"Bagaimana persiapan lo Lang, sudah seratus persen belum?" tanya Robi kepada sahabatnya Galang.
"Lo nggak usah khawatir, Bro! Semuanya beres," jawab Galang dengan penuh percaya diri.
"Yakin lo Lang," tanya Robi sekali lagi.
"Ya yakinlah. Sudah satu bulan ini, gue habiskan waktu dan tenaga gue untuk latihan. Makanya kalian semua doain gue ya supaya menang," pinta Galang kepada teman-temannya.
"Kalau itu mah pasti, Bro!"
"Thank's Yo," jawab Galang dengan tersenyum.
"Oh ya Lang, berarti saran gue ke lho kemarin berhasil kan?" tanya Tio.
"Yoi, ternyata teori lo tentang waktu yang tepat untuk minjam duit, itu terbukti Yo. Soalnya gue baru dapat transferan dari Abang Gue, nii."
"Apa gue bilang, makanya lo percaya dech sama omongan gue."
"Iya Yo, gue percaya. Sekali lagi thank's ya." Galang pun merasa sangat senang. Karena saran dari Tio. Tian kakaknya mau meminjamkan uang.
"Sip Bro!" jawab Tio kepada Galang sahabatnya.
"Oh ya Bi, tiket kita untuk berangkat ke Jambi sudah dipesan belum?" Galang pun bertanya kepada Robi untuk memastikan.
"Kalau itu lo nggak usah khawatir, Lang. Kita tinggal duduk manis saja di dalam pesawat."
"Memangnya jam berapa penerbangan besok?" tanya Galang lagi.
"Jam 09.00 Bro. Makanya besok kalian harus bangun pagi, supaya kita nggak ketinggalan pesawat," jawab Galang sambil mengingatkan sahabat-sahabatnya.
"Lho tenang saja Bi, entar gue bangun subuh deh."
"Gaya lo Yo, awas aja kalau lho besok telat ke bandara, gue tinggalin lo," jawab Robi.
"Santai Bro! Entar gue pasang alarm dech, biar nggak telat. Atau gue nginap di rumah lo aja ya, Lang" pinta Tio kepada Galang.
"Jangan-jangan Yo, gue aja rencananya mau nginap di rumahnya Robi. Gue nggak mau kalau bokap sama nyokap gue tau, nanti bisa gagal dech rencana gue untuk balapan."
"Ya udah deh, kalau gitu gue numpang nginap di rumah lo juga ya Bi."
"Terserah lho aja deh Yo, yang penting lo nggak telat," jawab Robi yang tahu, jika sahabatnya yang satu ini sulit untuk dibangunkan.
"Nah, itu baru ok. Ya udah, kalau gitu gue cabut duluan ya."
"Mau kemana lo, Yo?" tanya Galang saat melihat Tio yang hendak melangkah pergi.
"Gue mau nyiapin untuk keperluan besok Lang."
"Lo mau nyiapin apa si, Yo?" tanya Robi ikut menimpali.
"Banyak yang harus gue siapin, Bi. Mulai dari perlengkapan gue, cemilan dan lain-lain."
"Dasar lo, cowok ribet kayak cewek."
"Biarin, suka-suka gue. Sudah ya Bro, gue cabut dulu. Bye-bye." Setelah mengatakan itu, Tio pun langsung melangkah pergi meninggalkan kedua sahabatnya.
"Bye-bye, dasar lo kutu kupret pergi jauh-jauh sana."
"Tega amat lo Bi, ngatain teman sendiri kutu kupret."
"Bukan teman gue aja Lang, teman lo juga."
"Ya udah deh, teman kita berdua hehe."
Keesokan harinya, saat menuju supermarket Tian sudah berencana untuk bertemu dengan Pak Feri salah satu direktur di sana. Dengan hati-hati, ia pun langsung pergi keruangan Pak Feri bersama Rendi yang selalu menemaninya.
Tok! Tok!
Ceklek!
"Assalamu'alaikum, lagi sibuk, Pak?" tanya Tian sambil mengucapkan salam.
"Wa'alaikumsalam. Oh Pak Gustian, silahkan masuk Pak, silahkan duduk."
"Terimakasih Pak Feri." Tian dan Rendi pun segera duduk di sofa yang ada di kantornya Pak Feri.
"Bagaimana nih, dengan misi yang sedang Pak Tian jalani, apakah berhasil Pak?" tanya Pak Feri penasaran.
"Masih dalam proses Pak. Do'ain saja semoga saya berhasil," jawab Tian.
"Tentu Pak Gustian, saya akan selalu mendoakan yang terbaik untuk Anda."
"Terimakasih Pak Feri atas do'anya."
"Oh ya Pak Gustian, kalau boleh saya tau, ngomong-ngomong siapa gadis beruntung yang berhasil merebut hati Anda, hehe," tanya Feri penasaran. Dengan wanita yang sudah berhasil memikat hati bosnya. Hingga mau melakukan penyamaran. Menjadi kere demi mendapatkan cinta dari seorang wanita.
"Dia Adelia Pak, salah satu SPG di supermarket kita," jawab Tian yang akhirnya berkata jujur.
"Oh, si Adel. Ternyata Pak Gustian cukup jeli ya untuk menilai seseorang wanita. Adel itu memang anak yang baik Pak, dia seorang wanita pekerja keras. Saya rasa Adelia memang wanita yang pantas untuk mendampingi Pak Gustian," ucap Feri meyakinkan Tian. Karena ia tahu tentang sosok anak buahnya di supermarket, Adelia.
"Iya Pak Feri, beberapa hari saya mengenalnya membuat saya tau akan sebuah arti kehidupan. Selain Sholeha dia juga banyak mengajarkan saya tentang beberapa hal sederhana yang tidak saya ketahui. Maka dari itu, maksud saya datang kesini menemui Anda, saya ingin Anda menyerahkan sejumlah uang ini kepada Adelia."
"Tapi Pak, kenapa tidak Pak Tian sendiri yang menyerahkannya?" tanya Feri yang merasa heran.
"Belum saatnya Adelia tau tentang identitas saya yang sebenarnya Pak. Saat ini Adelia sangat membutuhkan uang itu untuk membayar uang semester adiknya. Saya tidak tega kalau harus melihat dia lembur setiap hari. Makanya saya meminta Pak Feri untuk menyerahkan uang ini. Bilang saja ini merupakan bentuk penghargaan bagi karyawan teladan seperti Adelia."
"Oh, kalau itu yang Pak Gustian inginkan baiklah Pak, saya akan menuruti semua yang Pak Gustian perintah kan."
"Satu lagi Pak, saya ingin Pak Feri menyarankan Adel untuk tidak mengambil lembur dalam satu Minggu ini. Supaya dia bisa pulang cepat untuk beristirahat Pak," pinta Tian kepada pria itu.
"Ok Pak Gustian, Anda tenang saja, nanti akan saya sampaikan masalah itu kepada Adelia."
"Ya sudah, kalau begitu saya permisi dulu Pak Feri. Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikumsalam, Pak."
Akhirnya Tian dan Rendi pun keluar dari ruangannya Pak Feri. Ketika mereka sampai di stand mereka masing-masing."
"Eh kalian SPB baru, kalian darimana saja keluyuran di jam kerja?" tanya Seli ketika melihat Tian dan Rendi baru saja datang."
"Siapa yang keluyuran Mbak Senior, kami baru saja habis dari gudang," jawab Rendi tidak mau kalah.
"Ngapain kalian ke gudang?"
Ih, Mbak Senior kepo deh. Ya mau ngapain lagi ke gudang? Memangnya kita mau bertamasya ke sana."
"Eh, katrok! Berani benar lo ngejawab omongan gue."
"Ya beranilah, ngapain juga saya takut, Mbak Seli kan juga manusia sama seperti saya. Sama-sama makan nasi. Kalau Mbak Seli berubah jadi Mak Lampir baru saya takut."
"Apa?! Kamu ngatain saya Mak Lampir?"
"Nggak, tapi kalau Mbak Seli merasa mungkin iya."
"Apa kamu bilang?!"
"Sudah lah Ren, perempuan seperti itu nggak usah kamu ladenin, bisa panjang nanti urusannya."
"Eh lho! Lho bilang apa tadi? Memangnya gue perempuan seperti apa?" Seli agak sedikit marah mendengar apa yang di katakan Tian kepada Rendi."
"Hehe, rasain lho Bos. Enak kena semprot juga."
Kerena mendengar sedikit keributan, Pak Feri pun datang menghampiri sumber suara itu."
"Seli! Apa-apaan kamu! Teriak-teriak nggak jelas, kamu mau pelanggan supermarket ini kabur karena mendengar suara cempreng kamu itu."
"Eh, Pak Feri. Maaf, Pak. Saya lagi mengajarkan dua SPB baru ini. Tadi mereka keluyuran di jam kerja. Maka dari itu, saya sedikit memberikan peringatan kepada mereka agar mereka tidak mengulangi perbuatan mereka lagi."
"Memangnya apa hak kamu memperingati mereka? Apa kamu pemilik supermarket ini?"
"Bu-bukan Pak."
"Kalau bukan, urus saja pekerjaan yang sudah menjadi tanggung jawab kamu. Jangan sibuk mencampuri pekerjaan orang lain. Apa kamu mengerti?"
"Iya Pak, saya mengerti."
"Dan satu lagi, secara langsung saya mengangkat saudara Tian sebagai kepala SPB dan SPG di sini. Jadi saya harap, kalian ikuti saja perintahnya dan jangan ada lagi yang mencampuri urusan Beliau. Jika ada yang keberatan silahkan temui saya," ucap Pak Feri dengan tegas. Pak Feri melakukan itu agar tidak ada lagi karyawan lain yang berani mengusik Tian. Dengan begitu Tian lebih fokus terhadap misinya untuk menaklukkan hati Adelia.
"Eh lho, kok bisa Pak Feri ngangkat lho jadi kepala SPB di sini. Bukannya lho baru di sini."
"Maaf ya Mbak Senior, sebaiknya Anda bersikap sedikit sopan kepada Pak Tian. Bukannya tadi Pak Feri sudah bilang, kalau ada yang merasa keberatan, silahkan temui Beliau" ucap Rendi benar-benar membuat Seli terdiam. Karena merasa sudah kalah dan tidak tau lagi harus menjawab apa, akhirnya Seli pun memilih untuk kabur dari hadapan Tian dan juga Rendi.
"Rasain lo, jadi cewek kok segitunya, kepo banget sama urusan orang lain." Umpat Rendi setelah kepergian Seli.
"Jangan begitu Ren sama si Seli, nanti lho bisa-bisa jatuh cinta sama dia."
"Aduh amit-amit, mendingan saya cari perempuan lain saja Bos. Kalau saya sama dia, mungkin bakal terjadi perang dunia bahkan gencatan senjata setiap hari."
"Hehe, jodoh itu nggak ada yang tau, Ren, mungkin saja si Seli jodoh kamu."
"Jangan di do'ain dong, Bos. Kalau boleh milih, saya maunya perempuan yang jadi jodoh saya itu Mbak Adel saja."
"Apa kamu bilang Ren? Memangnya kamu sudah siap untuk kehilangan pekerjaan?"
"Hehe, saya cuma bercanda kok Bos. Mana berani saya naksir Mbak Adel. Secara, saingan saya si Mr Tajir, ya sudah bisa dipastikan kalau saya bakalan kalah sebelum berperang."
"Makanya, jangan macam-macam kamu ya Ren, sama gebetan saya."
"Iya-iya Bos, saya nggak akan macam-macam."
Tian dan Rendi pun kembali melanjutkan pekerjaan mereka. Walau Tian sudah diangkat sebagai kepala SPB yang baru oleh Pak Feri, ia pun tidak mau bermalas-malasan dalam bekerja. Ia melakukan itu agar tidak ada orang yang menaruh curiga kepadanya, kalau sebenarnya dialah Bos Besar yang sesungguhnya.
Sedangkan di stand tempat Adelia bekerja. Mirna salah satu teman Adel menghampirinya.
"Del, lho dipanggil sama Pak Feri tu, disuruh keruangannya sekarang."
"Memangnya ada apa Mir?"
"Gue juga nggak tau Del, mendingan lho cepatan keruangan Pak Feri sekarang."
"Ya udah dech, gue ke sana dulu. Titip stand ya Mir."
"Sip, ok Del."
Adel pun meneruskan langkahnya menuju ruangan Pak Feri. Setibanya di depan pintu ruang kerja Pak Feri, Adel merasa sedikit gugup.
"Ada apa ya Pak Feri manggil gue? Semoga saja nggak ada masalah besar, seingat gue, gue nggak pernah tu melakukan kesalahan. Ya udahlah masuk saja. Bismillahirrahmanirrahim." Ucap Adel dalam hati berusaha menenangkan dirinya.
Tok! Tok!
Ceklek!
"Assalamu'alaikum Pak," sapa Adelia kepada Feri selaku atasannya di supermarket.
"Wa'alaikumsalam Adelia, silahkan masuk," jawab Feri.
"Iya Pak terima kasih."
"Silahkan duduk Del," tawar Feri kepada wanita itu.
Adel pun segera duduk di kursi yang berhadapan dengan Pak Feri.
"Kalau boleh tau, ada apa ya Bapak memanggil saya? Apa saya ada melakukan kesalahan yang merugikan supermarket kita Pak?" tanya Adelia penasaran.
"Oh tidak, buka itu Del. Saya memanggil kamu keruangan saya karena saya ingin menyerahkan ini untuk kamu." Feri pun menyerahkan amplop putih kepada wanita itu.
"Apa ini Pak?" tanya Adelia yang merasa sedikit kaget.
"Silahkan kamu buka saja," pinta Feri kepada wanita itu.
Dengan berlahan Adel pun membuka amplop berwarna putih yang diberikan oleh Pak Feri. Betapa terkejutnya Adel melihat isi yang ada didalam amplop tersebut."
"U-uang! Ini untuk saya Pak?" tanya Adelia yang seakan tidak percaya.
"Iya, uang itu untuk kamu karena kamu sudah cukup loyal dan bertanggung jawab selama bekerja di supermarket ini."
"Ta-tapi, apa ini tidak kebanyakan Pak?" tanya Adelia yang merasa tidak enak.
"Sebenarnya itu uang pemberian dari Bos Besar pemilik supermarket ini Del. Kebetulan, secara diam-diam pemilik supermarket ini memantau kinerja dari setiap karyawannya. Dan kamu salah satu karyawan yang beruntung yang mendapat penghargaan dari Bos Besar kita."
"Begitu ya Pak, terus terang saya tidak pernah bertemu dengan pemilik supermarket ini secara langsung. Jadi saya agak sedikit kaget kalau ternyata Beliau mengenal saya, padahal saya cuma seorang SPG biasa di supermarket ini Pak."
"Bos kita itu memang seperti itu Del, dia tidak pernah mau menunjukkan jati dirinya kepada karyawan-karyawannya. Mungkin itu memudahkan dia untuk memberikan penilaian yang objektif pada setiap anak buahnya."
"Sebenarnya saya ingin sekali bertemu dengan Bos Besar kita Pak. Saya ingin mengucapkan terima kasih banyak karena beliau sudah sangat baik dan peduli dengan karyawan rendahan seperti saya."
"Mungkin kalau untuk saat ini maaf Del, sepertinya tidak bisa."
"Baiklah Pak saya mengerti, kalau begitu tolong sampaikan terima kasih saya kepada Bos Besar kita."
"Baik Del, pasti akan saya sampaikan. Oh ya satu lagi Del, bukannya saya tidak memperbolehkan kamu lembur, tapi Bos Besar kita berpesan sebaiknya untuk satu Minggu ke depan kamu ambil libur saja, tidak usah lembur. Selama inikan kamu cukup berkerja keras, ada baiknya kalau sesekali kamu pulang cepat, biar kamu juga bisa beristirahat."
"Baiklah Pak, terima kasih atas sarannya. Saya sangat senang, ternyata selama ini Bos Besar kita telah memperhatikan kesejahteraan dan kesehatan karyawannya. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih banyak Pak."
"Ok Del, saya harap kamu bisa mempergunakan uang itu dengan baik, dan semua keperluan kamu bisa terpenuhi."
"Iya Pak pasti, rencananya saya akan menggunakan uang ini untuk membayar uang semester adik saya," jawab yang merasa sangat bersyukur.
"Saya senang mendengarnya Del, kamu berencana menggunakan uang itu untuk hal yang bermanfaat untuk keperluan adik kamu," ucap Feri yang merasa kagum.
"Iya Pak, kalau begitu saya permisi dulu."
Adel pun segera keluar dari ruangan Pak Feri dengan perasaan yang tidak menentu. Di satu sisi ia merasa bahagia karena mendapatkan rejeki yang tidak ia duga sebelumnya. Tapi disisi lain ia juga penasaran. Siapakah Bos Besar Yang sudah begitu baik dan perhatian terhadap dirinya?
"Bagaimana Del? Pak Feri bilang apa sama kamu?" Tanya Mirna yang penasaran ketika melihat kedatangan Adel.
"Alhamdulillah Mir, gue dapat rejeki hari ini." Adelia pun menceritakan tentang berita bahagia ini kepada teman satu kerjanya. Mirna.
"Memangnya rejeki apa Del?" tanya Mirna penasaran.
"Gue dapat bonus dari Bos Besar pemilik supermarket ini."
"Benaran Del, kok bisa. Memangnya kamu kenal dengan Bos Besar kita?" tanya Mirna merasa ikut bahagia dan juga penasaran.
"Nggak. Pak Feri bilang, pemilik supermarket ini memang sengaja tidak menampakkan jati dirinya. Kata Pak Feri biar Beliau lebih mudah untuk memberikan penilaian pada setiap kinerja karyawannya."
"Oh begitu ya Del. Kalau begitu mulai sekarang gue juga harus rajin kerjanya seperti lo, biar gue bisa dapat bonus juga."
"Oh ya Mir, berhubung hari ini gue lagi senang, yuk gue traktir lo makan siang. Pokoknya hari ini lo boleh makan sepuasnya."
"Benaran Del?" tanya Mirna dengan mata yang berbinar-binar.
"Iya benar, ngapain juga gue bohong," jawab Adelia sambil tersenyum ke arah sahabatnya.
"Kalau begitu makasih ya. Lo memang sohib gue yang paling the best deh."
"Lo juga kok Mir, gue juga beruntung bisa kenal dengan lo. Yuk kita cabut sekarang," ajak wanita itu.
"Ok Del." Mirna merasa terharu karena memiliki sahabat seperti Adelia.
***
Kini jam sudah menunjukkan pukul 16.00 Wib. Sudah saatnya Adel dan karyawan yang lain bersiap-siap untuk pulang.
"Tumben lho ikutan pulang Del, biasanya kan lho lembur hampir setiap malam. Tanya Sela ketika melihat Adel yang bersiap-siap untuk pulang.
"Oh gue memang nggak lembur hari ini Sel, pengen saja sesekali libur biar bisa pulang cepat," jawab Adelia kepada Seli.
"Wah, lagi banyak duit lo sekarang," ucap Seli yang selalu ingin mencampuri urusan orang lain.
"Sel, lho kok kepo banget si sama urusan orang. Lagian terserah Adel dong mau lembur atau nggak," ucap Mirna mencoba membela sahabatnya itu.
"Sudah Mir, nggak usah terbawa emosi. Mendingan sekarang kita pulang aja, yuk," ajak Adelia karena tidak ingin terjadi keributan di antara kedua temannya.
"Iya deh, Del." Mien akhirnya mengalah dan mengikuti perkataan Adelia.
"Kami duluan ya, Sel. Assalamu'alaikum." Adelia dan Mirna segera pergi meninggalkan Seli.
Karena egonya yang tinggi, Seli sama sekali tidak menjawab salam dari Adel.
"Kenapa lho harus ramah si Del, sama orang seperti Sela?"
"Diakan teman kita juga Mir."
"Malas gue punya teman seperti dia, orangnya rese. Suka ikut campur urusan orang lain."
"Ya sudah, biarin saja Mir. Ngeladenin orang seperti Sela itu cuma bisa bikin kita pusing saja."
"Iya kamu benar banget Del. Oh ya itu angkot gue sudah datang, gue duluan ya Del."
"Iya Mir, hati-hati dijalan ya."
"Ok Del kamu juga."
Selepas kepergian Mirna, Tian dan Rendi pun datang menghampiri Adel.
"Assalamu'alaikum Del," sapa Tian kepada wanita itu.
"Wa'alaikumsalam Bang," jawab Adelia.
"Kamu nggak lembur hari ini?" tanya Tian yang hanya berbasa-basi
"Nggak Bang, soalnya Pak Feri bilang, Bos Besar pemilik supermarket tempat kita bekerja nyuruh Adel libur," jawab wanita itu.
"Wah, perhatian banget ya Bos Besar kita Del," ucap Tian, yang pura-pura tidak tahu. Jika bos besar yang ia maksud adalah dirinya sendiri.
"Iya Bang Tian. Ngomong-ngomong, Bang Tian sama Bang Rendi kenal nggak siapa Bos Besar kita."
"Uhuk! Uhuk!" Tiba-tiba Tian tersedak ketika mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Adel.
"Bang Tian kenapa?" tanya Adelia sedikit khawatir.
"Ng-nggak apa-apa kok Del, tenggorokan Abang cuma agak sedikit kering saja," jawab Tian karena tidak ingin wanita itu menaruh curiga kepadanya.
"Ya sudah, kalau begitu Adel belikan minum dulu ya."
"Nggak usah Del," tolak Tian yang merasa tidak enak.
"Nggak apa-apa Bang."
Adel pun berlari ke toko pinggir jalan yang tak jauh dari tempat mereka berdiri untuk membeli minuman."
"Ren, bagaimana kalau Adelia tahu, bos besar yang dia maksud adalah saya? Apakah dia masih mau mengenal saya lagi?"
Bersambung.