Membungkam Musuh

1160 Words
Lina sudah siap untuk pergi berbelanja. Lisa yang akan menemaninya juga sudah berganti pakaian. Dia nuga sudah menyiapkan apa saja barang yang dibutuhkan oleh pelayan di dapur dan pelayan di bagian lain. Luna memakai dress berwarna kuning tanpa lengan dan rambut yang di gerai begitu saja dengan sedikit polesan make up yang natural. Sebuah tas Hermes mahal pun sudah dia tenteng dengan sangat cantiknya di tangannya yang lentik. Uang dan juga kartu akses multi fungsi yang menjadi fasilitasnya sebagai Nyonya rumah sudah ada di dalamnya semua. Dia bersiap untuk menghabiskan hari ini dengan baik. “Mobil sudah siap, Nyonya.” “Kamu udah bawa semua daftar belanja?” “Sudah Nyonya.” “Ayo kita jalan.” Lisa memimpin jalan untuk majikannya itu. Dia membukakan pintu depan untuk sang majikan baru fi rumah megah itu. Pengawal yang sedang berdiri di depan pintu pun segera menundukkan kepala tanda memberikan hormat. Mereka mengantar Luna untuk menuju ke mobil yang sudah terparkir di sana. Sebuah sedan mewah terparkir di depan mata Luna. Dia segera masuk ke dalam mobil di kursi belakang. Setelah memastikan Nyonya mudanya duduk dengan nyaman, barulah Lisa masuk ke dalam mobil di sebelah supir. “Biasanya kita belanja di mana, Lis?” tanya Luna. “Biasanya saya belanja di mall yang ada di dekat sini saja.” “Bawa aku ke supermarket tempatku bekerja dulu. Aku ingin berbelanja di sana.” “Baik, Nyonya.” Mobil pun segera meluncur ke supermarket tempat Luna dulu bekerja. Dia ingin menunjukkan pada teman-temannya yang dulu sering menghina dirinya. Setelah menempuh beberapa waktu, akhirnya mobil yang di naiki oleh Luna telah sampai di depan supermarket besar yang dulu pernah menjadi bagian dari dirinya. Menjadi bagian bagaimana dia berjuang hidup sendirian. Lisa membukakan pintu untuk majikannya itu. Dengan sangat anggun Luna menurunkan kaki jenjang dan sepatu high heels yang dipakainya itu terlebih dahulu. Setelah itu dia mulai turun dari mobil. Mata Luna memandang ke setiap sudut supermarket itu. Ada beberapa pelanggan yang sering dia lihat dulu. Dia melihat ada beberapa temannya juga yang melihat ke arahnya. “Ambil troli. Kita akan mulai belanja,” ucap Luna. “Baik, Nyonya.” Luna melangkahkan kakinya dengan sangat yakin menuju ke pintu masuk. Dia melewati beberapa pekerja pria yang sedang melipat kardus bekas kemasan barang. “Eh, itu Luna bukan sih?” “Kaya iya tapi masa sih?” “Iya ... itu ga mungkin Luna. Luna kan ga mungkin secantik itu.” “Iya bener. Luna kaya gadis cacingan. Badan kurus dan juga ga banget gayanya.” Langkah kaki Luna terhenti. Dia merasa sangat kesal dengan apa yang di katakan teman-temannya yang selalu sok tampan itu. Luna berbalik dan mendatangi para pemuda yang ada di sana. Dia tersenyum saat di depan mereka bertiga. “Aldo ... kamu ga ngenalin aku? Aku cwe yang selalu kamu bilang cacingan dan gadis kuno. Aku orangnya, Do. Aku Luna,” ucap Luna dengan sedikit geram. Pemuda bernama Aldo itu menatap Luna dari atas ke bawah. Bahkan bukan hanya Aldo yang menatapnya. Tapi juga dua orang teman yang lain. “Luna? Kamu Luna?” tanya Aldo. “Singkirkan tangan kotor kamu! Jangan berani menunjuk Nyonya!” ucap Lisa memberikan peringatan dengan menampik tangan Aldo. “Eh maaf, Nyonya? Kamu jadi Nyonya? Jangan ngaco kamu, Lun. Kamu pikir kamu ngilang selama ini trus dateng dengan sandiwara bisa kami percaya. Heyy liat dia sedang bercanda dengan kita,” ucap Aldo sambil terkekeh pada dua orang temannya. “Jaga mulut kalian! Yang sopan pada Nyonya Tanjaya.” “Tanjaya? Tanjaya keluarga milyuner terkenal itu? Ngayalmu ketinggian, Lun.” Lisa yang kesal dengan tingkah pemuda yang mengolok majikannya itu pun ingin segera memberinya pelajaran saja. Tapi sayangnya baru saja dia ingin melayangkan tinju maut yang dimiliki Lisa, Luna mencegahnya. “Jangan buang tenaga buat layani orang tidak penting seperti mereka. Itu hanya akan membuang tenaga kita aja. Ayo kita pergi,” ucap Luna sambil melihat rendah ke tiga pemuda di depannya. “Baik, Nyonya.” “Eh Luna, kami jadi makin penasaran dengan apa saja yang kamu beli.” “Paling dia belinya cuma dodoran ama tepung satu kilo buat makan dia tiap hari.” “Iya, bener.” “Kalo kalian penasaran apa saka yang aku mau beli, kenapa ga ikutin aku aja. Biar kalian puas!” Merasa tertantang, ketiga pemuda itu pun segera mengikuti Luna. Mereka bahkan bersedia saat mereka mengikuti petunjuk Lisa untuk mengambil troli sepertinya dia. “Mana daftar belanja kita?” tanya Luna. “Ini, Nyonya,” Lisa memberikan sebuah kertas catatan yang disimpannya. Luna membaca isi dari daftar itu, “Aku hafal semua letaknya. Ayo kita mulai belanja.” Luna mulai belanja. Dia memasukkan barang-barang yang ada di daftar ke dalam troli. Bukan hanya 1 saja yang dia ambil untuk satu produk. Tapi dia bisa memasukkan 3 sampai 5 barang yang sama. Satu demi satu troli itu penuh dengan barang-barang. Lisa bahkan sampai menyuruh para pemuda itu meletakkan troli yang sudah penuh di kasir dan mengambil troli lagi. “Wah, Lun. Kayanya kamu beneran istri Tanjaya ya sekarang? Ini liat di berita ada berita tentang pernikahan rahasia kamu.” “Jangan pernah memanggil nama Nyonya! Itu tidak sopan!” “Oh iya maaf.” “Apa sekarang kalian sudah tahu kalo gadis cacingan yang dulu kalian buli itu sekarang bisaembeli harga diri kalian?” “Iya, Nyonya. Maafkan kami. Kami benar-benar salah.” Luna sungguh muak dengan semua temannya itu. Dia meneruskan langkah kakinya untuk mengambil beberapa barang yang masih dia butuhkan. Beberapa teman Luna yang dulu bekerja di sana bersamanya melihat ke arahnya. Mereka tidak berani menegur Luna. Tentu saja saat ini Luna datang dengan penampilan yang sangat berbeda di banding dengan saat mereka masih bekerja bersama. Ada total 20 troli yang berjajar di meja kasir. Luna duduk di depan kasir yang sedang menghitung semua barang pembeliannya. Segelas jus jeruk kini ada di tangannya. Ada rasa puas di hatinya saat melihat semua orang yang dulu selalu membencinya, kini takluk padanya dirinya. “Ini totalnya nyonya,” ucap Lisa sambil memberikan catatan tagihan dari kasir. “20 troli hanya menghabiskan 15 juta? Apa ini tidak terlalu sedikit. Uang belanja dari suamiku snagay banyak. Aku tidak yakin kalau aku akan menghabiskannya kalau semurah ini belanjaanku.” Luna berdiri dan menuju ke kasir. Yang berjaga di kasir adalah orang yang dulu paling membenci Luna. Mulutnya terlalu culas pada Luna. Tapi kini, saat dia mengeluarkan black card dari dalam tas mewahnya, wanita itu tidak berani mengatakan apa pun. Dia hanya mampu melakukannya tugasnya sebagai kasir. Barang belanjaan Luna akan di kirim dengan mobil box milik supermarket. Luna mengatakan pada Lisa kalau dia ingin pergi ke suatu tempat di dekat supermarket. Lisa mengikuti langkah kaki majikannya. Langkah kaki Luna terhenti di tempat duduk yang selalu di pakai oleh Danis duduk saat datang ke taman itu. “Dan, sebenernya apa yang kamu lihat dari sini? Apa yang kamu pikirkan di sini? Tempat ini jauh dari rumah kamu. Kenapa kamu milih ke sini. Ada apa, Dan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD