Pesona Mengagumkan

1181 Words
Di sudut altar, berdiri seorang pemuda yang sedang menanti mempelainya datang. Laluna makin penasaran dengan wajah pemuda yang terlihat sangat sempurna dalam balutan setelan jas hitam yang mahal. “Kamu!” jerit Laluna dalam hati. Seorang pemuda tampan dengan tubuh maha sempurna berdiri dengan gagahnya. Bahkan kini pemuda itu berjalan mendekati Laluna yang sedang berjalan bersama dengan Tuan Arnold. Uluran tangan pemuda itu membuat senyum di wajah Laluna tidak bisa di tahan lagi. Senyuman penuh kekaguman dan juga rasa bahagia karena ini adalah yang di impikan sejak lama oleh Laluna. Laluna sering melihat Danis di sebuah taman dekat dengan tempatnya bekerja dulu. Pemuda itu selalu duduk di bangku taman dengan buku di tangan dan satu gelas kopi di sampingnya. Pantulan sinar matahari sore membuat wajah rupawan sang pangeran semakin luar biasa. “Luna ... itu tangan Danis,” bisik Arnold. “Oh iya ... maaf.” Laluna tersadar dari lamunannya. Dia segera menyambut uluran tangan Danis untuk mengajaknya berjalan ke tengah altar. Pengucapan janji setia akan segera dimulai. “Ya aku bersedia. Aku akan setia dan mencintai Danis Arman Tanjaya selamanya,” ucap Laluna. ‘Waaah gila! Namanya aja keren banget. Orangnya ganteng, senyumnya ... waah ga bener ini ... aku udah kaya brownies lumer saat ini. Luna ... kuat ya, Lun,’ Luna menyemangati dirinya sendiri saat ini. Tiba saatnya untuk weeding kiss pertama kalinya. Luna yang belum pernah berpacaran pasti juga belum pernah melakukan ini sebelumnya. Dia sedikit gugup saat ini. Perlahan namun pasti Danis memangkas jarak di antara wajah mereka. Jantung Luna semakin tidak karuan saat ini. Dia berharap agar dia tidak pingsan setelah ini. Luna menutup matanya, dia sudah siap menerima eksekusi bibir Danis untuk pertama kalinya. Dia sudah menyiapkan bibirnya dengan pose terbaik. “Waaah ... pengantinnya malu ya ternyata,” ucap sang pencatat pernikahan. Seketika itu juga mata Laluna terbuka. Dia sedikit bingung dengan apa yang terjadi. Dia melepaskan senyum kecut pada petugas pencatat pernikahan. “Nanti saja di kamar, Pak. Ga enak kalo diliat orang.” “Ga papa, di kening juga udah cukup. Sekarang beri salam ke semua undangan yang datang.” “Iya, Pak.” ‘Apa? Di kening? Kok aku ga ngerasa sih? Aaah sial, pasti kena vail-ku!’ gerutu Luna dalam hati. Pasangan pengantin itu segera menghadap ke para tamu undangan yang datang. Tuan Arnold juga datang bersama dengan seorang wanita yang hampir seumuran dengannya. “Segera ke tempat resepsi saja. Biar acara cepat selesai,” bisik Tuan Arnold. “Iya, Pa.” Danis segera mengajak Luna pergi dari ruangan itu. Mereka akan berpindah ke ruangan yang ada di sebelahnya untuk mengadakan sebuah resepsi sederhana. Ya mungkin lebih tepatnya sebuah acara perjamuan makan untuk semua orang yang datang. Luna masih terpesona pada kesempurnaan wajah sang suami. Dia seperti mendapatkan jackpot kali ini. Dia dijual pada seorang pemuda tampan yang menjadi pujaannya secara diam-diam. “Aduh,” keluh Luna saat dia tidak sengaja menabrak punggung Danis. “Ya ampun, sayank. Kamu ga papa?” tanya Danis dengan senyum yang menawan. “Ga papa ... aku ga papa kok.” “Waah kalian romantis banget. Istrimu kayanya terpesona banget ama kamu, Dan,” ucap Yoga. “Iya bener. Ampe kesandung gitu. Ato jangan-jangan emang baru kali ini ketemu ya?” tanya Zain sahabat Danis. “Baru pertama ketemu? Enggak kok. Kita udah sering ketemu. Cuma emang aku selalu terpesona ama dia. Danis selalu tampak sangat tampan di mataku. Dan sekarang dia lebih tampan lagi,” ucap Luna sambil tersenyum melihat ke arah suaminya. “Makasih ya sayank,” jawab Danis penuh kepalsuan. “Cieee ... romantis banget kalian. Bahagia terus ya.” “Luna, kamu sendirian bentar ga papa kan? Aku ada perlu ama Zain.” “Oh iya ... ga papa kok. Pergi aja.” Danis segera menarik lengan Zain menuju ke sisi lain dari ruangan itu. Luna yang masih belum percaya kalau itu benar-benar Danis pun masih melihat punggung sang pangeran yang perlahan menjauh. “Apaan sih?” tanya Zain yang tidak suka dengan sikap Danis. “Gimana? Udah dapet di mana Maya sekarang berada?” “Maya? Lu masih nyari Maya? Luu udah nikah, Dan. Ngapain juga sih masih nyariin Maya.” “Gw mau minta pertanggung jawaban. Gw mau tau alesan dia ninggalin gw apa. Gw ga terima di giniin. Gw cinta mati ama dia, Zain.” Zain menatap sahabatnya dengan pandangan aneh, “Maya udah pergi. Ngapain lagi sih lu cariin. Bentar, kalo lu belum move on dari Maya ... trus cwe itu siapa?” Danis menoleh ke arah Luna yang kini sedang mencicipi makanan, “Gw juga ga tau. Gw baru liat dia di altar tadi.” “Whaatt!! Jadi lu juga ga tau dia siapa?” “Ga! Kayanya bokap gw yang atur semuanya. Gw bener-minta tolong ama lu, Zain. Cari tau di mana Maya.” “Kalo Maya muncul lu bakal pilih mana? Cwe itu ato Maya?” “Gw cinta mati ama Maya. Jelas gw pilih Maya lah. Cwe itu ga ada artinya buat gw! Kenal juga kaga.” “Ya udah balik sono lu. Ga enak juga ama undangan kalo lu pisah ama bini lu lama-lama.” “Thanks ya, Zain. Gw arepin banget bantuan lu.” “Hmm beres.” Danis kembali mendekati Luna. Dia dan Luna kembali bersandiwara menjadi pasangan pengantin yang berbahagia. Tidak ada yang menyangka kalau mereka berdua baru saja bertemu beberapa menit yang lalu. Danis berkencan dengan Maya sudah cukup lama. Mereka saling mencintai sampai pada akhirnya mereka merencanakan pernikahan ini. Maya yang hanya seorang yatim piatu mampu mengambil hati keluarga Danis yang sangat terpandang. Tapi semua keluarga menjadi geram saat 2 hari lalu Maya tiba-tiba menghilang tanpa jejak. Tidak ada yang tahu di mana keberadaan Maya. Semua rangkaian acara pernikahan ini telah selesai. Kini mereka sudah ada di tempat parkir hotel untuk segera kembali ke rumah mewah Danis. “Ngapain lu duduk di situ?” tanya Danis sedikit ketus. “Haah ... kan kita mau pulang ke rumah,” ucap Luna polos. “Duduk depan! Ga sudi gw duduk deket ama lu!” “Duduk depan! Ato lu pulang jalan kaki!” Kekaguman Luna pada Danis hancur berantakan seketika. Rasanya dia tidak menyangka kalau Danis akan mempunyai sikap yang sangat kasar seperti ini. Tanpa ingin menolak dan mengingat statusnya yang hanya seorang pengantin pengganti, Luna segera berpindah tempat duduk di kursi depan. Setelah Danis masuk ke dalam mobil, mobil pun segera melaju ke meninggalkan gedung pernikahan. BRAK! “Hendra! Hendra!” panggil Danis saat dia masuk ke dalam rumah. “Iya, Tuan Muda.” “Sudah dapet kabar belum?” Pemuda berpakaian penjaga itu segera menunduk, “Maafkan saya Tuan. Belum ada kabar apa pun dari Non Maya.” “Berengsek! Apa aja kerjamu sebenernya hah! Nyari perempuan satu aja kok susahnya minta ampun. Kerahkan semua orang kita! Cari bahkan di dalam lubang semut!” “Baik Tuan.” Danis segera masuk ke dalam rumah dan sepertinya dia akan menuju ke dalam kamarnya di lantai dua. Luna yang sedari tadi ada di belakang Danis hanya bisa melihat tanpa tau apa yang terjadi. “Maya ... siapa Maya?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD