14. Penindasan yang sebenarnya (A)

1550 Words
Pyarrr!!!! Sherly berjingkat kaget ketika tiba - tiba sebuah pot bunga sebesar kepalan tangan pria dewasa jatuh dari lantai atas asrama nyaris mengenai kepalanya. Beruntung tempatnya berdiri berjarak beberapa centi dari jatuhnya pot itu. Jika bergeser sedikit saja, Sherly yakin kepalanya akan bocor tertimpas pot itu. Ya Tuhan. Sherly mengelus dadanya yang terasa berdebar kencang. Jantungnya nyaris copot saking terkejutnya. Wanita itu mendongak, mencari siapapun yang secara sengaja maupun tidak sengaja menjatuhkan pot bunga itu. Sialan. Apa - apa'an ini tadi? Orang yang dengan sembrono menjatuhkan pot, apa mereka memang sengaja ingin membunuhnya? Sherly menatap ke atas dan tidak menemukan seorangpun di sana. Siapapun penghuni asrama wanita yang membuat pot ini jatuh mungkin saja memang sengaja. Kemarin malam bahkan dirinya juga sempat mendapat teror. Jendela kamar asramanya diketuk - ketuk. Tak hanya satu, dua atau sepuluh kali ketukan, bahkan ketukan itu terjadi berulang - ulang yang awalnya pelan menjadi semakin kencang nyaris seperti seseorang yang memaksa masuk. Kemarin Sherly berusaha mengacuhkannya, tak menghiruakan siapapun orang yang dengan kurang kerjaan menakut - nakutinya seperti itu. Dan tak hanya teror ketukan, sebuah kertas bertuliskan 'CEPAT KELUAR DARI SINI!' tiba - tiba tertempel di depan pintu kamarnya. Bahkan tulisan itu ditulis menggunakan cat merah. Ahh tidak, lebih tepatnya mereka menuliskannya menggunakan darah. Benar - benar frikk. Bibir Sherly menipis. Tangannya terkepal sampai buku - buku jarinya terlihat. Aksi bullyng ini semakin lama semakin keterlaluan saja. Bahkan Leon dan anak buahnya sudah melakukan penindasan sampai ke asramanya. Mereka benar - benar anak - anak yang nakal, tidak memiliki sopan santun, hati nurani dan jahat. Sherly yakin setelah ini, di sekolah pasti akan ada hal yang mengejutkan lain untuknya. "Ini benar - benar tidak bisa dibiarkan." Gumam Sherly menatap pot berwarna cokelat yang terbuat dari tanah liat pecah tak berdaya di lantai. Sementara Sabin yang baru tiba dan sempat melihat peristiwa jatuhnya pot itu hanya terdiam. Ia bergidik ngeri, tak habis pikir bahwa level penindasan yang Leon lakukan akan semakin meningkat dengan cepat. "Ce... Cecil, kau baik - baik saja? Bagaimana jika hari ini kau beristirahat, aku akan mengabsenkanmu." "Tidak." Jawab Sherly. Wanita itu memajamkan mata sejenak kemudian menghela nafas, "Aku akan menghadapinya." Semakin ia menunda, kesempatannya mencari Demi human juga akan semakin lama. Dia ingin segera menemukan sosok itu, dengan begitu dirinya bisa segera pergi dari tempat menyebalkan ini. *** Sepi. Entah kenapa atmosfer di sepanjang asrama wanita menuju ke gedung sekolah terasa begitu suram. Para murid yang biasanya berlalu lalang juga tidak ada. Hanya ada semilir angin serta suara dedaunan yang bertebaran tertiup angin. Makhluk hidup yang berjalan menuju sekolah hanya dirinya dan Sabin. Kemana semua orang? Apa mereka datang terlalu pagi? 'Hmmm. Ini aneh bukan?' Sherly menipiskan bibir. Manik kelamnya diam - diam bergulir, melirik ke kanan dan ke kiri. Entah kenapa firasatnya menjadi tidak enak, serta sedari tadi di sepanjang dirinya berjalan dari asrama wanita menuju gedung sekolah, seperti ada beberapa orang yang mengawasinya secara sembunyi - sembunyi. "Kenapa sepi sekali? Apa kita datang terlalu pagi?" Sabin bergumam. Sama seperti Sherly, ia tentu saja juga merasakan suasana yang lain. Dirinya menoleh ke kanan dan ke kiri namun tetap tidak menemukan siapapun. "Tidak mungkin kita datang terlalu pagi kan?" Sabin kembali berseru. Dia melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Seharusnya di jam seperti ini anak - anak yang lain juga sudah berangkat. "Atau hari ini ada pelatihan pagi?" Sabin menggeleng. "Tidak mungkin aku lupa kan?" Ia berceloteh sendiri. Kebingungngan sembari membuka tasnya lalu melihat buku bersampul merah muda yang merupakan catatan pentingnya. Dia adalah anak yang rajin. Setiap pengumuman atau hal sekecil apapun yang berkaitan dengan kegiatan sekolah, ia pasti akan mencatatnya baik - baik di buku catatannya, terlebih hal yang berkaitan mengenai jadwal pelajaran maupun kegiatan. Sabin pasti akan menghafalnya. Jumat pagi seingatnya tidak ada jadwal lapangan apapun. Pikirnya. Dan benar saja, di buku catatannya juga memang tak ada. Tetapi kenapa sepi sekali? Atau jangan - jangan kondisi ini berkaitan dengan kepulangan pasukan Black Militer yang sempat bertugas di luar Distrik? Ataukah … “Kau tahu Sabin, perasaanku tidak enak sekarang.” Sherly berkata. Langkahnya ia hentikan. Mereka kini berdiri di area taman menuju gedung sekolah. Tadi sekilas, ia seperti melihat bayangan seseorang yang tengah berlari di aula gedung. Entah itu hanya delusinya atau memang kenyataan. Tapi mengingat peristiwa yang sejak kemarin ia alami membuat Sherly merasa harus waspada. Demi Tuhan, akan sangat lucu jika dirinya yang lebih tua dikerjai oleh anak - anak di sini. “Ku rasa Leon merencanakan sesuatu padaku.” Imbuhnya. Sabin yang ada di sampingnya sontak tercekat. Ia langsung merangkul tasnya erat dan memepet Sherly. Bukannya ia ketakutan, hanya saja diia ingin melindungi temannya ini. Bukankah Sherly perlu dilindungi? “Tenang Cecil, aku akan melindungimu.” CK. Bukankah dia yang lebih ketakutan? Sherly melirik Sabin dan diam - diam mencibir. Terkadang anak di sampingnya ini sangat lucu. Dia bilang ingin melindunginya tetapi dia sendiri yang gemetar. Gadis itu memang tipe orang yang terkadang percaya diri. Haha. Tapi tak apa - apa, setidaknya dia adalah anak yang waras di antara anak - anak yang lain di sini. Dan demi Tuhan, sesungguhnya ia juga sedikit ketakutan sekarang. Takut bahwa Leon akan membullynya dengan hal yang sangat ekstream semacam menggunakan kekuatannya untuk menyakitinya. Memikirkan itu, tanpa sadar peluhnya bercucuran. Sherly juga ikut merapatkan tubuhnya. Dia menggandeng lengan Sabin dan hati - hati kembali melangkah. “Cecil, kenapa suasananya horor sekali ya?” “Aku juga merasa seperti itu.” Timpal Sherly, pandagannya berguliir ke kanan dan kiri dengan waspada, dan jantungnya kembali tersentak kala sekali lagi dia melihat bayangan orang yang melesat dari puing - puing bangunan. Bagai hantu saja. Apa - apa’an itu? Mereka sengaja menakut - nakutinya? Dan….. TAP…. TAP…. TAP…. TAP…. TAP…… Jantung Sherly nyaris keluar dari tempatnya kala tiba - tiba seseorang berlari secepat kilat dari arah belakangnya. Saking cepatnya sampai mereka tidak mengetahui siapa orang yang berlari lalu menabrak mereka hingga pegangannya di lengan Sabin terlepas. BRUKKKKKKKKKK!!!! Mereka terlempar jatuh. Sherly duduk tersungkur di aspal, menunduk, mengatur degup jantungnya yang sedari tadi berdetak tak karuan, nafasnya terengah saking terkejutnya. Perlahan ia mengangkat kepala dan tak melihat apapun di depannya. Seseorang yang menabraknya tadi sudah menghilang. Benar - benar seperti hantu. Sherly kemudian menoleh guna melihat kondisi Sabin, tetapi anak yang beberapa detik yang lalu berada di sampingnya telah menghilang entah kemana. Sherly membeliak kaget, “Sabin, Sabin, kau dimana?” Wanita itu mengedarkan pandang. Mencari keberadaan temannya, namun dia tak menemukan jejak Sabin lagi. Tak bisa dipungkiri ia menjadi merinding sekarang. Jelas, semua murid - murid di sini sepakat untuk menakut - nakutinya. Memberinya teror agar dirinya tertekan dan segera angkat kaki dari sekolahan ini. Ya, target mereka adalah dirinya bukan Sabin. Baiklah, dia memang harus menghadapi ini sendiri. Sabin sudah pernah ditindas dan dirinya memang tidak boleh melibatkan anak baik itu bukan? Hmmm… Perlahan Sherly berdiri, mengambil tasnya yang sempat jatuh kemudian menentengnya. Bibirnya menipis, tangannya terkepal, dia memejamkan mata sejenak setelah mengatur jantungnya yang perlahan - lahan mulai kembali normal. Dia tidak boleh kalah dengan anak - anak ini bukan? Gadis itu lalu kembali melangkah dan langkahnya tertuju ke tengah lapangan. Ia lalu berhenti di sana, sengaja berada di lapangan terbuka. Tak peduli roknya kotor terkena tanah, ia mendudukan dirinya di sana. Membuka tasnya, mengambil sebuah kertas dan spidol. Sherly lalu dengan serius menuliskan sesuatu di sana. *** “Hoo, apa yang wanita itu lakukan?” Sebastian yang sedari tadi berdiri di atas balkon gedung sekolah tiba - tiba menatap antusias kala anak baru yang sengaja dikucilkan dan ditakut - takuti tiba - tiba berjalan ke lapangan lalu berhenti tepat di tengah - tengah. Gadis itu malah dengan tenang duduk di sana lalu menuliskan sesuatu. Leon yang sedari tadi duduk tenang bersandar di sudut dinding tiba - tiba ikut berdiri. Keningnya berkerut memperhatikan apa yang gadis itu lakukan di sana. Sementara Maxwell juga ikut - ikut’an berdiri, sebelah alisnya terangkat melihat tingkah anak baru itu. “Ada apa dengan wanita itu?” Leon bertanya. Kedua temannya hanya mengangkat bahu. Juga tak mengerti. Lalu beberapa detik kemudian, Sherly mengangkat kertas yang ditulisnya tadi dan seketika membuat mata Leon melebar. Kertas itu adalah kertas peringatan yang sengaja ditempel di depan pintu kamar Sherly. Selembar kertas seukuran pamflet yang ditulis menggunakan darah binatang yang berisi kalimat 'CEPAT KELUAR DARI SINI!' tetapi kini gadis itu menambahkan kalimat lain di sana. Menggunakan spidol berwarna merah dan ditulis dengan ukuran besar. Sengaja agar siapapun yang mengawasinya dapat membacanya dengan jelas. Kalimat itu berisi……. ‘CEPAT KELUAR DARI SANA! LEON HASSEL, AKU TAHU KAU SELALU MEMPERHATIKANKU.’ What? Suara tawa meledak dari bibir Sebastian. Dia menggeleng tak percaya ada seorang wanita yang tiba - tiba dengan berani menuliskan kalimat yang seolah bernada bahwa Leon Hassel jatuh cinta padanya. Anak baru bernama Cecil itu cukup cerdas rupanya dan lihatlah sekarang, wajah temannya sudah merah padam. Leon menggertakkan rahangnya dengan ekspresi yang sudah bersungut - sungut. Ohh, ini pertama kalinya dia mendapati ekspresi Leon yang seperti ini. “Gadis itu benar - benar menyebalkan.” Desis Leon. Lelaki itu seketika melocat dan melesat menuju tengah lapang. Sherly tentu saja tersentak ketika sosok yang dimaksud di kertas itu tiba - tiba telah muncul di depannya. Wanita itu segera berdiri saat Leon menatapnya dengan aura permusuhan yang sangat kental. Sherly sadar bahwa sekali lagi ia telah menyulut emosi lelaki itu. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD