Bab 13 - Pria yang Bermesraan dengan Kakak Ipar

1337 Words
Sona mematikan rokoknya lalu meletakkan puntungnya pada asbak di hadapannya. Ia memang sudah tahu Alin bersebelahan kamar dengannya semenjak wanita itu pindah. Namun, baru sekarang mereka bertemu langsung di balkon seperti ini. Terlebih ini sudah tengah malam. Sona awalnya agak terkejut saat Alin tiba-tiba keluar kamar menuju balkon, tapi ia pura-pura tidak melihat wanita itu dan memilih fokus menatap ke bawah sana. Sona bahkan sadar betul kalau selama beberapa saat Alin menatapnya. Sona pikir Alin akan langsung kembali masuk, apalagi dengan penampilannya yang seperti ini seharusnya Alin tidak punya alasan untuk berada di dekatnya lebih lama. Namun, rupanya wanita itu malah mendekat. "Mas Sona belum tidur?" tanya Alin tiba-tiba. Sona tidak menjawab. Sengaja. Sejak dulu ia memang paling malas merespons pertanyaan yang sudah jelas jawabannya. Bagi Sona, pertanyaan yang sudah jelas jawabannya tidak ada bedanya dengan basa-basi yang hanya membuang waktu. Mungkin itu salah satu alasan yang membuat orang-orang menganggap Sona adalah pria judes. Tentu saja Alin kesal, tapi kali ini ia berusaha sekuat tenaga untuk tidak terlalu menunjukkannya. Sebenarnya Alin terpaksa bertanya. Jujur saja, ia merasa curiga pada Sona. Sejak beberapa detik yang lalu pria itu menjadi tersangka selingkuhan Dewi. Untuk itu, Alin memberanikan diri bertanya. "Tadi saat Mas Sona bilang mau ke minimarket buat beli camilan ... apa Mas benar-benar pergi ke sana?" tanya Alin lagi. Salah satu yang menurutnya janggal adalah ketika Sona mengatakan hendak membeli camilan, padahal jelas-jelas tadi siang pria itu sudah membelinya cukup banyak. Alin jadi curiga, jangan-jangan itu hanyalah alasan karena sebenarnya Sona pergi menemui Dewi. Sona mengernyit. "Maksudnya apa nanya begitu? Apa nggak ada pertanyaan yang lebih penting?" balas Sona tanpa menoleh pada Alin. "Tinggal jawab aja, apa susahnya," balas Alin, lebih mirip gumaman. Tapi sepertinya Sona bisa mendengarnya dengan jelas. "Emang ada urusan apa sampai lo penasaran gue jadi beli camilan atau nggak?" "Ya ... aku kira Mas Sona ke mana lagi, gitu." "Ke mana maksudnya?" cecar Sona. Sial. Kenapa Alin jadi gugup begini? Bukankah seharusnya ia biasa saja. Selain itu, seharusnya Sonalah yang Alin interogasi, bukan malah sebaliknya Sona yang mencecar Alin dengan berbagai pertanyaan. "Lo kira gue datang ke rumah lo?" tambah Sona. Tentu saja Alin terkejut. Ia memang berpikiran demikian, tapi serius Sona menanyakannya? Apa ini kebetulan? Lagi? Sona berbicara lagi, "Gue nggak mungkin datang ke rumah lo. Lo, kan, nggak punya rumah. Itu rumah Mas Rio sama Mbak Dewi, kan?" "Ma-maksudku ... apa Mas Sona datang ke rumah Mas Rio sama Mbak Dewi?" "Mau ngapain?" "Ya ... mana aku tahu. Makanya aku nanya, apa Mas Sona nggak jadi ke minimarket, melainkan datang ke rumah Mas Rio." Sona menggeleng tidak habis pikir. "Aneh banget. Lo kira gue ada urusan apa datang ke situ?" "Tentu selingkuh sama Mbak Dewi," jawab Alin dalam hati. "Kenapa lo bisa berpikir gue datang ke situ? Lagian lo juga, kan, tinggal di rumah itu. Emangnya lo lihat gue datang, sampai-sampai berpikir se-enggak masuk akal gitu?" Alin terdiam. Namun batinnya terus berbicara, "Mas Sona tentu nggak mungkin ngaku!" Ya, entah kenapa Alin justru makin curiga. Dugaannya semakin kuat bahwa Sona bermain api dengan kakak iparnya. Alin berjanji akan mencari tahu lebih lanjut sampai semuanya benar-benar terbongkar. Sumpah demi apa pun, Alin tidak rela jika sang kakak dikhianati terlebih oleh Dewi yang merupakan nenek lampir baginya. Sampai tadi sore Alin masih berprinsip akan menjauhi Sona. Namun, demi Rio ia rela mencari tahu siapa selingkuhan kakak iparnya. Dan langkah pertama yang harus Alin lakukan adalah ... menyelidiki Sona. Menyelidiki dengan cara mendekatinya. Baiklah, Alin akan melakukan itu. Selama beberapa saat tidak ada interaksi antara Sona dan Alin. Sampai kemudian Alin memberanikan diri bertanya, "Mas Sona ngapain malam-malam di sini? Apalagi nggak pakai baju." Astaga ... Alin baru ingat bahwa pria di dekatnya masih berpenampilan yang tidak seharusnya dipandang. "Sejak kapan lo mau tahu urusan gue, sih? Lo bisa, kan, anggap gue nggak ada. Mari urus urusan masing-masing tanpa saling mengusik." "Aku, kan, cuma nanya doang." "Gue nggak punya kewajiban menjawab, kan?" Lagi, Alin terdiam dan memilih tidak menjawab pertanyaan Sona. Sona memang konsisten menciptakan rasa kesal dalam hati Alin. Awas saja, Alin berjanji jika Sona sungguh berselingkuh dengan Dewi, ia akan membuat pria itu menyesal seumur hidupnya. Jika benar, Alin yakin semuanya akan terungkap. Bukti akan didapatkannya. "Mas Sona...." "Apa lagi?!" Sona bertanya dengan nada kesalnya. "Buat yang tadi, bisakah Mas Sona lupain aja? Tentang omongan melantur aku tadi pas beresin rak buku." Sejujurnya Alin sengaja mengatakan ini untuk memancing Sona. "Omongan yang mana?" "Saat aku melantur tentang Mbak Dewi." "Gue nggak ngerti omongan lo." Alin yakin Sona pasti pura-pura. "Astaga, Mas Sona masa lupa? Bukannya tadi pas mau pulang Mas Sona sampai manggil aku lagi buat bilang tentang ini." "Tadi katanya suruh lupain. Sekarang lo pengen gue inget?" Ya Tuhan. Andai bisa, Alin ingin menjotos wajah tampan Sona. Dasar menyebalkan! "Ya udah intinya anggap aja Mas nggak dengar apa-apa tadi." Bersamaan dengan itu, dering ponsel Alin terdengar sampai ke balkon. Alin secepatnya masuk ke kamar untuk melihat siapa yang meneleponnya saat larut malam seperti ini. Di kamar, Alin mengernyit saat mendapati tulisan 'Kak Bayu' terpampang di layar ponselnya. Untuk apa tetangga barunya itu menelepon di jam yang sangat tidak wajar begini? Meski awalnya enggan untuk mengangkat, Alin akhirnya menggeser layar ke warna hijau. "Ha-halo?" sapa Alin ragu-ragu. "Alin, kenapa belum tidur?" "Kok tahu?" "Ya ini buktinya angkat telepon." Bayu di ujung sana pun terkekeh. "Aku tadi lihat kamu lagi berdiri di balkon, makanya aku nelepon. Kamu lagi ngapain? Ini udah malam loh," sambungnya yang sontak membuat Alin kembali ke balkon untuk mencari keberadaan Bayu. Rupanya Bayu juga sedang berdiri di balkon, tepatnya balkon rumah Bayu tepat berhadapan dengan rumah Sona. Tapi Alin bisa melihatnya dengan jelas dengan mata normalnya. Pria itu tampak melambaikan tangan ke arah Alin. Detik itu juga Alin menyadari kalau Sona sudah tidak ada di sana. Mungkin sudah masuk ke kamarnya. "Kamu lagi apa, Alin?" Suara Bayu di ujung telepon sana kembali membuyarkan segala pemikiran Alin. "Kenapa belum tidur?" "Sebenarnya udah tidur, tapi kebangun lagi." "Loh, ada masalah?" "Enggak kok, cuma tiba-tiba kebangun aja." "Kirain ada masalah, soalnya tadi kamu tiba-tiba pergi sama Sona. Kalau boleh tahu, dia tadi mau ngapain? Kok tiba-tiba pengen bicara sama kamu. Sejujurnya aku nggak nyangka kalau kalian saling kenal karena kamu baru beberapa hari di sini." Sepertinya Sona dan Bayu sangatlah berbanding terbalik sifatnya. Terlebih dalam hal berbicara. Bayu cenderung to the point, bicara ramah dan panjang lebar, sedangkan Sona sebaliknya. Alin sampai bingung harus merespons dari mana dulu karena Bayu berbicara sepanjang itu. "Udahlah, nggak penting kenapa kamu dan Sona bisa saling kenal. Ngomong-ngomong kamu belum jawab pertanyaanku yang tadi." "Pertanyaan yang mana?" "Besok jalan-jalan, yuk. Aku siap antar kamu ke mana aja." "Emangnya Kak Bayu nggak sibuk?" "Enggak, kok. Gimana? Mau, kan?" Selama beberapa saat Alin berpikir, besok dirinya memang tidak punya kegiatan apa-apa. Ia rasa tidak ada salahnya pergi dengan Bayu. Selain karena pria itu pernah satu sekolah dengannya, Bayu juga merupakan tetangga barunya. Rasanya dua alasan itu cukup untuk membuat Alin percaya kalau Bayu bukanlah pria jahat. Dan yang terpenting ... Alin bisa sekalian mengorek informasi tentang perselingkuhan Dewi. Siapa tahu saja Bayu bisa memberinya petunjuk walaupun secuil. "Boleh, kebetulan besok aku nggak ada kegiatan apa-apa," jawab Alin akhirnya. "Sip. Besok pagi jam sepuluhan siap, kan?" "Jadi jam sepuluhan, nih? Baiklah kalau begitu, aku usahakan siap tepat waktu." Setelah itu, baik Alin maupun Bayu memutuskan mengakhiri sambungan telepon mereka. Terlebih malam semakin larut. Angin pun semakin terasa dingin. Tanpa Alin ketahui, sebenarnya tadi Sona mendengar pembicaraan Alin dengan Bayu via telepon karena pria itu belum benar-benar masuk ke kamarnya. Sebelum masuk, Alin membalas lambaian tangan Bayu. Sampai pada akhirnya wanita itu benar-benar masuk dan mengunci pintunya. Alin berjanji akan mencari tahu sampai ke akar-akarnya siapa pria yang menjadi selingkuhan Dewi. Entah itu Sona maupun pria lain, Alin tidak akan memberi ampun. Ia sangat tidak rela sang kakak diselingkuhi! Apakah dugaannya benar bahwa Sonalah pria yang semalam bermesraan dengan kakak iparnya? Cepat atau lambat, Alin akan tahu jawabannya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD