Bab 5

1178 Words
Dalam bingung, Mia memindahkan pakaian miliknya ke dalam koper setelah mereka kembali ke apartemen. Willy tidak menjelaskan hal apa yang membuat pria itu membiarkan Mia keluar dari apartemen dan bekerja untuk Mike. “Apa yang buat kamu berubah pikiran tiba-tiba?” tanya Mia, menatap Willy yang hanya duduk tenang di atas sofa dengan ponsel yang berada dalam genggaman pria itu. Untuk beberapa saat, Willy hanya diam sebelum menyingkirkan ponsel dari depan wajahnya, agar dapat melihat Mia yang masih menatap ke arahnya. “Bukannya itu yang lo mau? Harusnya lo seneng, dan yang lebih penting nggak perlu banyak tanya,” ucapnya. “Tapi, walaupun gue biarin lo kerja di sana, bukan berarti lo bebas dari tanggung jawab lo.” Mia tak lagi bertanya, dia memilih diam dan menyelesaikan pekerjaan miliknya. Pun dengan Willy yang kembali fokus dengan ponsel miliknya. “Menurut lo, bener atau salah kalau gue ngerusak anak pelakor?” tanya Willy tiba-tiba, masih dengan fokus yang tertuju pada ponsel. “Maksudnya?” Willy meletakkan ponselnya ke atas meja, menepuk pahanya, pertanda agar Mia segera mendekat dan mengisi paha Willy yang kosong. Mia tak menolak, perempuan itu memang hampir tak pernah menolak perintah Willy, dia benar-benar gadis penurut di hadapan Willy. Selain itu, Mia rasa Willy dalam mood yang baik. Tangan kiri Willy segera melilit pinggang ramping Mia, menyentuh kulit dingin perempuan itu, lantaran suhu AC yang sengaja direndahkan. Mia pun memegang pundak Willy agar dia bisa tetap merasa aman. “Kiss me,” pinta Willy dengan suara husky yang terdengar sangat s e x y di rungu Mia. “Tiba-tiba banget,” canda Mia, tak langsung menuruti keinginan Willy. Dalam mood baik, Mia memiliki keberanian untuk bercanda dan menggoda Willy. “Tck!” decaknya kesal dengan cengkraman yang menguat di pinggang Mia, membuat Mia meringis pelan. “Marah mulu, cepet tua nanti,” ucapnya dengan menyentuh wajah Willy. Pria itu menutup matanya, menikmati sentuhan lembut Mia. “Panggil aku pakai panggilan yang manis coba. Dulu awal-awal kita pacaran, kamu sering panggil aku pakai panggilan yang manis, sekarang nggak pernah lagi,” pintanya. “B i t c h!” lirih Willy dengan menggenggam tangan Mia agar perempuan itu berhenti memainkan bulu mata miliknya. Kedua mata Mia terbelalak sebelum menepuk bibir Willy menggunakan tangannya yang masih terbebas, hanya tepukan pelan yang Mia hadiahkan. “Mulutnya!” Willy memutar bola matanya dengan malas, mengambil tangan Mia yang tersisa lalu menggenggam kedua tangan perempuan itu di balik punggung Mia sendiri. Kini posisi Mia terkunci, dia kesulitan memberontak dengan kedua tangan yang digenggam Willy, dan pinggangnya yang dililit tangan berurat pria itu. “You’re really my b i t c h.” Berteman sunyi yang memeluk kamar mereka, keduanya saling bertatapan dan untuk kesekian kalinya. Mia sadar, tatapan yang Willy berikan selalu tidak bisa Mia artikan. Pria itu terlihat sangat sulit ditebak. Terlalu larut dengan pikirannya sendiri, Mia tidak sadar dengan Willy yang mulai memangkas jarak wajah mereka. Embusan hangat dengan aroma minta menyapu wajah Mia. “I told you to kiss me, but instead you say nonsense. Because of that, I will kiss you f u c k ing hard that you will feel like you have no choice but to faint.” Belum sempat Mia menyahuti ucapan Willy, bibir pria itu telah menimpa bibir kecilnya, melumatnya dengan kasar seperti yang Willy ucapkan. Lantaran Willy m e n c u m b u bibirnya tanpa aba-aba, oksigen yang Mia miliki dengan cepat menipis, membuat Mia memberontak di atas pangkuan Willy agar pria itu tahu jika dia membutuhkan oksigen lebih banyak. Namun, Willy tetaplah Willy, dia akan melakukan apa yang dia katakan. “Hah!” Mia terkejut ketika kepalanya membentur sofa dan terdengar erangan dari Willy. Akan tetapi, walaupun Mia terkejut, dia tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menghirup oksigen sebanyak-banyaknya. “Kenapa lo nggak bisa diem, hm? Lo selalu mancing gue, dan saat gue udah kepancing lo nangis-nangis minta berhenti. What do you f u c k ing want?” sentak Willy dengan pelan saat wajah mereka berada dalam jarak yang sangat dekat karena pria itu berada di atas tubuh Mia, namun tidak sampai menindih tubuh pacarnya. Kedua alis Mia terpaut mendengar ucapan Willy yang tak dia pahami maksudnya. “Mancing? Kapan aku mancing kamu? Aku nggak pernah lakuin hal itu,” sahut Mia, tak setuju dengan tuduhan Willy. “Then, apa yang lo lakuin tadi, hm? Terus-terusan gerak saat lo duduk di pangkuan gue.” Kedua bola mata Mia membulat setelah dia sadar dan ingat jika saat dia duduk tadi, ada sesuatu yang mengganjal dan semakin terasa saat Mia memberontak di atas pangkuan Willy. “Aku nggak bermaksud –” “Maksud?” ulang Willy dengan tangan yang mulai menyentuh leher Mia, memberi sapuan lembut yang membuat Mia menggerakkan kepala, berusaha menjauh dari sapuan tangan Willy. “Willy,” panggil Mia ketika tangan Willy bermain semakin jauh, mendekati dadanya yang masih tertutup baju tidur. “Lo selalu panggil nama gue saat lo k l i m a k s. Sekarang gue cuma nyentuh lo, apa lo udah berniat k l i m a k s hanya dengan sentuhan ringan gini? You’re really like a b i t c h. Cheap!” “Berhenti panggil aku dengan sebutan itu!” kesal Mia, berusaha menghiraukan permainan tangan Willy yang mulai menyentuh puncak dadanya dari balik kain baju tidur yang dia pakai. “Bukannya itu bener-bener cocok buat lo? B i t c h and cheap. I'm even willing to bet that by now you're f u c k ing wet and ready for me to enter, aren’t you?” Pandangan Mia memburam sebelum sudut matanya meneteskan liquid yang menjadi penyebab pandangannya memburam. “Oh, s h i t!” erang Willy saat melihat Mia mulai menangis. Lima tahun bersama, membuat Willy paham. Hanya ada satu alasan paling kuat yang bisa membuat Mia menangis, dan itu hanya terjadi saat Mia mendapatkan tamu bulanannya. Suasana hati Mia akan berubah dengan sangat cepat, terkadang suka marah tanpa alasan atau menangis karena hal yang sangat sepele sekali pun. Dan saat hari itu tiba, kesabaran Willy naik berkali-kali lipat daripada hari biasanya. Dia pun jarang marah-marah dan terkadang lebih perhatian. Jika dilihat-lihat, sikap Willy memang sulit ditebak dan dipahami orang awam. “Berhenti mengumpatiku! Menyebalkan!” sentak Mia di sela sesegukannya. Willy mengembuskan napas, mengusap air mata yang membasahi kedua pipi perempuan itu, setelah melepaskan cengkeramannya di kedua tangan Mia. “Duduk,” titah Willy, tanpa dia bangun dari atas tubuh Mia. Mia berdecak. “Kalau kamu nggak nyingkir gimana aku mau duduk?” Willy memutar bola mata, dia lantas menyingkir dan membiarkan Mia bangun tanpa bantuannya. “Sialn!” umpat Willy ketika menyadari celana training yang dia pakai terasa basah, diikuti aroma amis. Willy sangat tahu dari mana asalnya, dan siapa yang menyebabkan. “Kenapa lo selalu nggak tahu kalau datang bulan? Dan hal ini terus terjadi berulang kali!” kesalnya pada Mia. Mia mengedikkan bahu, dia berdiri dengan santai. “Kalau aku tahu, kejadian ini nggak akan berulang, Will. Aku ke kamar mandi dulu kalau gitu.” Mia melangkah pergi, menghiraukan wajah kesal yang Willy pasang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD