Nabila masih sangat muda dan cantik, keberadaan satu orang anak tidak akan membuat Sunan keberatan. Sunan juga sudah beberapa tahun menduda, dia bukan hanya butuh pendamping untuk membesarkan anaknya, Sunan juga butuh wanita utuk kembali menemani malam-malamnya. Pria manapun pasti juga akan menginginkan wanita cantik dan masih muda. Usia sunan sekarang 37 tahu sedangkan Nabila 28 tahu selisih sembilan tahun masih bisa sangat terkejar dalam pernikahan.
"Maaf jika kedatanganku mengejutkan," Sunan masih tersenyum.
"Tidak apa-apa Mas." Nabila jadi bingung harus mengucapkan apa dan tiba-tiba jadi seperti pengecut hanya untuk balas menatap pria di hadapannya.
Sunan kelihatan tidak sungkan sama sekali untuk terus terang memperhatikan Nabila dan menyukainya dengan jujur. Sunan tidak hanya menyukai kecantikan parasnya tapi juga kecantikan sikapnya yang lembut serta keibuan.
"Apa boleh nanti kuantar pulang?" tanya Sunan sambil mengetuk-ngetukkan ujung jari di atas meja resepsionis.
"Ini belum waktunya pulang Mas?"
"Jam berapa?"
"Jam lima," jawab Nabila agak pelan karena malu di dengar karyawan lainya.
Sunan segera menengok arloji di pergelangan tangannya. "Tiga puluh lima menit lagi, tidak apa-apa aku akan menunggu."
Sunan kembali tersenyum dan Nabila gugup karena tidak bisa membayangkan apa yang bakal dilakukan pria itu selama tiga puluh lima menit menunggunya di salon kecantikan yang pelanggannya seratus persen wanita. Memang disediakan sofa cukup nyaman untuk pelanggan yang biasanya juga menunggu antrian, tapi rasanya tetap aneh membayangkan pria seperti Sunan harus ikut menunggu di sana.
"Apa tidak apa-apa Mas?" tanya Nabila ragu-ragu.
"Tidak masalah." Sunan masih sangat santai kemudian melambai pada putra Nabila . "Kemari Bagas!"
Anak laki-laki kecil itu juga langsung berlari mengitari meja resepsionis untuk menghampiri Sunan yang sudah menyambutnya dengan mengulurkan lengan.
"Ayo jagoan!"
Bagas yang biasa cepat akrap dengan orang baru juga langsung melompat ke gendongan Sunan yang mengangkatnya seperti benda ringan. Karena Sunan juga memiliki anak laki-laki jadi kelihatan sekali jika dia memang sering bermain dengan anak-anak. Sunan mambawa Bagas untuk duduk di sofa.
"Jangan ganggu bunda, duduk di sini dulu sama om Sunan." Sunan kembali menaikkan Bagas yang mulai merosot ingin kabur ke atas pangkuannya. Sunan menyalakan ponsel untuk menarik perhatian anak laki-laki itu agar diam.
"Kau suka Tayo atau Ipin dan Upin?"
Bahkan Sunan tahu jenis video kesukaan anak-anak. Bagas baru berumur satu setengah tahun, sebenarnya belum paham dengan apa kemauannya sendiri. Sunan membiarkan anak laki-laki kecil itu mengacak-acak sendiri pilihan video di layar ponselnya yang mahal. Mustahil jika Nabila tidak tersentuh dengan perhatian Sunan terhadap putranya, apa lagi jika laki-laki itu juga tampan. Sunan memang tampan, sangat tampan di usia yang juga sudah matang.
"Ini Abang Azil." Sunan menunjukkan foto putranya. "Nanti lain kali Bagas main bareng Abang Azil kalau bunda mau." Sunan juga sengaja mengucapkannya sambil melirik Nabila yang jadi bingung harus bagaiman menanggapi ajakan tidak langsung itu.
Nabila baru bertemu Sunan hari ini tapi pria itu memang sangat pandai menarik perhatian. Ibu manapun pasti akan langsung menaruh simpati pada laki-laki yang bisa memberi perhatian pada putranya, bahkan Riko pun tidak pernah lagi mengajak Bagas bermain seperti itu. Sunan benar-benar menunggu sampai jam lima untuk mengantar Nabila pulang.
"Kalian mau langsung pulang atau kita makan dulu?" tanya Sunan begitu Bagas dan Nabila sudah ikut duduk di dalam mobilnya.
"Langsung pulang aja Mas, sudah sore kasihan ibu jika aku pulang kemalaman."
"Mungkin lain kali kita bisa keluar bareng-bareng di hari libur." Sunan benar-benar gerak cepat untuk terus menodong Nabila. "Bagaiman jika akhir pekan ini?"
"Sepertinya aku tidak bisa karena sudah ada janji sama Moy dan teman-teman." Nabila ingat sudah janjian bareng Moy dan Elice.
"Sabtu atau Minggu?" Sunan langsung memastikan.
"Aku belum tahu pasti Mas."
"Beri tahu aku jika sudah pasti, jadwalku kosong untuk Sabtu dan Minggu." Sunan kembali fokus mengemudi karena jalanan agak macet di jam pulang kantor seperti ini.
"Anak-anak Mas Sunan sama siapa di rumah?" tiba-tiba Nabila ingin balik bertanya.
"Anak-anak tinggal bersama neneknya, karena neneknya tidak mau aku pakai jasa baby sitter. Biasanya anak-anak baru menginap di rumah saat akhir pekan, tapi minggu ini mereka sedang dibawa ibu ke Bandung."
"Berapa usia anak-anak Mas Sunan?"
"Yang perempuan sudah sepuluh tahun yang kecil baru tiga tahun."
Diam-diam Sunan juga senang melihat Nabila terus bertanya mengenai anak-anaknya.
"Kita berhenti sebentar, ya? Belikan kue untuk Bagas dan orang tuamu."
"Tidak usah Mas."
Nabila merasa tidak enak tapi Sunan sudah terlanjur menepikan mobilnya di depan outlet kue yang terkenal mahal di ibukota.
"Sini biar Bagas aku yang gendong." Sunan mengulurkan lengan dan Bagas pun juga langsung bangkit dari pangkuan bundanya.
"Terima kasih Mas." Sebenarnya Nabila sedang kehabisan kata-kata karena untuk hal sepele saja Sunan bisa sangat memperhatikannya.
Nabila ikut keluar dari pintu penumpang sementara Bagas keluar dengan Sunan. Hari sudah mulai petang dan lampu jalan sudah mulai menyala. Sunan menunggu Nabila untuk bersama menyebrangi halaman toko yang kebetulan tidak sedang begitu antri karena sudah hampir magrib. Baru saja Nabila masuk dan tidak sengaja melihat Novie yang sedang membayar di depan kasir.
Novie juga terkejut dan langsung berpaling pada laki-laki yang sedang menggendong Bagas, seorang pria tampan berbadan tinggi tegap dengan setelan rapi yang juga terlihat mahal. Novie masih memperhatikan Nabila yang sengaja pura-pura tidak tidak melihatnya. Novie terus mengumpat dalam hati dan buru-buru mengambil struk pembayarannya tanpa memeriksa jumlahnya untuk segera pergi. Novie sudah tidak sabar memberitahu Riko yang sedang menunggu di parkiran.
Begitu masuk ke dalam mobil Novie langsung melempar kue yang baru dia beli ke kursi belakang. "Tau gak Mas? tadi aku ketemu Nabila lagi sama laki-laki!"
Sebenarnya Riko terkejut tapi pura-pura tetap santai di depan Novie yang bisa sangat pencemburu.
"Kelihatannya mantan istri Mas sudah dapat pria berduit sampai dia pura-pura gak lihat aku!" Tidak tahu kenapa kelihatanya Novie juga sedang sewot.
"Biarkan saja," cuma itu yang diucapkan Riko sambil sudah mulai menjalankan mobilnya meninggalkan parkiran.
"Baguslah kalau mantan istri Mas Riko sudah dapat laki-laki, jadi dia tidak terus ngerecokin hidup kita!"
Riko juga tidak bicara apa-apa lagi di sepanjang jalan sampai mereka tiba di rumah.
"Mas mau makan apa mandi dulu?" tanya Novie sambil mengeluarkan makanan yang tadi juga dia beli dari restoran.
"Kamu makan saja dulu akau mau mandi."
Tidak tahu kenapa tiba-tiba Riko juga jadi kehilangan nafsu makan hanya karena mendengar mantan istrinya sedang bersama laki-laki lain. Riko langsung naik ke kamar dan diam-diam membuka ponselnya. Riko melihat nomor telepon Nabila, seperti biasa Nabila hanya memasang foto Bagas sementara Novie sudah menghapus semua foto Nabila dari memori ponsel Riko dan semua akun media sosialnya. Tiba-tiba rasanya jadi kesal tanpa sebab yang jelas, Riko meletakkan benda itu ke atas meja dan masuk ke bilik kamar mandi untuk mengguyur kepalanya dengan air dingin.
Beberapa kali Riko menghela napasnya yang memberat dan menghembuskannya perlahan melalui mulut agar otaknya tidak ikut meledak. Riko baru mengakui jika dia benar-benar kesal tiap kali membayangkan Nabila bersama laki-laki lain. Walaupun dia sendiri sudah menikahi Novie tapi akhir-akhir ini Riko semakin sering memikirkan Nabila ketika Novie yang sedang dia setubuhi.
Riko menggenggam miliknya sendiri yang sedang mengeras di bawah derasnya guyuran air shower, terus menggenggamnya dengan kesal karena tidak juga bisa menuntaskannya sendiri. Riko merasa benar-benar bisa gila jika terus memikirkan Nabila. Meskipun Novie terus berusaha meracuni pikirannya mengenai Nabila, tapi nyatanya Riko tetap mengenal mantan istrinya dengan baik, dia tahu Nabila bukan wanita seperti itu bahkan kemarin Riko sempat berharap Nabila memang benar-benar masih memiliki rasa cemburu ketika Novie bercerita Nabila mendorongnya.
Penyesalan memang sering datang terlambat, wanita baik-baik sudah Riko sia-siakan demi kesenangan sesaat yang tidak sepadan. Nasi sudah menjadi bubur, mereka sudah terlanjur bercerai. Riko sudah menikahi Novie dan Nabila juga bebas bersama siapapun, tapi rasanya Riko tidak bakal rela.