Bab 7

2391 Words
Tian menanyakan soal itu, karena ia merasa khawatir. Jika Adelia mengetahui siapa ia yang sebenarnya. Tian takut, jika wanita itu malah marah dan menjauhi dirinya. "Jangan terlalu dipikirkan Bos. Serahkan saja semuanya pada Allah. Jika dia memang jodoh Bos, insyaallah dia akan menjadi milik Bos," jawab Rendy yang berusaha menyakinkan bosnya itu  "Amin, semoga saja Ren," ucap Tian dengan penuh harap. Tak lama kemudian Adel pun datang dengan sebotol air mineral di tangannya." "Ini Bang Tian diminum dulu airnya." Adelia pun menyerahkan sebotol air mineral kepada pria itu. "Makasih ya Del, maaf Abang jadi ngerepotin kamu," jawab Tian yang merasa tidak enak. "Nggak apa-apa kok Bang. Oh ya Bang Tian sama Bang Rendi mau langsung pulang atau nungguin Adel," tanya Adelia kepada kedua pria itu. "Memangnya kamu mau kemana Del?" tanya Rendi kepada Adelia. "Adel mau beli martabak, di depan Bang Rendi," jawab Adelia. "Ya sudah, Abang nungguin Adel saja, tapi kalau kamu mau pulang duluan, pulang saja Ren." Jawab Tian cepat seolah-olah ingin mengusir Rendi. "Bilang saja mau berduaan sama Adel Bos," pikir Rendi dalam hati. "Ya sudah, kalau gitu Adel ke depan bentar ya Bang," jawab Adelia. "Iya Del, kamu hati-hati ya," jawab Tian. Selepas kepergian Adel.  "Ceritanya saya diusir ni Bos," goda Rendi kepada Tian. Karena bosnya ingin berduaan kepada wanita itu. "Sudah tahu nanya, memangnya kamu mau jadi obat nyamuk saya," jawab Tian. "Ya nggak lah, mendingan saya pulang, baring-baring di kasur empuk sambil nonton tv." "Ya sudah pulang sana," usir Tian kepada asisten pribadinya itu. Rendi pun akhirnya pulang meninggalkan Tian yang sedang menunggu Adel membeli martabak yang tidak jauh dari supermarket. Tak lama kemudian Adel pun datang dengan dua kantong plastik martabak. "Maaf ya Bang, lama nunggunya," Adelia yang baru saja tiba, dengan 2 kantong kresek ditangannya. "Nggak apa-apa kok Del," jawab Tian sambil tersenyum ke arah wanita itu. "Oh ya, ini martabak untuk Bang Tian sama Bang Rendi dan yang ini untuk Adel." Adelia pun menyerahkan kantong kresek berisi martabak kepada Tian. "Nggak usah Del, semuanya buat kamu saja." Tian pun bermaksud ingin menolak pemberian wanita itu. "Nggak apa-apa kok Bang, rejeki itu jangan ditolak," jawab Adelia. "Abang jadi nggak enak ni sama kamu Del." "Santai saja Bang, kebetulan hari ini Adel baru dapat rejeki, jadi nggak ada salahnya kan kalau Adel sedikit berbagi." Tian pun merasa terharu, mendengar perkataan dari wanita itu. "Kalau begitu terimakasih ya Del," jawab Tian. "Iya, Bang. Ayo, kita pulang," ajak Adelia. Saat di perjalanan. "Oh ya Bang, Adel dengar-dengar Abang di angkat jadi kepala SPB ya sama Pak Feri," tanya Adelia memastikan kepada pria itu. "Iya Del, Abang juga nggak nyangka Pak Feri nunjuk Abang jadi kepala SPB, padahal kan Abang SPB baru di sini," jawab Tian. "Mungkin itu karena bos besar yang memantau kinerja kita selama ini Bang," jawab Adelia, membuat seketika sebaris senyum terukir di wajah pria itu. "Bos Besar," ucap Tian mengulangi perkataan Adel. "Iya Bang. Soalnya tadi Pak Feri manggil Adel keruangannya. Adel pikir Adel sudah membuat kesalahan di supermarket, eh nggak taunya Adel malah dapat bonus dari Bos Besar." "Alhamdulillah, berarti itu sudah rejeki kamu Del," jawab Tian sambil tersenyum ke arah wanita itu. "Alhamdulillah si Bang, tapi Adel masih penasaran dengan Bos Besar kita. Ternyata, dia orang baik yang memperhatikan kesejahteraan dan kesehatan karyawannya. Sebenarnya Adel ingin sekali bertemu dengan Beliau, Adel ingin mengucapkan terimakasih banyak karena sudah peduli dengan Adel." "Semoga saja Del, suatu saat kamu bisa bertemu dengan Beliau." "Amin, semoga saja Bang," jawab Adelia dengan penuh harap. Kini, Adel pun telah sampai di depan rumahnya. "Bang Tian nggak mampir dulu," tawar wanita itu. "Nggak usah, Del. Abang langsung pulang saja. Kamu kan, juga butuh istirahat. Nanti kalau Abang mampir malah mengganggu kamu," jawab Tian. "Nggak apa-apa kok, Bang. Adel nggak merasa terganggu kok." "Hmm, lain kali saja Del Abang mampir nya." "Ya sudah, kalau begitu Adel masuk dulu ya, Bang. Abang hati-hati dijalan." "Iya Del, Abang pulang dulu. Makasih martabaknya," ucap Tian sambil tersenyum ke arah wanita itu. "Sip Bang." Tian pun melanjutkan langkahnya untuk pulang kerumah. Sesampainya dirumah. "Wah, Bos baik banget bawa oleh-oleh untuk saya," ucap Rendi ketika melihat Tian datang dengan membawa kantong plastik berisi martabak." "Enak saja untuk kamu. Ini martabak pembelian Adel, jadi nggak boleh dimakan Ren." "Kalau nggak boleh dimakan, jadi diplototin saja gitu, Bos." Rendi pun protes saat mendengar perkataan bosnya itu. "Ya kan sayang kalau dimakan Ren. Soalnya ini perdana saya dibelikan makanan sama perempuan. Apalagi perempuan itu adalah perempuan yang saya suka. Saya nggak tega untuk memakannya." "Jangan terlalu baper Bos. Adel pasti juga merasa kecewa kalau tahu makanan pemberian dia bukannya dimakan malah diplototin saja, kan sayang Bos." "Ya sudah, kalau begitu boleh deh dimakan, Ren. Tapi bentar saya foto dulu martabaknya, untuk kenang-kenangan." "Terserah Bos saja lah, yang penting saya bisa makan martabak hari ini," jawab Rendy yang merasa aneh saat melihat kelakuan bosnya itu. Tian pun segera mengambil ponselnya. Cekrek!  *** Keesokan harinya. Galang dan teman-temannya baru saja tiba di kota Jambi. "Akhirnya, sampai juga kita di Kota Sepucuk Jambi Sembilan Lurah," ucap Galang kepada kedua sahabatnya itu. "Oh ya Lang, sebelum ke hotel kita mampir ke supermarket dulu ya," pinta Tio. "Memangnya lo mau beli apa Yo?" tanya Galang kepada sahabatnya. "Gue kelupaan bawa krim wajah gue," jawab Tio. "Dasar lo Yo, kayak cewek aja pakek Krim wajah segala," ucap Robi yang geleng-geleng kepala, melihat kelakuan sahabatnya. "Lo tahu kan Bi, kulit gue ini sensitif. Jadi kalau nggak pakek krim wajah, nanti gue bisa jerawatan," jawab Tio memberikan alasan. "Ya sudah, kita ke supermarket yang dekat sama hotel saja. Biar ke hotelnya nanti bisa jalan kaki." "Segitunya Lang," protes Tio saat Galang menyuruh untuk berjalan kaki. "Ya iyalah, kita harus hemat Bro! Namanya juga tinggal di negeri orang." "Iya-iya Lang, terserah lo saja. Yang penting gue bisa mampir ke supermarket" jawab Tio dengan nada pasrah. Akhirnya mobil taksi yang di tumpangi Galang dan juga teman-temannya berhenti tepat di depan sebuah supermarket terbesar yang ada di kota Jambi. "Departemen Store Rembulan Jambi, Abraham Group. Lang, Abraham Group itu bukannya cabang supermarket milik Abang lo?" tanya Tio ketika membaca nama supermarket yang ada dihadapannya. "Iya, kalau punya Abang gue memangnya kenapa?" Galang pun balik bertanya kepada sahabatnya. "Wah, kebetulan Lang. Berarti kita bisa belanja sepuasnya dong di sini." "Enak saja lo kalau ngomong, Yo. Lagi gue adik kandungnya saja, kalau mau beli harus bayar," jawab Galang. "Kok bisa gitu si Lang. Memangnya lo nggak dikasih kartu unlimited sama Abang lo ya," tanya Tio yang mengira Galang bisa berbelanja dengan sepuasnya. Mengingat ini adalah supermarket milik Tian kakaknya. "Baik banget Abang gue ngasih kartu unlimited ke gue Yo. Dimana-mana ni ya, yang namanya pengusaha itu punya perhitungan tinggi. Mana mau dia melakukan hal-hal yang bisa merugikan dia." "Iya juga si Lang, lo benar. Sudah ah Yo, lo jadi belanja atau nggak ni. Soalnya gue pengen buru-buru ke hotel, sudah gerah ni." "Ya jadilah Bi," jawab Tio. "Makanya cepatan cari barang keperluan lo." "Iya-iya bawel." Ketika Galang sedang menemani Tio mencari barang yang ingin dibelinya di supermarket, tanpa sengaja matanya menangkap sosok siluet wanita yang tidak asing lagi bagi dirinya. "Bi, coba lihat wanita yang memakai hijab berwarna coklat itu," tunjuk Galang kepada seorang wanita. "Memangnya kenapa Lang?" tanya Robi heran. "Coba lo perhatikan baik-baik Bi, seperti seseorang yang pernah gue kenal sebelumnya." Galang berusaha mengingat lagi, tentang wanita yang baru saja dilihatnya itu. Robi pun tampak berpikir lama. Ia berusaha mengingat wanita yang dimaksud oleh Galang sahabatnya itu. "Gue ingat sekarang Lang, dia kan-." Belum sempat Robi menyelesaikan kalimatnya, Galang sudah melanjutkan kalimat yang hendak diucapkan oleh Robi. "Dia Adelia Bi, mantan gue." Deg! "Ternyata lo masih ingat sama dia Lang." "Dulu gue yang salah Bi, gue sudah mengkhianati Adel. Padahal Adel itu wanita yang sangat baik yang pernah gue temui dalam hidup gue," ucap Galang dengan rasa penyesalan. "Terus, apa rencana lo sekarang, Lang?" tanya Robi kepada sahabatnya. "Gue juga nggak tau Bi, yang pasti sekarang gue mau minta maaf sama Adel. Sungguh gue nggak nyangka bisa bertemu Adel di sini. Padahal dulu gue sudah mencari dia kemana-mana, rupanya dia hijrah ke Kota Jambi." "Yang gue dengar si Lang, perusahaan papanya Adel mengalami kebangkrutan. Tapi gue nggak tau kalau dia sampai hijrah ke kota ini " Ya dulu saat masih duduk dibangku SMA, Adel dan Galang pernah menjalin kasih. Bagi Adel, Galang adalah cinta pertamanya. Adel mencintai Galang dengan sepenuh hati. Tapi Galang, dia hanya mempermainkan perasaan Adel, Galang berselingkuh dengan sahabat Adel sendiri. Karena hal itu lah membuat Adel sakit hati dan dia sedikit trauma untuk menjalin hubungan apalagi dengan seorang pria kaya yang hanya mempermainkan perasaannya saja. "Lo duluan saja Bi sama Tio ke hotelnya, gue mau nyamperin Adel dulu." "Yakin lo Lang mau nyamperin dia," tanya Robi memastikan. "Ya yakin lah," jawab Galang dengan penuh keyakinan. "Kalau lo ditolak bagaimana?" tanya Robi lagi. "Ya itu resiko gue Bi, karena memang dulu gue yang salah." "Ya sudah, kalau begitu good luck ya Lang." Robi pun menyemangati sahabatnya itu. "Thank's Bro!" jawab Galang. Galang pun akhirnya memberanikan diri untuk mendekati Adel yang kini tengah sibuk menyusun beberapa barang  ke dalam rak. "Halo, apa kabar Del?" Deg! Suara itu, Adel seperti mengenal suara itu. Tapi ia sama sekali tidak memperdulikannya. Ia pikir ia hanya sedang berhalusinasi. Adel pun tetap melanjutkan pekerjaannya. Sedangkan Galang, ia sama sekali tidak menyerah. Ia tetap memanggil Adel, hingga membuat Adel menoleh ke arahnya. "Kamu!" Adelia sangat terkejut. Melihat pria yang sudah membuatnya sakit hati. Kini ada dihadapannya. "Iya, ini aku Del Galang. Kamu apa kabar?" tanya Galang seolah-olah tidak terjadi masalah di antara mereka. "Seperti yang kamu lihat, aku sekarang sedang berkerja. Sebaiknya kamu pergi saja," usir Adelia kepada pria itu. "Kamu sudah lama berkerja di sini Del?" tanya Galang yang tidak menghiraukan perkataan Adelia. "Ya, aku bukan anak orang kaya seperti kamu Lang. Jadi waktuku ku habiskan hanya untuk berkerja." "Oh ya Del, apa kamu punya waktu? Bisakah kita berbicara sebentar?" tanya Galang dengan penuh harap. "Maaf Lang, aku tidak punya waktu dan aku sibuk. Sebaiknya kamu pergi saja, jangan ganggu aku." Tanpa Adel dan Galang sadari ada seseorang yang menguping pembicaraan mereka. Ya dialah adalah Gustian Abraham. Tadinya Tian ingin mengajak Adel untuk makan siang bersama. Tapi betapa terkejutnya Tian ketika melihat laki-laki yang sedang bersama Adel. Ya, dia adalah Galang adik kandungnya sendiri. "Sepertinya mereka saling kenal. Apa sebelumnya mereka pernah punya hubungan?" Pikir Tian dalam hati dengan segudang pertanyaan yang ada di dalam benaknya. Karena penasaran, Tian pun melanjutkan acara menguping nya hingga Rendi pun datang. "Bos, ngapain di sini?" "Kamu bisa diam dulu nggak Ren. Coba kamu lihat laki-laki yang sedang bersama Adel," tunjuk Tian kepada pria yang tidak lain adalah adiknya. "Itu bukannya Mas Galang Bos. Kenapa Mas Galang bisa ada disini? Tunggu dulu, sepertinya mereka saling kenal deh Bos," jawab Rendi yang melihat keakraban yang terjadi antara Adelia dan juga Galang. "Makanya saya penasaran, ingin menyelidiki hubungan mereka." "Oh, ceritanya mau jadi detektif ni Bos. Kenapa Bos nggak minta saja Cctv-nya sama Pak Feri. Di situ kita bisa dengan jelas mendengar obrolan mereka." "Ide bagus tu Ren, kenapa saya nggak kepikiran dari tadi? Ya sudah, cepat kamu telpon Pak Feri. Saya mau keruangan Cctv sekarang," perintah Tian. "Siap Bos." Dengan perasaan yang tidak menentu, Tian pun segera pergi keruangan Cctv yang sudah dikosongkan berdasarkan instruksi dari Pak Feri selaku direktur di sana. "Ayo Ren, cepat kamu cari videonya," perintah Tian kepada asisten pribadinya. "Baik Bos." Rendi pun dengan sigap mengoperasikan layar-layar komputer yang ada di depannya. "Sepertinya yang ini Bos," tunjuk Rendi kepada salah satu rekaman video.  "Iya Ren, coba kamu besarkan volumenya," perintah Tian lagi. "Ok Bos." "Tian pun segera menajamkan telinganya dengan baik, mendengarkan setiap obrolan yang berlangsung antara Adel dan dan juga Galang. "Please Del, kamu mau ya maafin aku. Setelah kepergian kamu, aku baru sadar kalau sebenarnya wanita yang aku cintai itu adalah kamu bukan Febi." Galang berusaha memberikan penjelasan kepada Adelia. Supaya wanita itu mau memaafkannya. "Sudahlah Lang, itu semua cuma masa lalu. Jadi kamu nggak perlu mengungkit-ungkitnya lagi. Aku sudah maafin kamu kok, jadi please sekarang jangan pernah ganggu aku lagi." "Nggak adakah kesempatan kedua lagi bagiku Del?" "Untuk apa Lang? Untuk kamu bisa berselingkuh lagi?" tanya Adelia yang masih merasa sakit hati. Saat mengingat perlakuan Galang terhadapnya. "Nggak Del, aku berjanji akan berubah. Please, terima aku lagi Del. Aku ingin kita seperti dulu lagi." "Semuanya sudah berakhir Lang. Lagi pula kita nggak selevel, aku cuma seorang SPG. Sedangkan kamu, bukannya kamu anak orang kaya. Dan terus terang, apa yang telah kamu perbuat sama aku dulu, membuat aku menjadi trauma untuk berdekatan dengan pria kaya yang bisanya hanya menyakiti hati perempuan saja." Deg! Betapa terkejutnya Tian setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi antara Adel dan juga Galang adiknya. "Benar-benar keterlaluan si Galang, jadi dia pria b******k yang pernah menyakiti hati Adel, hingga membuat Adel trauma untuk berdekatan dengan pria kaya?!" ucap Tian sambil menahan amarahnya. "Bos tenang dulu Bos. Sebaiknya Anda kendalikan emosi Anda." "Nggak bisa Ren, pokoknya Galang harus segera pulang ke Jakarta. Dia nggak boleh lama-lama tinggal di Jambi, karena itu akan bisa membuat dia sering bertemu dengan Adel." "Iya Bos saya tau, sebaiknya Bos tenangkan diri dulu, jangan gegabah. Setelah itu baru Bos telpon Mas Galang," saran Rendi kepada bosnya. "Ok Ren, saat ini saya ikuti saran dari kamu," jawab Tian. Setelah Kepergian Galang, membuat pikiran Adel jadi sedikit tidak tenang. "Tuhan, kenapa aku harus dipertemukan dengan pria itu lagi? Aku sudah berusaha melupakannya, membuang jauh-jauh perasaan ku yang telah ia khianati. Sungguh aku tidak ingin lagi berhubungan dengan pria b******k itu." Tanpa Adel sadari air matanya jatuh. Ia tak kuasa lagi menahan air matanya yang terus saja mengalir. Hingga Tian pun datang menghampirinya. "Kamu kenapa Del? Kenapa kamu menangis?" tanya Tian dengan nada khawatir. "Bang Tian. Nggak Bang, mata Adel cuma kelilipan," jawab Adelia yang hanya beralasan saja. Karena ia tidak ingin Tian tahu, masalah yang sebenarnya. "Kamu jangan bohong, Abang tau kamu sedang menangis. Jika ada masalah, sebaiknya kamu cerita ke Abang. Abang siap kok jadi pendengar setia kamu." "Makasih ya Bang. Bang Tian sudah begitu baik dan perhatian sama Adel." "Sama-sama Del. Kamu juga selama ini sudah banyak membantu Abang. Terus terang, sebenarnya Abang sudah lama suka sama kamu. Tapi Abang tidak punya keberanian untuk mengatakan itu, karena Abang takut jika kamu tahu perasaaan Abang yang sebenarnya, maka kamu akan menjauhi Abang." Deg! Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD