Bab 4

1175 Words
Pertemuan keduanya sangat umum, dimulai dengan tak sengaja bertabrakan hingga keduanya mulai dekat. Willy yang menjadi pendengar untuk Mia yang sedang terpuruk lantaran keluarganya yang telah hancur, membuat Mia yang awalnya merasa sendiri sadar jika masih ada Willy yang berada di sampingnya . “Ya, walaupun Willy termasuk kategori cowok brengsk, cuma dia yang mau nampung dan pastiin kalau besok gue masih bisa makan juga hidup nyaman. Apa pun itu, dia tetap orang yang harus gue hargai, terlepas dari sikapnya yang berubah.” Tak ingin berlarut-larut mengingat nasibnya yang tak sebaik orang lain, Mia memilih bangkit dari tempat tidur dan melangkah menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya agar aroma percintaan yang menempel menghilang. *** Hampir setiap malam berlalu, tak satu pun malam yang Mia lewati tanpa berpesta di klub malam bersama Willy. Berpesta sudah seperti makanan pokok mereka. Seperti saat ini, diiringi suara musik yang berdentum kuat, Mia dan Willy duduk di salah satu sofa bersama teman dekat Willy dan pacarnya, sofa yang berada di antara lautan manusia yang sedang menggoyangkan tubuh mereka, melepas penat yang mereka dapat selama seharian ini. “Udah cukup, Will. Kalau aku mabuk, siapa yang mau nyetir nanti? Aku belum mau mati muda,” tolak Mia ketika untuk kesekian kalinya Willy menyodorkan gelas berisi wine. Willy pun tak ingin memaksa, dia meletakkan gelas tersebut kembali ke atas meja. “Udah mau lima tahun, nggak ada niatan mau ganti lo, Will?” seloroh salah satu teman Willy yang memiliki eyebrow piercing, membuat penampilan pria itu terlihat nakal. “Kalah lo sama gue, gue aja udah ganti berulang kali. Jadi penasaran gue, seenak apa dia sampai awet lima tahun,”lanjutnya dengan tawa yang mengikuti. “Nggak ada yang menarik selain dia. Lagian gue sama lo itu beda jauh, nggak perlu lo sama-samain,” sahut Willy. Pertanyaan yang teman Willy lontarkan itu sudah terjadi berulang kali, dan jawaban Willy tetap konsisten, membuat Mia merasa senang walaupun sikap pria itu sering kasar padanya. “Tck! Kalau gitu, gue pinjem, gue bener-bener penasaran, Njir! Lima tahun lho, nggak sebentar. Gila aja, gue aja yang tiga bulan udah ngerasa nggak enak lagi dipake,” ujarnya. “Kalau lo ajak t h r e e s o m e, ya, bakalan kendor, g o b l o k! F e t i s h lo aneh.” Keduanya lantas tertawa, seakan ucapan itu tak sedikit pun menyinggung satu sama lain. Topik pembicaraan itu memang sudah biasa, walaupun Rey, nama teman Willy, sering mengatakan ingin meminjam Mia, hal itu tidak benar-benar ingin Rey lakukan. Dia tentu tidak ingin merebut hal yang menjadi milik temannya sendiri. Rey sangat anti dengan kata merebut milik orang lain. “Kalau lo udah coba juga, lo bakalan candu,” ucapnya, kembali mengajak Willy untuk melakukan hal yang tak umum dilakukan. “Amit-amit!” “Bagus!” ucap seseorang dengan suara yang terdengar lebih keras daripada suara musik, membuat dua pasang anak manusia yang sedang duduk menengok ke sumber suara. Walaupun tempat hiburan malam itu hanya disinari oleh lampu disko yang hanya sesekali mengenai meja mereka, Mia masih dapat melihat dengan jelas wajah pria yang datang tanpa undangan. Perempuan yang memakai tube top hitam dan floral ruffles skirt berdiri dengan wajah kaku. “Sir,” lirihnya. “Lo kenal dia?” tanya Willy yang memang ikut berdiri. Mia menatap wajah Mike yang masih santai, namun tatapan matanya terlihat sangat tajam. “He’s my boss,” jawabnya lirih. “Bukankah saya meminta kamu untuk kembali ke rumah saya sore ini? Kamu tidak datang dan malah berpesta tanpa memberi kabar apa pun, kamu benar-benar tidak profesional, Mia!” ucap Mike dengan nada kesal yang kentara. “Jadi, lo bos pacar gue,” sahut Willy, membuat fokus Mike yang tertuju pada Mia beralih ada pria yang berdiri di samping perempuan itu. Mike tidak bereaksi apa pun selain alis yang terangkat. “Daripada lo bilang pacar gue nggak profesional, bukannya lo lebih kurang ajar dengan buat aturan nggak masuk akal? Lo kalau nggak mampu sewa j a l a n g nggak perlu ngakalin orang yang butuh kerja! Mia keluar dari posisi yang dia lamar, dia nggak butuh kerjaan itu!” “Saya tidak punya urusan apa pun dengan kamu, walaupun kamu pacar Mia atau bahkan suaminya sekalipun. Urusan saya dengan Mia, dan Mia sudah setuju dengan aturan itu. Saya juga sudah menegaskan kalau tidak ada s e x selama kontrak itu. Tidak perlu khawatir, saya akan memberi kabar jika Mia hamil anak saya. Itu tidak akan pernah terjadi! Saya juga tidak sudi menghamilinya,” ucap Mike, menatap rendah Mia yang hanya bisa diam. “Mia tidak bisa keluar dari pekerjaannya, apa pun alasannya. Jika dia memaksa untuk keluar, saya jamin dia tidak akan bisa mendapatkan pekerjaan apa pun, sekeras apa pun dia mencoba,” tambahnya. Tangan Willy mengepal dengan erat ketika setiap kata keluar dari mulut pria yang dia tahu bos Mia. Wajah pria itupun terlihat sangat sombong, membuat Willy muak hanya untuk melihatnya. Hingga kedua tangannya tak lagi bisa tetap berada di posisi yang seharusnya. “Sorry, selain sikap lo yang s o n g n g, wajah lo juga pantes dapet hadiah dari gue,” ucapnya dengan santai, lalu menarik Mia pergi dari sana. Mike menyentuh rahangnya yang terasa nyeri, kedua matanya menutup perlahan sebelum kembali terbuka dengan kedua bola mata yang kian menajam melihat lawan bicaranya. Mike memegang bagian belakang baju yang Willy pakai, membuat pria itu berbalik dan mendapat hadiah yang sama yang Willy berikan ada Mike tadi. Mike tak membiarkan Willy menikmati rasa nyeri yang dia dapat, pria dengan pakaian formal itu menarik kerah leher Willy, menariknya hingga wajah mereka sangat dekat. “Jaga sikap kamu, Willy Ferdian. Saya tahu rahasia besar yang kamu simpan, dan saya bisa menghancurkan perusahaan sebesar semut yang kamu pimpin. Daripada mencoba melawan saya, lebih baik menuruti keinginan saya dengan memberikan Mia pada saya. Tentunya kamu akan mendapatkan keuntungan dengan memberikan Mia pada saya.” “Lo pikir gue takut sama ancaman kosong lo?” tantang Willy saat dia tak sedikit pun merasa terancam dengan kalimat yang Mike ucapkan. Mike tersenyum menyeringai, dia semakin memangkas jarak yang tersisa hingga bibirnya sampai di dekat telinga Willy. Dengan nada yang teramat pelan, namun dapat Mike pastikan jika Willy mendengar setiap kata yang dia ucapkan. “Bagaimana?” ucapnya, kembali memberi jarak seperti tadi. Mike melepaskan cengkramannya, melangkah mundur dengan tangan terlipat di depan d a d a. Seperti teringat sesuatu, Mike mengambil dompet miliknya, mengeluarkan selembar kertas yang kemudian dia ulurkan pada Willy. “Hubungi saya setelah kamu membuat keputusan. Sayangnya, waktumu hanya sampai besok pagi. Lebih cepat lebih baik, bukan?” Mike lantas berlalu pergi dengan senyum tampan yang menghiasi wajahnya. Sedangkan Willy masih diam dengan mata yang tertuju pada kartu nama Mike. “Willy, kamu baik-baik saja?” tanya Mia yang khawatir dengan kondisi Willy. Willy melihat Mia, sebelum mengangguk. “Hm.” “Dia ngomong apa, Will? Lo kelihatan syok.” Rey turut bertanya setelah menjadi saksi dari keributan yang baru saja terjadi. Beruntung tak satu pun pengunjung club yang memusatkan perhatian pada mereka tadi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD