“Selamat Pagi, Tuan.”
“Mana dia? Apa dia sudah siap?”
“Nona muda sedang berdandan, Tuan. Para capster sedang membersihkan semua badan dan wajahnya.”
“Hentikan segera. Aku ingin menemuinya dulu. Bawa dia ke ruang kerja.”
“Baik, Tuan.”
Arnold datang ke rumah yang ditempati oleh Laluna. Dia ingin melihat calon pengantin yang di pilihnya untuk hari ini.
Arnold duduk di sebuah kursi kerja yang tampak sangat arogan dan mewah. Dia sedang menunggu gadis yang menurut berita yang dia dapat tadi malam dari pengawalnya itu sangat cantik. Itu yang menjadi salah satu alasan dia datang pagi ini.
Tok tok tok
“Masuk,” ucap Arnold dari dalam.
Tidak lama kemudian masuklah seorang pelayan ke dalam yang di ikuti seorang gadis yang masih mengenakan kimono tidur berbahan sutra.
“Maaf Tuan. Ini Nona Laluna.”
Mata Arnold menyusuri tubuh mungil Laluna. Laluna yang risih dengan pandangan pria tua bangka yang ada di depannya itu pun meringsutkan badannya ke kiri dan ke kanan. Dia tidak nyaman saat ini.
“Tidak terlalu buruk. Tinggalkan kami sebentar.”
“Baik Tuan.”
“Kemarilah Laluna. Dan duduklah di sini.”
“Haaah?”
“Kemarilah. Ayo cepat, waktu kita tidak banyak.”
Entah kenapa ucapan pria tua itu terdengar sangat menggelikan dan menjijikan. Pria tua itu seolah memanggilnya untuk duduk di pangkuannya.
Tuan Arnold memang masih terlihat tegap dan aura ketampanannya di masa lalu masih ada. Tapi bagaimana mungkin gadis 22 tahun harus menikahi seorang pria beristri berusia 60 tahun lebih.
“Apa yang kamu pikirkan? Kemarilah. Ada yang ingin aku bicarakan padamu,” ucap Arnold lagi.
Laluna melangkah maju. Dia menarik kursi yang ada di depan Arnold dan duduk di sana, “Apa yang ingin Tuan bicarakan pada saya?”
“Luna ... panggilanmu Luna kan?”
“Iya.”
“Kamu sudah tahu kalau hari ini kamu akan menikah?”
Luna menghembuskan nafas dengan kasar, “Iya Tuan.”
“Bagus. Saya harap kamu siap dengan pernikahan yang mendadak ini. Sebelum kita berangkat, apa ada yang ingin kamu tanyakan?”
Luna mengangkat wajahnya, dia tidak yakin pertanyaannya akan di jawab, “Saya boleh bertanya satu hal, Tuan?”
“Tanya saja. Kalau memang pertanyaanmu layak di jawab tentu akan aku jawab.”
“Maaf Tuan. Kenapa Anda ingin menikah lagi? Saya akan jadi istri Anda yang keberapa? Bukankah saya ini terlalu muda untuk Anda.”
“Apa? Istri keberapa? Terlalu muda?”
Arnold tertawa mendengar apa yang ditanyakan Laluna. Dia tertawa sampai menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Dia kemudian menyatukan tangannya di atas perutnya.
“Siapa yang bilang kalau aku akan menikahi kamu? Dibandingkan istri saya, kamu tidak ada harganya.”
“Haah? Lalu dengan siapa saya akan menikah? Katanya rumah ini adalah milik Anda, dan saya akan menikahi pemilik rumah ini.”
“Ini memang rumahku. Tapi yang nanti tinggal di sini bukan aku. Tapi putraku. Danis.”
“Danis? Maaf saya masih tidak mengerti, Tuan.”
“Hari ini pernikahan Danis dan Maya. Sayangnya dua hari lalu Maya menghilang entah ke mana. Kami tidak mungkin membatalkan acara pernikahan ini. Kami akan malu. Oleh karena itu kami mencari pengantin pengganti untuk Danis.”
“Apa? Jadi maksud Anda, saya harus menggantikan Maya calon istri putra Anda?”
“Tentu saja. Kamu hari ini akan menikahi putraku. Tapi ada beberapa aturan yang diberikan putraku.”
“Aturan? Aturan apa itu?”
Arnold mengeluarkan sebuah map dari salam laci yang ada di sebelah kirinya. Dia segera memberikan map itu pada Laluna.
“Bacalah. Ini peraturan yang dia buat untuk kamu.”
Laluna mengambil map itu lalu membukanya. Dia mulai membaca poin per poin yang ada di sana. Dia membaca dengan seksama agar tidak ada kesalahpahaman nantinya.
“Maaf, Tuan. Di sini di katakan kalau saya harus menjadi pelayan Tuan Muda saat di rumah? Maksudnya pelayan itu gimana ya?”
“Anggap saja itu adalah pelayanan seorang istri ke suami. Oh ya, saat ini Danis sedikit down. Dia sedikit depresi karena kehilangan Maya. Tolong jangan terlalu mengganggunya dulu sampai emosinya stabil.”
“Depresi? Apa tingkat depresinya tidak membahayakan?”
“Jaga ucapanmu! Kamu pikir anak saya sudah gila apa ya. Meskipun dia depresi, dia masih sanggup menaikkan penjualan perusahaan sampai 200 persen! Jangan sembarangan kamu.”
“Maaf Tuan. Saya tidak bermaksud seperti itu.”
“Sudah, jangan banyak tanya kamu. Ikuti saja apa yang saya bilang dan permintaannya di perjanjian ini. Kalo kamu keberatan, saya tidak akan segan untuk menjual kamu.”
“Eh, jangan Tuan. Baiklah saya terima. Saya tanda tangan.”
Laluna segera menandatangani berkas perjanjian yang ada di hadapannya. Dia tidak lagi bisa berpikir tentang apa pun yang akan terjadi nanti. Yang penting dia akan menyelamatkan nyawanya dari tindakan yang mungkin lebih buruk nantinya.
“Baiklah, saya akan simpan berkas ini. Kembalilah ke ruang perawatan. Jam 2 siang saya tunggu di gedung pernikahan.”
“Baik Tuan, saya permisi dulu.”
Laluna berjalan gontai meninggalkan ruang kerja yang rasanya sangat luas itu. Langkah kaki Lun sudah banyak tapi kenapa rasanya sulit sekali untuk sampai di pintu keluar. Dia berusaha mempercepat lagi langkah kakinya.
Setelah berjibaku dengan banyaknya perawatan yang dilakukannya seharian ini, maka kini saatnya Luna memakai gaun pengantinnya.
Sebuah gaun mewah di keluarkan dari sebuah ruangan yang di tutupi oleh horden gelap dan tebal. Luna sampai ternganga melihat kerlip di atas baju pengantin itu. Ada banyak batu permata yang menghiasi baju indah itu.
“Nona, silahkan di pakai bajunya.”
“Baiklah.”
Luna di bantu oleh beberapa orang pelayan akan memakai baju pengantin yang sepertinya milik Maya itu. Tapi sepertinya ukurannya tidak jauh berbeda dengan ukuran tubuhnya.
Potongan d**a yang sedikit rendah membuat sang pemakai akan terlihat makin seksi dengan punggung yang terbuka sempurna. Sungguh gaun pengantin yang bisa segera menggoda mempelainya.
“Gimana ini, dadanya kebesaran. Kalau tidak di tahan, itu akan melorot nanti,” ucap salah satu pelayan.
“Kasih gulungan kaos kaki untuk menambah volume dadanya.”
“Apa maksudmu dengan menambah volumenya?” ucap Laluna.
“Milikmu terlalu kecil. Baju ini melorot kalo tidak di tambahi besarnya. Tuh melorot kan?”
Laluna sangat malu saat ini. Bagaimana mungkin kesalahan yang didapatnya bukan ukuran baju yang kebesaran atau kekecilan, tapi ukuran boobs yang terlalu kecil dan cenderung datar. Mau tidak mau mereka harus menambah volumenya dengan gulungan kaos kaki.
“Mobil sudah datang! Percepat persiapannya!”
“Iya Nona.”
Para capster segera mempercepat pekerjaannya. Mereka memasang sepatu mewah dan juga veil di kepala Laluna. Setelah dinyatakan sempurna, Laluna segera di antar menuju ke mobil pengantin yang sudah menjemputnya.
Laluna pergi di dampingi salah pelayan yang selalu dipanggil Nona. Mobil segera meluncur menuju gedung pernikahan. Ada rasa penasaran tentang siapa orang yang akan menjadi suaminya itu. Danis, seperti apa dia?
Mobil tiba di sebuah gedung pernikahan. Sudah tampak banyak undangan yang hadir di sana. Laluna segera di bawa ke depan sebuah pintu besar yang sepertinya akan terbuka saat dia datang nanti. Tuan Arnold juga ada di sana.
“Ayo, kamu sudah siap?” tanya Tuan Arnold sambil meletakkan tangan Laluna di lengannya.
“Siap Tuan.”
“Jangan bikin malu ya. Buka pintunya.”
Pintu besar itu secara perlahan terbuka. Lagu pengantin mulai terdengar. Para undangan sudah mulai melihat ke arah pengantin wanita.
Di sudut altar, berdiri seorang pemuda yang sedang menanti mempelainya datang. Laluna makin penasaran dengan wajah pemuda yang terlihat sangat sempurna dalam balutan setelan jas hitam yang mahal.
“Kamu!” jerit Laluna dalam hati.