Bab 14 - Morning Sickness

1203 Words
Bangun tidur saja, pikiran Alin langsung tertuju pada kejadian tadi malam saat dirinya secara tidak sengaja mendengar Dewi bermesraan dengan pria lain di kamar. Alin memang hampir tidak pernah berpacaran karena kekhawatiran berlebihan orangtua dan kakaknya, tapi ia tidak sepolos itu yang tidak tahu apa yang Dewi lakukan bersama selingkuhannya semalam. Sungguh, apa yang Dewi lakukan sangatlah tidak bermoral. Perselingkuhannya pun sudah sangat jauh dan di luar batas sehingga sulit untuk dimaafkan. Tidak ada toleransi sedikit pun. Ah, matahari bahkan sudah menerobos masuk ke kamar Alin. Jika dirinya terus menerus memikirkan tentang hal gila yang Dewi lakukan, Alin hanya akan membuang waktu. Ya, seharusnya ia siap-siap untuk pergi dengan Bayu. Ini adalah pertama kalinya Alin bepergian dengan pria hanya berdua, terlebih ini bukan di kampung halamannya. Itu sebabnya Alin memilih tidak meminta izin baik pada Rio maupun Dewi. Nakal sedikit boleh, kan? Lagi pula Alin tidak akan macam-macam dengan Bayu. Ia masih punya akal sehat. Diliriknya jam dinding kamar yang kini menunjukkan pukul delapan pagi. Tidur terlampau malam memang membuatnya bangun lebih siang. Kalau jam segini, seharusnya Rio maupun Dewi sudah meninggalkan rumah sehingga hanya ada Alin sendirian. Tentunya Alin akan lebih nyaman melakukan apa pun, terutama kalau kakak iparnya tidak ada di rumah ini. Berhubung tidak ada Dewi, dengan merasa bebas Alin memilih sarapan dulu daripada mandi. Toh masih ada waktu dua jam dari jadwalnya pergi bersama Bayu. Turun ke lantai satu menuju dapur, Alin dikejutkan dengan kehadiran Dewi di ruang TV. Tunggu, kenapa Dewi masih di rumah pada jam segini? Kakak iparnya itu bahkan mengenakan pakaian santai, tidak seperti penampilan orang yang hendak pergi. "Kenapa muka kamu kaget gitu lihat Mbak? Kayak habis lihat hantu aja," tanya Dewi seolah mengerti apa yang Alin rasakan. "Aku kira Mbak pergi ke toko," jawab Alin berusaha bersikap biasa saja. "Mbak lagi nggak enak badan, mual-mual terus. Sebenarnya kurang lebih udah semingguan begini, sih. Cuma pagi ini serasa lebih parah. Makanya memutuskan nggak ke toko," jelas Dewi yang tentu membuat Alin tercengang. Alin tidak menyangka Dewi akan blak-blakan cerita sepanjang itu. "Mual?" tanya Alin yang tiba-tiba teringat sesuatu. Morning sickness! Ya, Sona semalam sempat browsing tentang ini. Alin melihat sendiri dengan jelas. Tapi apakah benar segala keluhan yang Dewi rasakan yakibat morning sickness ketika hamil muda? Mungkinkah Dewi sedang hamil sekarang? "Mbak Dewi sakit?" Jika saja bukan karena rasa curiga, Alin tidak akan bertanya hal seperti ini. "Iya, kayaknya begitu." "Sakit apa?" Alin bertanya lagi. Alin tahu, Dewi tampak terkejut dengan pertanyaannya. Wajar, pasti kakak iparnya itu antara percaya dan tidak percaya kalau Alin bertanya tentang kondisi kesehatannya. "Jangan kepedean. Aku begini karena curiga!" batin Alin. "Enggak tahu pasti, soalnya belum ke dokter." "Kenapa belum?" Dewi mengernyit. Semoga jangan sampai curiga kalau Alin sedang memastikan sesuatu. "Soalnya sakitnya datang kalau pagi aja. Mbak pun heran." "Apa mungkin Mbak Dewi hamil?" Dewi tampak tertawa sejenak. Sepertinya wanita itu tidak menyangka Alin akan mengajaknya membahas tentang ini. "Enggak mungkin, Lin. Tapi nggak apa-apa. Mbak aminkan doamu. Apalagi Mas Rio sejujurnya pengen banget punya momongan." Andai Alin bisa menyinggung tentang perselingkuhan Dewi. Sayangnya ia hanya bisa pura-pura tidak tahu sampai bukti berada di tangan. "Tapi kamu tumben nanya-nanya? Mbak jadi terharu." "Katanya pengen akrab, selayaknya kakak dan adik ipar," balas Alin terpaksa. Dewi tersenyum. "Bagus deh kalau begitu. Mas Rio pasti seneng banget kalau tahu kamu mau ngobrol lama sama Mbak. Kamu bahkan kelihatan khawatir sama kondisi Mbak. Makasih ya, Alin. Mbak anggap ini permulaan yang baik bagi hubungan kita." Dewi yang mual-mual, kenapa jadi Alin yang ingin muntah? Ya, lebih tepatnya muntah karena harus berpura-pura bodoh di hadapan Dewi. "Berhubung kita mulai akrab, bisakah Mbak Dewi berpihak sama aku?" tanya Alin hati-hati. "Berpihak gimana, Lin?" "Hari ini aku pengen pergi jalan-jalan. Bisakah Mbak Dewi nggak perlu bilang sama Mas Rio?" "Memangnya mau ke mana? Terus sama siapa, Lin?" "Pokoknya jalan-jalan ke tempat yang belum aku datangi. Ah, lagian aku baru di sini. Wajar kalau banyak tempat yang perlu aku datangi. Itung-itung ngafalin tempat-tempat di daerah sini supaya nggak nyasar kalau sewaktu-waktu pergi," jelas Alin panjang lebar. Sengaja. "Sama siapa, Lin?" Pertanyaan Dewi bak sedang menginterogasi membuat Alin merasa Dewi seperti kakak ipar sungguhan. Jika saja Alin tidak ingat perselingkuhan wanita itu, mungkin Alin akan sedikit bersimpatik padanya. "Jadi, ternyata tetangga di depan rumah itu kakak kelasku waktu SMA. Dia ngajak aku jalan-jalan. Tenang aja, dia baik kok. Enggak akan aneh-aneh." Padahal Alin tidak yakin dengan perkataannya lantaran belum terlalu mengenal Bayu. "Kalau nggak akan aneh-aneh, kenapa harus sembunyi-sembunyi dari Mas Rio? Kenapa Mbak nggak boleh bilang?" Astaga.... "Memangnya laki-laki atau perempuan, Lin?" tanya Dewi lagi. Haruskah Alin berbohong saja? Dewi kemudian menebak, "Pasti laki-laki, makanya kamu nggak mau Mas Rio tahu." "Katanya mau akrab, jangan bilang sama Mas Rio dong." "Hmm, gimana ya?" "Please...." Lagi-lagi Alin mengatakannya dengan terpaksa. Ia tidak pernah membayangkan akan memohon pada seorang Dewi. "Ini pertama kalinya kamu punya permintaan sama Mbak, jadi untuk sekarang Mbak izinkan dan nggak akan lapor Mas Rio, kok. Dengan catatan jangan aneh-aneh." Haruskah Alin berterima kasih? Kenapa untuk mengatakannya berat sekali. Rasanya tidak rela meskipun sekadar pura-pura. "Kamu nggak perlu berterima kasih, kok. Anggap aja ini salah satu cara Mbak meminta maaf sama kamu," tambah Dewi. "Tetap aja seharusnya aku berterima kasih, Mbak." Oke, mulai sekarang Alin memutuskan akan berpura-pura baik pada Dewi. Dewi tersenyum. "Tapi ingat, pulangnya jangan lama-lama. Jangan sampai ketahuan Mas Rio. Kalau kakakmu tahu, Mbak juga ikut kena soalnya." "Tenang, nggak akan sampai malam, kok." "Memangnya berangkat jam berapa, Lin?" "Rencananya jam sepuluhan, Mbak." Dewi lalu menoleh ke arah jam dinding. "Masih lama. Kamu makan dulu aja, Lin." "Iya, ini rencananya juga mau makan." "Baguslah, maaf ya Mbak nggak bisa nemenin. Mbak nggak nafsu makan." "Aku rasa Mbak beneran hamil deh. Coba testpack dulu." Alin jadi gemas sendiri. Gejala hamil sudah ada sejak seminggu lalu, bisa-bisanya Dewi belum memeriksanya setidaknya menggunakan testpack. Selain itu, apa kabar dengan periode datang bulan Dewi? "Sejujurnya Mbak baru kepikiran hamil hari ini. Makanya Mbak akan mengetesnya besok pagi. Kalau pakai testpack bagusnya, kan, pakai urin pertama." "Oke, semoga mendapat kabar yang diinginkan ya, Mbak." Awas saja. Jika Dewi sungguh hamil, dan perselingkuhannya bahkan sudah sejauh itu ... bukankah akan timbul permasalahan baru? Tentang siapa ayah dari janin yang dikandungnya. Bukankah wajar kalau Alin mempertanyakan karena belum tentu itu anak Rio. Alin baru saja hendak meninggalkan ruang TV menuju dapur, tiba-tiba ia menyadari satu hal. Meskipun TV menyala, tapi sepertinya Dewi sedang membaca novel yang semalam wanita itu baca. "Itu novel apa, Mbak?" Sejenak Alin mengurungkan niatnya menuju dapur. "Oh, ini, karya Scarlett Faulina. Mbak suka banget sama novel-novelnya. Sayangnya Mbak nggak bisa mengoleksinya, padahal karyanya banyak banget." "Kenapa nggak bisa ngoleksi?" "Mbak nggak bisa ngerawatnya," kekeh Dewi. "Punya koleksi buku itu mesti rajin ngerawatnya, Lin. Jangan sampai kotor, berdebu, kena rayap. Ah, pokoknya ribet deh. Selain nggak bisa, Mbak juga nggak ada waktu untuk itu." Jika Dewi tidak mengoleksinya, seharusnya Alin bertanya kalau buku di tangan Dewi itu milik siapa. Sayangnya Alin merasa pertanyaan itu terlampau berlebihan. Ia tidak ingin Dewi curiga. Ya, jangan sampai Dewi menyadari kalau Alin sedang mencurigainya sekaligus mencari tahu siapa pria semalam. Namun, tampaknya berbagai bukti dan petunjuk terus mengarah pada Sona. Astaga, benarkah Dewi berselingkuh dengan Sona?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD