan. Suhu AC yang dihidupkan terlalu rendah. Kedua kelopak mata gadis itu terbuka, betapa terkejutnya ia merasa sebuah tangan melingkari perutnya. Pemilik tangan itu adalah Aksa.
"Jam berapa sekarang?" gumam Raya bingung.
Melihat jam di pergelangan tangan Aksa membuat Raya memegang tangan suaminya dan mengangkatnya. Matanya terbelalak kaget melihat jam sudah pukul sembilan malam. Kenapa Aksa bisa berakhir tidur di ranjang ini bersamanya? Bukankah pria itu mengatakan akan membangunkannya nanti?
Perlahan, Raya mengubah posisi menghadap Aksa. Melihat wajah letih pria itu membuatnya tidak tega untuk membangunkannya. Tapi mereka belum makan malam, Raya tidak ingin Aksa jadi sakit setelah bekerja seharian dan melewatkan makan malamnya.
"Mas Aksa," panggil Raya pelan. Gadis itu juga menggoyangkan tangan Aksa yang di perutnya.
"Ngghhh," erang Aksa enggan membuka mata.
"Udah malam Mas. Mas Aksa nggak lapar?"
Aksa masih memejamkan matanya dan tidak membalas pertanyaan Raya. Raya menghela napas, dengan hati-hati ia melepaskan tangan suaminya. Raya bangkit meraih ponsel Aksa di atas nakas. Apa lebih baik ia memesan makanan saja dari ponsel Aksa?
Tok... Tok... Tok...
Raya terkesiap kaget. Siapa yang berani mengetuk pintu kamar ini?
Ketukan itu kembali terdengar, namun dengan pelan.
"Tuan Aksa..."
Raya mengenali suara ini. Ini adalah suara Taehoon. Buru-buru, Raya menuju pintu dan membukanya.
"Nyonya," ucap Taehoon kaget melihat Raya.
"Mas Aksa sepertinya kelelahan sekali hingga tidur dengan lelap," ungkap Raya memberitahu.
"Baik, Nyonya. Setidaknya saya tahu di mana Tuan sekarang. Saya sempat heran karena Tuan tidak keluar dari ruangannya sejak sore."
"Kalau begitu, saya pamit pulang Nyonya. Apa ada yang anda butuhkan?"
Raya terdiam sejenak, tampak berpikir. Kalau ia memesan makanan secara online, nanti ia harus mengambil makanan itu ke lantai bawah. Pasti sangat sepi mengingat sekarang sudah sangat larut.
"Hm, boleh aku minta tolong Taehoon?"
"Apapun Nyonya, saya akan menyanggupinya," balas Taehoon ringan.
"Aku dan Mas Aksa belum makan malam. Apa kamu mau membelikan sesuatu untuk kami? Sebetulnya aku ingin pesan saja secara online, tapi nanti aku tidak berani mengambilnya ke bawah," tutur Raya mengutarakan keinginan dan ketakutannya.
Taehoon tersenyum. "Tentu. Anda ingin makan malam menu apa?"
"Apa saja. Di saat malam mulai larut, aku tidak bisa terlalu memilih makanan. Asalkan mengenyangkan itu sudah cukup," balas Raya.
"Baik, Nyonya. Saya akan membelinya, tunggu sebentar ya."
"Ya, hati-hati."
Setelah itu Taehoon keluar dari ruangan Aksa dan Raya kembali ke kamar setelah mengunci pintu ruangan kerja suaminya.
Bahkan setelah Raya bercakap-cakap bersama Taehoon di luar, Aksa masih tertidur nyenyak. Raya duduk di tepian ranjang sembari mengamati wajah Aksa yang tampak damai.
Sekitar tiga puluh menitan ia hanya diam mengamati, Raya mendengar ketukan pintu di luar. Bergegas, Raya keluar dan membukanya.
"Terimakasih banyak, Taehoon. Pulanglah dengan hati-hati," kata Raya.
Taehoon mengangguk. "Iya, Nyonya. Saya permisi."
Sepeninggalan Taehoon, Raya menutup pintu dan menguncinya. Gadis itu masuk ke dalam kamar dan mendapati Aksa yang sudah bangun.
"Aku sempat heran tidak melihatmu di sini, kamu ke mana?" tanya Aksa dengan suara serak khas bangun tidur.
"Aku meminta tolong pada Taehoon untuk membeli makan malam, Mas."
Aksa mengangguk samar. "Maaf, harusnya tadi aku membangunkanmu bukan malah ikut tidur."
Raya terkekeh pelan. "Kenapa minta maaf? Mas Aksa nggak salah, wajar aja ikut tidur kalau merasa lelah."
"Kita makan dulu yuk, Mas!" Raya meletakkan plastik berisi makanan di atas meja.
Aksa bangkit dari kasur dan duduk di samping istrinya.
"Malam ini kita tidur di sini atau mau pulang Ray?" tanya Aksa.
Raya menatap Aksa. Wajah suaminya masih tampak sayu dan lelah. Jadi mereka harus tetap tinggal di sini karena ia tidak mau memaksa Aksa mengendarai mobil untuk pulang hari ini juga. "Di sini aja. Sebelum makan cuci muka dulu, Mas."
Aksa mengangguk patuh. Lelaki itu berjalan menuju kamar mandi kecil di kamarnya.
Raya membuka semua kotak makanan yang dibeli Taehoon. Ada lasagna dan spaghetti. Raya tahu, kesukaan Aksa adalah lasagna. Tiga menit kemudian, Aksa keluar dari kamar mandi.
Tanpa bicara apapun, Aksa dan Raya mulai menyantap makan malam mereka. Karena makan malam dengan diam, tidak butuh waktu lama untuk isi dari kotak-kotak makanan itu habis tak bersisa.
"Sebenarnya tadi sore Mas berencana mau bawa aku ke mana?"
"Adalah. Lain kali aku akan membawamu ke sana."
Raya masih menatap suaminya penasaran. "Kok tadi Mas Aksa bisa berakhir tidur? Apa karena melihat kasur?"
Aksa menggeleng. "Sejujurnya tadi aku sudah akan membangunkanmu. Tapi melihatmu tidur nyenyak, aku tidak tega mengganggu tidurmu. Jadi aku memutuskan untuk mengamatimu. Tapi ternyata, aku jadi mengantuk dan tidur bersamamu."
Raya mengangguk paham. Kenyataan Aksa yang tidak tega mengganggu tidurnya membuat Raya cukup senang. Betapa perhatiannya lelaki ini.
"Sekarang masih ngantuk?"
Aksa mengangguk kecil. "Masih, cuma tunggu makanannya turun dulu. Baru kita tidur lagi."
Raya mengangguk setuju.
***
Keesokan harinya, Aksa dan Raya bangun dengan kondisi tubuh yang segar. Aksa menatap Raya yang sedang menyisir rambutnya dengan tangan. Di dalam hati, ia mulai berpikir, tadi malam adalah kali pertamanya mereka tidur bersama.
Hal yang Aksa dapatkan adalah ketenangan dalam tidur. Biasanya Aksa akan mendapat mimpi buruk setiap ia memejamkan matanya. Kejadian di masa lalu terus menerornya lewat mimpi. Tapi bersama Raya, jiwanya ketika tidur sangat tenang dan nyaman. Sudah lama ia tidak merasakan kenyamanan dalam tidur.
"Mas?"
Aksa tersentak pelan dan langsung menatap Raya. "Iya? Kenapa?"
"Aku panggil beberapa kali nggak nyahut. Memang lagi mikirin apa?" tanya Raya heran.
"Bukan hal yang serius." Aksa memaksakan senyumnya agar Raya tidak kembali penasaran.
"Oh baiklah. Aku mau pulang, Mas. Kabari Pak Jani ya, minta dia jemput aku," pinta Raya.
"Nggak usah. Kamu pulang denganku."
"Hee? Tapi hari ini Mas kan masih kerja?"
"Nggak masalah balik ke kantornya telat karena pulang dulu. Udah siap? Ayo kita pulang."
Tidak ada yang bisa Raya lakukan selain mengangguk. Aksa menautkan jari-jarinya pada jari Raya dan membawa istrinya keluar dari kamar dan ruangan kerjanya.
Karena masih pukul setengah delapan, keadaan kantor masih sepi. Hanya ada beberapa karyawan yang sudah hadir.
"Eh? Kalian nginap di kantor?" tanya seorang laki-laki berhenti tepat di depan Aksa dan Raya.
"Iya, kenapa?" balas Aksa malas.
Laki-laki yang bernama Samuel itu melirik tangan Aksa dan Raya yang saling berpegangan. Banyak pertanyaan yang timbul di pikirannya.
"Pertama kali sejak tiga tahun pernikahan aku melihat kalian bergandengan tangan," komentar Samuel tidak percaya.
"Ya terus kenapa? Iri?" balas Aksa sewot.
Samuel adalah sahabat Aksa sekaligus manager di perusahaannya.
Samuel tergelak. "Iri kenapa? Ray, lihat tuh masih pagi tapi suamimu udah sewot aja," kekehnya.
"Sudahlah, percuma bicara denganmu. Kami pergi." Dengan cepat Aksa membawa sang istri menuju mobil tanpa memberikan kesempatan pada Raya untuk membalas ucapan Samuel.
Dari kejauhan, Samuel menatap punggung Aksa dan Raya yang semakin menjauh dan tak terlihat lagi. Hanya Samuel yang tahu bagaimana dingin dan kakunya pernikahan Aksa dan Raya selama tiga tahun. Melihat perubahan yang cukup pesat seperti tadi, membuat Samuel senang.
Samuel adalah sosok yang berada di sebelah Aksa sejak lama, ia mengetahui segala rahasia sahabatnya itu. Samuel juga termasuk saksi atas kejadian di masa lalu yang membuat Aksa trauma bertahun-tahun.
Apakah trauma Aksa sudah menghilang karena Raya?
Samuel harap begitu. Karena dengan hilangnya trauma itu, akan membuat kebahagiaan menghampiri kedua insan tersebut.