Bab 20 - Kembali Berkomunikasi

1787 Words
“Enggak, aku enggak mau tiba-tiba hubungi Ica karena mau mengirim video ini saja. Jangan kirim, Dev! Kamu lihat saja Satria seperti apa. Kamu sudah di sini, kamu sudah bisa jaga Ica dari jauh. Jangan lepaskan Satria, ikuti dia, supaya kamu memiliki bukti yang banyak untuk membuktikan pada Ica,” ucap Devan dengan penuh kemurkaan. Devan masih tidak mengerti, kenapa Satria bisa seperti itu. Ingin rasanya Devan langsung memberitahukan pada Ica, tapi bagaimana cara menyampaikannya, sedang dirinya sudah menghilang dan menghindari Ica, tidak pernah ia menghubungi Ica lagi. Devan juga ingin sekali menghabisi Satria dengan caranya sendiri setelah melihat perlakuan b***t Satria tadi. Tapi, dia ingat Ica, dia tidak mau ada kesalahpahaman dengan Ica, atau apa pun yang membuat Ica marah dengannya. Devan pun tidak menyangka kalau Satria yang ia percaya bisa melakukan hal seperti itu. Mengkhianati Ica yang sudah ia pilih menjadi calon istrinya. Padahal Satria sudah janji dengan dirinya, setelah melamar Ica, Satria sudah berjanji di hadapan Devan, tidak akan menyakiti Ica, tapi nyatanya sangat menyakiti Ica. Bahkan lebih parah dari Arkan. “Aku tidak menyangka Kak Satria akan seperti itu. Orang yang aku yakin bisa membahagiakan Ica, tapi malah di belakang Ica dia seperti itu. Aku yakin Ica tidak tahu tunangannya sebejat itu. Kalau aku enggak ingat Ica, mungkin Kak Satria sudah habis dengan tanganku sendiri. Tapi, aku tidak mau Ica kecewa denganku. Aku tidak mau salah paham dengan Ica, dengan main hakim sendiri, tanpa ada bukti yang konkret,” ucap Devan dengan mengusap kasar wajahnya. Devan ingin menghubungi Ica. Ingin sekali cerita dengan Ica, mendengar suara Ica. Wanita yang sangat ia cintai, tapi selalu memilih orang lain yang katanya lebih baik dari Devan. Padahal selalu saja salah pilihannya. Devan meresa percaya diri, kalau dirinya yang paling baik untuk Ica, tapi rasa percaya dirinya seketika lenyap karena mengingat Ica yang hanya menganggap dirinya sahabat saja, dan menganggap dirinya kakak, tidak lebih dari itu. “Jangan percaya diri dulu, Dev ... jangan percaya diri dulu kalau kamu yang terbaik untuk Ica. Kamu hanya sahabatnya, kamu hanya dianggap Ica kakanya saja, enggak lebih dari itu. Jadi, tugas kamu sekarang, jaga Ica dari jauh, perhatikan dia dari jauh. Hubungi dia lagi, Dev. Ica butuh kamu, butuh teman curhat, butuh sandaran hatinya yang lemah karena dikhianati Satria. Ayo, Dev! Hubungi Ica!” gumam Devan. Hati Devan seakan tergerak untuk menghubungi Ica lagi. Devan tidak menghubungi Ica, karena dia tidak ingin membuat hubungan Ica dan Satria bermasalah. Namun, dia menghindari itu, malah Satria yang berulah dengan perempuan lain. Devan mengambil ponselnya, yang lama di nonaktifkan. Dia menghidupkannya kalau dia ingin melihat foto Ica atau untuk mengecek aktifasi nomornya saja. Sekarang Devan berani menghidupkan ponselnya lagi. Membuka aplikasi Chat yang sudah lama sudah ia diamkan, Dev mencoba mengirim pesan pada Ica. Basa-basi menanyakan kabarnya. Tapi, lagi-lagi dia menghapus pesannya, kembali berpikir, apa pantas dalam keadaan seperti ini dia langsung chat dengan Ica? “Harus, aku harus tahu kabar Ica. Kak Satria sudah berkhianat. Ngapain aku menjauh dari Ica? Menjauhi Ica, sama saja aku menjebloskan Ica ke dalam lobang hitam yang sudah Satria siapkan,” gumam Devan. Devan kembali mengetik pesan untuk Ica. Tapi, tiba-tiba ada pesan masuk dari Ica, sebelum Dev selesai mengetik. “Dari tadi sedang mengetik. Mau kirim pesan apa? Mau ngetik apa? Tega, ya? Berbulan-bulan kamu menghilang? Kamu pulang saja tidak mau ngasih tahu aku. Ke cafe Kak Rana, ketemu papa dan mama, tapi kamu sama sekali gak ngasih tahu aku. Kamu sudah balik ke sini, kan?” Belum juga selesai mengetik, dan Devan juga belum siap mengirim pesan pada Ica, tapi Ica sudah mengirim pesan pada dirinya. Dev yakin, Ica pun kangen dengan dirinya. Tapi, sekali lagi, Ica hanya menganggap Devan sebagai sahabatnya saja. “Gimana kabar kamu, Ca?” “Maaf, Ca. Aku memang pulang, tapi aku langsung balik ke Jepang. Cuma beberapa hari saja di sana, terus aku kembali ke sini. Aku di Malang, Ca, buka restoran baru di sini. Baru beberapa hari di sini sih. Maaf ya, Ca? Aku hanya tidak ingin kamu dan Kak Satria salah paham saja.” Devan membalas pesan Ica. Devan yang tadinya ragu mengirim pesan pada Ica, ternyata Ica yang memulai mengirim pesan dulu pada dirinya. Devan menunggu balasan dari Ica, sambil memikirkan kelakuan Satria yang mungkin Ica saat ini belum tahu. ^^^ Ica dari tadi masih di kamarnya. Memikirkan ucapan anak kecil yang bernama Rani, yang memanggil Satria, dan bilang kalau Satria akan jadi ayahnya. Ica yang bingung, tidak tahu harus cerita pada siapa soal itu, dan Satria pun nomornya tidak aktif, Ica yang semkin kacau, dia akhirnya menycrol kontak yang ada di aplikasi chatnya. Terlihat kontak Devan ada tulisan sedang mengetik. Ica yakin nomor Dev aktif dan ingin mengirim pesan pada dirinya, tapi mungkin masih bingung mau mengetik apa. Akhirnya Ica yang memulai, karena dia butuh Devan, dia butuh Devan untuk bertukar pikir dengan apa yang sedang ia rasakan. Ica masih melihat balasan dari Devan setelah selesai membacanya. Dia ingin sekali menceritakan kejanggalan hatinya, tapi dia tidak ini ada salah paham, yang nantinya akan berimbas pada hubungannya dengan Satria. Namun, mau cerita dengan siapa lagi kalau tidak dengan Devan? Mama dan papanya, atau mungkin Ziva sahabatnya? Tidak mungkin dengan Ziva, karena dia tidak pernah setuju kalau dirinya dengan Satria. “Benar kata Dev, kalau aku dan dia masih intens mengirim pesan, nanti yang ada malah menciptakan masalah dengan Kak Satria. Tapi, kalau Kak Satria seperti itu? Dia malah sepertinya ada sesuatu yang aku sembunyikan? Sejak dia ada proyek di Bandung, dia semakin beda, dia semakin acuh dengan aku. Aku inginnya setelah di sini bisa lebih dekat dengan Kak Satria, agar aku tahu lebih banyak lagi bagaimana Kak Satria, dan seperti apa Kak Sartria. Bukan malah gini, aku sudah di sini, malah Kak Satria semakin sibuk dengan urusannya sendiri, dia sering meninggalkan aku ke luar kota, ketemu seminggu Cuma dua atau tiga hari. Apa ada yang Kak Satria sembunyikan dari aku?” gumam Ica. Ica membaca lagi pesan dari Dev, dan dia membalasnya. “Kabarku baik, Dev. Tuh udah di Malang saja baru kasih tahu? Kejam sekali kamu sekarang? Ini yang dinamakan sahabat, Dev?” “Ica, kamu mau nikah, Sayang ... sahabat kamu nantinya ya suami kamu, bukan aku lagi. Enggak ada persahabatan atau pertemanan lawan jenis setelah menikah akan berjalan lancar, Ca. Apalagi kamu tahu aku ini mencintaimu, aku hanya ingin menghindari hal yang nantinya akan memperunyam keadaan, Ca. Jadi aku mohon kamu mengerti ya, Ca. Maafin aku, Ca.” Tak terasa air mata Ica menetes membaca pesan dari Devan. Hanya karena itu Devan menghindar, karena dia tidak ingin mengusik hubungan dirinya dengan Satria. “Iya, Dev. Aku paham. Iya benar kata kamu, kalau sudah menikah ya teman dan sahabat kita adalah pasangan kita, bukan teman yang lain lagi. Tapi, apa aku bisa dengan Kak Satria? Sedang dia sekarang malah tambah sibuk sekali. Bukannya dengan aku pulang di sini kita lebih sering bareng, supaya aku tahu lebih tentang Kak Satria, begitu juga Kak Satria yang belum paham soal aku. Tapi, malah dia sibuk sekali, Dev. Ini saja dia di Bandung, katanya tiga atau satu minggu di sana. Proyek di sana belum selesai katanya.” Ica membalas pesan dari Devan. Setelah itu, dia kembali menghubungi nomor Satria, tapi masih belum aktif. Pikirannya semakin kacau, dia tidak mengerti kenapa Satria bisa berubah sedrastis ini. Ica hanya diam, masih memikirkan ucapan anak kecil yang bernama Rani itu. Yang suaranya terdengar saat Satria sedang menelefonnya tadi. ^^^ Devan memabaca balasan Ica lagi. Devan ingat saat tiga bulan Ica dilamar Satria, Ica bilang Satria sedang di Bandung untuk proyek barunya. Dan, mulai dari situ Ica sudah mengeluh kalau Satria sudah jarang komunikasi dengan dirinya, hanya kalau ada hal penting saja Satria menghubungi Ica. Sampai saat itu Ica sedikit galau karena Satria tidak menghubunginya selama tiga hari. “Apa mungkin dari sejak itu? Gila! Itu sudah setahun yang lalu! Masa iya Kak Satria setega itu dengan Ica? Lalu siapa wanita itu, yang semalam sudah b******u, bercinta, sampai aku mual melihatnya!” geram Devan. Devan mengetik pesan untuk Ica. Untung saja dia sudah kembali berkomunikasi dengan Ica, jadi setidaknya dia bisa menghibur hati Ica, karena Satria seperti itu. “Kamu yang sabar ya, Ca? Mungkin Kak Satria benar-benar sedang sibuk. Ya aku tahu, kamu memang butuh pendekatan lebih dengan Kak Satria, pun harusnya Kak Satria seperti itu, karena kalian berdua belum terlalu kenal. Sekali kenal kamu kan LDR sama Kak Satria? Sekarang, harusnya saat-saat ini kamu pedekatan dengan Kak Satria, malah dia sibuk di luar kota. Kamu sudah hubungi dia?” “Itu yang membuat aku sedikit kesal, Dev! Dia susah sekali dihubungi, Dev. Aku sih sempat curiga, ya gak tahu sih dia di sana ngapain dan sama siapa? Aku gak mau tahu, dan aku gak mau cari tahu. Biarlah, kalau Kak Satria memang menyembunyikan sesuat sama aku, ya semoga saja dia mau menceritakan yang sejujurnya padaku. Aku hanya curiga, dia di Bandung mau apa? Kok seminggu atau dua minggu sekali ke sana? Padahal proyek itu udah selesai kata Kak Leo, Dev? Terus, Tante Leli bilangnya sekarang Satria di Bali, liburan dengan aku? Aku ingin menemui Tante Leli, eh ternyata dia sedang di Jogja, sedang ada acara dengan teman-temannya yang sok sosialita!” Devan mengernyitkan keningnya. Tidak percaya kalau Satria sudah separah itu menyakiti Ica, bahkan dia berbohong, pamit dengan ibunya kalau dia ajak liburan Ica ke Bali. “Kamu! Jangan harap kamu bisa memiliki Ica, Satria! Aku tidak akan rela melepaskan Ica ke tangan b******n seperti kamu! Tunggu aku, aku akan buka semua kedok kamu!” gumam Devan. Devan kembali membalas pesan dari Ica. Ada rasa bahagia dia sudah kembali berkomunikasi dengan Ica, ada rasa kesal juga saat membaca pesan dari Ica, yang isinya soal Satria yang jelas-jelas udah bohong dengan Ica, bahkan ibunya sendiri. “Ca, masa seperti itu? Masa Kak Satria bohong sama ibunya? Gini ya, Ca. Orang yang udah biasa bohong dengan ibunya, pasti dia juga bisa bohong dengan istrinya suatu hari nanti. Kamu cecar Kak Satria, dia sebenarnya ada apa di sana. Aku bukannya mau jadi api di hubungan kamu dan Kak Satria, tapi dia udah bohong, Ca. Jelas sekali, dan orang yang ia bohongi itu seorang ibu, ibu yang udah ngelahirin dia, Ca! Sebejat-bejatnya aku, aku takut bohong sama papa dan mama.” Devan semakin tersulut emosinya, mendengar kalau Satria bohong dengan ibunya. Meski Devan arogan, kasar, dan tidak baik, dia selalu jaga kepercayaan papa dan mamanya, bohong pun dia tidak pernah. Memang dia bandel dan kolotan, mungkin karena anak tunggal, tapi setelah dia melihat Keenan sepupunya yang ditinggal pergi kedua orang tuanya, karena mengalami kecelakaan dan tidak bisa diselamatkan, akhirnya dia sadar, dan berubah drastis, apalagi ada Ica yang jadi penyemangatnya, juga Aiko yang selalu memberikan dia masukan baik untuk berubah menjadi lebih baik lagi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD